CATATAN: Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan bahwa tragedi yang menimpa seorang ibu berinisial EN (34) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri setelah diduga meracuni kedua anaknya, termasuk dalam kategori filisida maternal. Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu keprihatinan mendalam akan kesehatan mental ibu dan kondisi sosial ekonomi yang memicu tindakan nekat tersebut.
"Kasus ini jelas termasuk filisida maternal, yaitu pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Kami telah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, dan informasi awal menunjukkan bahwa faktor ekonomi menjadi pemicu utama dari tragedi ini," ungkap Anggota KPAI, Diyah Puspitarini, kepada ANTARA pada Senin (8/9/2025).
Filisida maternal, atau maternal filicide, merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu. Secara umum, filisida terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu paternal filicide (pembunuhan anak oleh ayah) dan maternal filicide (pembunuhan anak oleh ibu). Kedua kategori ini sama-sama merupakan bentuk kekerasan ekstrem terhadap anak dan memerlukan penanganan serius dari berbagai aspek.
Diyah Puspitarini menekankan pentingnya proses hukum yang transparan dan menyeluruh dalam mengungkap motif di balik tindakan tragis tersebut. "Meskipun kasus ini jelas merupakan filisida, kami tetap berharap agar proses hukum tetap berjalan sebagaimana mestinya. Tujuannya adalah untuk mengungkap penyebab pasti kematian kedua anak tersebut. Memang benar bahwa ibu mereka yang melakukan tindakan tersebut, tetapi kita juga perlu memahami faktor-faktor utama yang mendorong seorang ibu sampai melakukan tindakan sekeji itu," tegasnya.
Dalam artikelnya yang berjudul Darurat Filicide di Indonesia, Diyah Puspitarini menguraikan bahwa maternal filicide seringkali dilatarbelakangi oleh berbagai faktor kompleks. Faktor-faktor tersebut meliputi stres berat, depresi, baby blues yang berkepanjangan dan tidak tertangani, riwayat kekerasan fisik (terutama pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga), percobaan bunuh diri sebelumnya, kurangnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar, hingga masalah ekonomi yang membelit, terutama bagi perempuan yang hidup tanpa suami atau menjadi tulang punggung keluarga.
Data yang dihimpun oleh KPAI menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 60 kasus filisida di berbagai wilayah di Indonesia. Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat adanya 19.626 kasus kekerasan terhadap anak yang masuk ke dalam sistem Simfoni PPA. Dari jumlah tersebut, 15.240 korban adalah anak perempuan, sedangkan 6.406 lainnya adalah anak laki-laki. Angka-angka ini menggambarkan betapa seriusnya masalah kekerasan terhadap anak di Indonesia dan perlunya upaya pencegahan dan penanganan yang lebih komprehensif.
Tragedi di Banjaran, Kabupaten Bandung, terjadi pada Jumat (5/9/2025). EN (34), seorang ibu rumah tangga, ditemukan tewas gantung diri di sebuah rumah kontrakan. Dua anaknya, yang berusia 9 tahun dan 11 bulan, ditemukan tergeletak tidak bernyawa di dalam rumah dan diduga kuat telah diracun oleh sang ibu.
Peristiwa pilu ini pertama kali diketahui oleh YS, suami EN, yang baru pulang kerja pada Jumat (5/9) dini hari. YS mendapati istrinya dalam kondisi tergantung di tiang pintu, sementara kedua anaknya ditemukan tidak bernyawa di dalam rumah. Temuan ini langsung dilaporkan kepada pihak kepolisian dan memicu penyelidikan mendalam.
Kasus ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang kerentanan keluarga terhadap tekanan ekonomi dan masalah kesehatan mental. Kondisi ekonomi yang sulit, ditambah dengan kurangnya dukungan sosial dan stigma terhadap masalah kesehatan mental, dapat mendorong seseorang ke titik putus asa dan melakukan tindakan yang tidak terbayangkan.
KPAI mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk meningkatkan program-program pencegahan kekerasan terhadap anak dan memberikan dukungan yang lebih memadai bagi keluarga yang rentan. Dukungan tersebut meliputi bantuan ekonomi, konseling psikologis, dan edukasi tentang kesehatan mental. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan menghilangkan stigma terhadap orang yang mengalami masalah kejiwaan.
"Pencegahan filisida memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari keluarga, masyarakat, pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat. Kita harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan suportif bagi anak-anak dan keluarga," ujar Diyah Puspitarini.
KPAI juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan memberikan dukungan kepada tetangga atau teman yang mungkin sedang mengalami kesulitan. Tindakan kecil seperti mendengarkan keluh kesah, menawarkan bantuan praktis, atau sekadar memberikan dukungan moral dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan seseorang.
Tragedi filisida maternal ini merupakan alarm bagi kita semua untuk lebih memperhatikan kesehatan mental dan kesejahteraan keluarga. Kita tidak boleh menutup mata terhadap masalah yang dihadapi oleh orang-orang di sekitar kita. Dengan meningkatkan kesadaran, memberikan dukungan, dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik, kita dapat mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan.
Penting untuk diingat bahwa kesehatan mental adalah bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala depresi, kecemasan, atau masalah kejiwaan lainnya, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Ada banyak sumber daya yang tersedia untuk membantu Anda mengatasi masalah tersebut, seperti psikolog, psikiater, klinik kesehatan mental, dan layanan konseling lainnya.
Selain itu, penting juga untuk membangun jaringan dukungan sosial yang kuat. Berbicara dengan teman, keluarga, atau anggota komunitas dapat membantu Anda merasa lebih terhubung dan mengurangi perasaan isolasi. Jangan takut untuk meminta bantuan ketika Anda membutuhkannya.
Tragedi di Bandung ini adalah pengingat yang menyakitkan bahwa kita semua memiliki peran dalam melindungi anak-anak dan keluarga dari kekerasan dan masalah kesehatan mental. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih aman, sehat, dan suportif bagi semua.
KPAI akan terus memantau kasus ini dan bekerja sama dengan pihak kepolisian dan instansi terkait untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. KPAI juga akan terus mengadvokasi kebijakan dan program yang mendukung perlindungan anak dan kesehatan mental keluarga.
Semoga tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dan memotivasi kita untuk melakukan yang terbaik untuk melindungi anak-anak dan keluarga di Indonesia.
Jika Anda merasa membutuhkan bantuan atau ingin berkonsultasi mengenai masalah kesehatan mental, jangan ragu untuk menghubungi layanan berikut:
- Layanan Telepon Sehat Jiwa (SEJIWA) 119 ext. 8
- Hotline Tali Kasih Kementerian Sosial RI 1500-771
- Yayasan Pulih: (021) 78842575
- Into The Light Indonesia: https://www.intothelightid.org/
Dengan kesadaran dan tindakan nyata, kita bisa mencegah tragedi filisida terulang kembali dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia.
(kna/kna)