Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah gencar memburu sosok yang diduga kuat menjadi juru simpan atau pengelola dana haram dalam kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Langkah ini menjadi krusial dalam upaya membongkar secara menyeluruh jaringan korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah dan mencederai hak-hak calon jemaah haji.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa identifikasi juru simpan ini menjadi prioritas utama penyidik. "Siapa juru simpannya dan digunakan untuk apa saja, nah ini juga salah satu yang sedang kita telusuri. Hal ini yang membuat mungkin rekan-rekan menjadi tidak sabar ke mana uang itu mengalir," ujar Asep. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa KPK menyadari betul peran sentral sosok ini dalam mengendalikan dan mendistribusikan uang hasil korupsi.
KPK tidak ingin terburu-buru menetapkan tersangka sebelum memiliki gambaran lengkap mengenai aliran dana tersebut. Asep menegaskan, "Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini, karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini kemudian berpindah dan berhentinya di siapa." Pendekatan hati-hati ini menunjukkan komitmen KPK untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan tidak ada satu pun yang luput dari jerat hukum.
Keyakinan KPK bahwa ada juru simpan dalam kasus ini didasarkan pada logika bahwa praktik korupsi terstruktur tidak mungkin terjadi tanpa adanya pihak yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola dana hasil kejahatan. "Karena kami yakin bahwa ada juru simpannya, artinya [uangnya] berkumpul di sana karena tidak harus uang itu berkumpul pada pimpinan," jelas Asep. Hal ini mengisyaratkan bahwa juru simpan bisa jadi bukan pejabat tinggi, melainkan seseorang yang memiliki peran khusus dalam jaringan korupsi ini.
Penemuan juru simpan akan membuka jalan bagi penyidik untuk melakukan penelusuran aliran dana secara lebih efektif. "Kita dari orang tersebut yang sedang kita cari, sedang kita identifikasi. Nah, nanti kalau sudah kita ketahui bahwa ternyata uang-uang ini mengumpul atau berkumpul pada seseorang atau boleh dibilang juru simpannya, itu akan memudahkan bagi kami, penyidik, untuk melakukan tracing," ucapnya. Tracing atau penelusuran aset menjadi kunci untuk mengembalikan kerugian negara dan membuktikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang mungkin terjadi.
Dalam proses penelusuran aliran dana, KPK akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerja sama ini akan memungkinkan KPK untuk melacak transaksi keuangan yang mencurigakan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang menerima aliran dana dari juru simpan. "Misalkan begini, uangnya ada pada Mr. X. Kemudian, Mr. X ini merupakan representasi dari siapa, kemudian digunakan di mana saja, kita bisa mengecek," papar Asep.
Asep memberikan gambaran bagaimana KPK akan menggunakan data transaksi keuangan untuk mengungkap penggunaan uang hasil korupsi. "Misalkan suatu saat digunakan di pertokoan mana, digunakan untuk membayar sesuatu, misalkan kalau itu menggunakan kartu kredit di situ ada record-nya, atau mengambil uang di tempat misalkan ATM itu ada record-nya," terangnya. Dengan menganalisis data-data ini, KPK berharap dapat mengungkap motif dan tujuan penggunaan uang haram tersebut.
Meski telah memiliki petunjuk, Asep belum bersedia mengungkapkan identitas juru simpan yang telah teridentifikasi oleh penyidik. "Itu yang sedang kami telusuri juru simpannya siapa. Nanti tentunya akan pada saatnya akan kami sampaikan," pungkasnya. Kerahasiaan ini penting untuk menjaga kelancaran penyidikan dan mencegah pihak-pihak terkait untuk menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini bermula dari penambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada tahun 2023. KPK menduga bahwa informasi mengenai penambahan kuota ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperkaya diri sendiri.
Asosiasi travel haji diduga menghubungi pihak Kemenag untuk membahas pembagian kuota haji tambahan tersebut. Mereka diduga berupaya agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku, yaitu maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Diduga, ada rapat yang menyepakati bahwa kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler, yaitu 50%-50%. Keputusan ini kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan SK tersebut dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan oleh para pihak travel yang mendapat kuota haji khusus tambahan kepada oknum di Kemenag. Besaran setoran yang dibayarkan berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, tergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.
Uang tersebut diduga disetorkan para travel melalui asosiasi haji. Nantinya, dari asosiasi haji itu akan menyetorkan ke oknum di Kemenag. KPK menyebut, aliran uangnya diterima oleh para pejabat hingga pucuk pimpinan di Kemenag.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian itu timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus, yang menyebabkan dana haji yang seharusnya bisa didapat negara dari jemaah haji reguler, malah mengalir ke pihak travel swasta.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK telah mencegah tiga orang ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex, dan bos travel Maktour Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan ini dilakukan untuk memudahkan penyidikan dan mencegah para pihak terkait melarikan diri ke luar negeri.
KPK juga sudah menggeledah sejumlah lokasi, mulai dari rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah ASN Kemenag, hingga rumah di Depok yang diduga kediaman Gus Alex. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus korupsi ini.
Terbaru, KPK juga telah menyita dua unit rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari seorang ASN Ditjen PHU Kemenag. Diduga, rumah itu dibeli dari uang hasil korupsi kuota haji. Penyitaan ini menunjukkan bahwa KPK serius dalam menelusuri dan menyita aset-aset yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Gus Yaqut melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, menyatakan menghormati upaya KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap perkara ini. Pihaknya berjanji akan kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penyidik.
Kasus korupsi kuota haji ini menjadi tamparan keras bagi dunia perhajian di Indonesia. Praktik korupsi yang melibatkan oknum-oknum di Kemenag dan asosiasi travel haji telah merugikan negara dan mencederai kepercayaan masyarakat. KPK diharapkan dapat mengungkap kasus ini secara tuntas dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.
Pemberantasan korupsi di sektor perhajian merupakan langkah penting untuk mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang bersih, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, dana haji yang berasal dari masyarakat dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan umat. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi akan memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa terulang di masa depan.
KPK juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji, mulai dari proses pendaftaran, pembagian kuota, hingga pelaksanaan ibadah di Tanah Suci. Pengawasan yang ketat akan meminimalisir celah terjadinya korupsi dan memastikan dana haji digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Kasus ini juga menjadi momentum bagi Kemenag untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyelenggaraan ibadah haji. Perbaikan sistem dan tata kelola yang transparan dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mencegah praktik korupsi di masa depan. Selain itu, Kemenag juga perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bertugas dalam penyelenggaraan ibadah haji, sehingga mereka memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memberantas korupsi di sektor perhajian. Dengan melaporkan dugaan praktik korupsi kepada pihak berwenang, masyarakat dapat membantu KPK dalam mengungkap kasus-kasus korupsi dan mencegah kerugian negara yang lebih besar. Selain itu, masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya penyelenggaraan ibadah haji yang bersih dan transparan, sehingga mereka tidak mudah tergiur oleh tawaran-tawaran yang mencurigakan.
Dengan kerja sama antara KPK, Kemenag, masyarakat, dan semua pihak terkait, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik, bersih, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, ibadah haji dapat menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat Islam, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara.