Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel. Terbaru, KPK mengungkapkan bahwa Noel mengakui telah menerima setoran lain selama menjabat sebagai Wamenaker, di luar dari dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pengakuan ini semakin memperburuk posisi Noel dalam pusaran kasus korupsi yang tengah diusut oleh lembaga antirasuah tersebut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan adanya pengakuan dari Noel terkait penerimaan dana lain selama menjabat. "Memang secara garis besar sudah ada informasi dari yang bersangkutan bahwa memang ada (penerimaan) dari yang lain," ujar Asep kepada wartawan, Selasa (9/9). Kendati demikian, Asep belum merinci lebih lanjut mengenai sumber dan peruntukan dari setoran lain yang diterima oleh Noel.
Berdasarkan hasil pendalaman sementara, KPK menduga bahwa Noel telah menerima sekitar Rp 3 miliar dari hasil pemerasan terkait pengurusan sertifikasi K3. Dana tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk renovasi rumah dan pembelian sebuah motor Ducati Scrambler. Temuan ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan praktik koruptif yang dilakukan oleh Noel selama menjabat sebagai Wamenaker.
Menyikapi temuan baru ini, KPK tidak hanya menjerat Noel dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tentang pemerasan, tetapi juga dengan Pasal 12B UU Tipikor tentang gratifikasi. Langkah ini diambil untuk menjaring penerimaan-penerimaan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. "Maka kami selain menggunakan Pasal 12 huruf e (pasal pemerasan) kami juga menggunakan Pasal 12B, gratifikasi, untuk menjaring penerimaan-penerimaan lain," jelas Asep.
Pasal 12B UU Tipikor mengatur mengenai larangan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Dengan menjerat Noel dengan pasal ini, KPK ingin memastikan bahwa seluruh penerimaan yang tidak sah dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Hingga saat ini, Noel Ebenezer belum memberikan komentar terkait pengakuan penerimaan setoran lain tersebut. Sikap bungkam Noel ini semakin menimbulkan spekulasi dan pertanyaan mengenai keterlibatannya dalam praktik korupsi yang lebih luas. Masyarakat menanti penjelasan dari Noel mengenai sumber dan peruntukan dana yang diterimanya selama menjabat sebagai Wamenaker.
Kasus yang menjerat Noel Ebenezer ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada Rabu (20/8) malam. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sebanyak 14 orang, termasuk Noel. Setelah melalui proses pemeriksaan, KPK menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Noel. Kasus ini diduga terkait dengan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker yang terjadi sejak tahun 2019 hingga 2024.
KPK mengungkapkan bahwa dalam proses penerbitan sertifikat K3, harganya dibuat mahal dan uangnya mengalir ke sejumlah pejabat di Kemnaker. Total dana yang berhasil dikumpulkan dari praktik pemerasan ini mencapai Rp 81 miliar. Salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemnaker diduga menjadi otak dari praktik pemerasan ini. ASN tersebut adalah Irvian Bobby Mahendro (IBM), yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 tahun 2022 sampai dengan 2025.
Berdasarkan hasil penyidikan, Irvian Bobby Mahendro diduga menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 69 miliar. Uang tersebut kemudian digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, seperti belanja, hiburan, uang muka (DP) rumah, hingga setoran tunai kepada sejumlah pihak. Irvian juga diduga menggunakan uang tersebut untuk membeli mobil mewah. Perilaku hedonis Irvian ini semakin memperjelas adanya praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita sejumlah aset milik Noel Ebenezer yang diduga terkait dengan kasus korupsi yang menjeratnya. Aset yang disita antara lain empat mobil dan sebuah motor Ducati. Penyitaan aset ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk memulihkan kerugian negara yang timbul akibat praktik korupsi yang dilakukan oleh Noel.
Kasus korupsi yang menjerat Noel Ebenezer ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi di semua tingkatan pemerintahan. Masyarakat berharap agar KPK dapat mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.
Sebagai informasi tambahan, Immanuel Ebenezer mulai menjabat sebagai Wamenaker pada Oktober 2024. Namun, hanya berselang dua bulan setelah menjabat, Noel diduga telah terlibat dalam praktik pemerasan terkait pengurusan sertifikasi K3. KPK menduga bahwa Noel menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024. Fakta ini menunjukkan bahwa Noel telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Wamenaker untuk memperkaya diri sendiri.
Menanggapi kasus yang menjeratnya, Noel Ebenezer sempat menyampaikan permohonan maaf kepada sejumlah pihak. Namun, Noel membantah telah di-OTT oleh KPK dan menyebut kasus yang menjeratnya bukanlah terkait pemerasan. Noel juga sempat berharap mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, harapan tersebut tidak terwujud. Presiden Prabowo Subianto akhirnya memberhentikan Noel Ebenezer dari jabatannya sebagai Wamenaker.
Kasus korupsi yang menjerat Noel Ebenezer ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama bagi para pejabat publik. Jabatan publik adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan integritas. Pejabat publik tidak boleh menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, semua pihak harus bersama-sama memberantas korupsi agar Indonesia menjadi negara yang bersih dan maju.
Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya reformasi birokrasi di semua lini pemerintahan. Reformasi birokrasi harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Reformasi birokrasi juga harus didukung dengan sistem pengawasan yang efektif dan penegakan hukum yang tegas. Dengan demikian, praktik korupsi dapat dicegah dan diberantas secara efektif.
KPK sebagai lembaga yang memiliki mandat untuk memberantas korupsi harus terus meningkatkan kinerjanya. KPK harus bekerja secara profesional, independen, dan transparan. KPK juga harus didukung oleh semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan media. Dengan dukungan dari semua pihak, KPK dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan memberantas korupsi secara efektif.
Kasus korupsi yang menjerat Noel Ebenezer ini juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat harus berani melaporkan jika mengetahui adanya praktik korupsi di sekitarnya. Masyarakat juga harus aktif mengawasi kinerja pemerintah dan memberikan masukan yang konstruktif. Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, pemberantasan korupsi akan semakin efektif.
Dalam konteks ini, media juga memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi. Media harus memberitakan kasus-kasus korupsi secara akurat, berimbang, dan bertanggung jawab. Media juga harus mengedukasi masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya pemberantasan korupsi. Dengan demikian, media dapat menjadi mitra strategis KPK dalam memberantas korupsi.
Sebagai penutup, kasus korupsi yang menjerat Noel Ebenezer ini menjadi bukti bahwa korupsi dapat terjadi di mana saja dan melibatkan siapa saja. Oleh karena itu, semua pihak harus waspada dan terus berupaya untuk mencegah dan memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi adalah tugas kita bersama. Mari kita bergandengan tangan untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dan maju.