Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membidik praktik koruptif dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Fokus utama penyidikan adalah dugaan jual beli kuota haji khusus, di mana para jemaah yang bersedia membayar sejumlah besar uang dapat langsung berangkat haji pada tahun yang sama, tanpa perlu mengantre seperti jemaah haji reguler.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa harga kuota haji khusus ini bervariasi, mulai dari ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah. "Untuk harganya, informasi yang kami terima itu, yang khusus itu di atas Rp 100 jutaan, bahkan Rp 200-300 (juta) gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu, itu hampir menyentuh angka Rp 1 M per kuotanya, per orang," ujarnya kepada wartawan.
Haji furoda, yang dikenal sebagai haji tanpa antre, memang memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia yang ingin segera menunaikan ibadah haji. Namun, praktik jual beli kuota ini telah membuka celah bagi praktik korupsi, di mana oknum-oknum tertentu memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkaya diri sendiri.
KPK menduga bahwa sebagian dari biaya yang dibayarkan oleh calon jemaah haji khusus ini mengalir ke oknum-oknum di Kementerian Agama (Kemenag). "Jadi kalau yang besaran USD 2.600 sampai 7.000 itu, itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke oknum di Kementerian Agama," jelas Asep.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menambahkan bahwa praktik jual beli kuota haji ini telah mencederai prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji. "Artinya kan mendahului pihak-pihak atau jemaah-jemaah lain yang sudah lama menunggu," ujarnya.
Menurut Budi, praktik ini dapat terjadi karena adanya perubahan pembagian kuota tambahan antara haji khusus dan reguler yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Kuota tambahan yang seharusnya digunakan untuk memangkas waktu tunggu jemaah haji reguler, justru dialihkan untuk kepentingan haji khusus.
"Dari langkah itu kemudian ya dari awal sudah bergeser, ya dari niatan awal. Kemudian di akhirnya juga diduga ada aliran uang dari para penyelenggara ibadah haji atau di sini biro-biro travel ini kepada oknum-oknum di Kementerian Agama," beber Budi.
Kasus ini bermula ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2023 dan mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000. Informasi ini kemudian ditindaklanjuti oleh asosiasi travel haji, yang menghubungi pihak Kemenag untuk membahas pembagian kuota haji.
KPK menduga bahwa asosiasi travel haji ini berupaya untuk mendapatkan kuota haji khusus yang lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Seharusnya, kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8% dari total kuota haji Indonesia.
Diduga, ada rapat yang menyepakati bahwa kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler, yaitu 50%-50%. Keputusan ini kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan antara SK tersebut dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan oleh para pihak travel yang mendapatkan kuota haji khusus tambahan kepada oknum di Kemenag. Besaran setoran yang dibayarkan berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota. Perbedaan biaya tersebut bergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.
Uang tersebut diduga disetorkan oleh para travel melalui asosiasi haji. Nantinya, dari asosiasi haji tersebut akan menyetorkan uang tersebut kepada oknum di Kemenag. KPK masih terus mengusut identitas oknum tersebut.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan oleh kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian tersebut timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus. Hal ini menyebabkan dana haji yang seharusnya bisa didapatkan oleh negara dari jemaah haji reguler, justru mengalir ke pihak travel swasta.
Sejauh ini, KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri terkait dengan kasus ini. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, mantan staf khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex, dan bos travel Maktour Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di sembilan lokasi, mulai dari rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah seorang ASN Kemenag, hingga sebuah rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex.
Dari serangkaian penggeledahan tersebut, KPK berhasil menyita dua unit mobil, beberapa aset properti, dokumen, hingga barang bukti elektronik.
Melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, Gus Yaqut menyatakan bahwa dirinya menghormati upaya KPK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap kasus ini.
Kasus dugaan jual beli kuota haji ini menjadi tamparan keras bagi penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Praktik korupsi yang melibatkan oknum-oknum tertentu telah merugikan negara dan masyarakat, serta mencederai nilai-nilai agama.
KPK berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini dan menyeret para pelaku korupsi ke pengadilan. KPK juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran-tawaran haji khusus yang tidak jelas asal-usulnya.
Penyelenggaraan ibadah haji seharusnya dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta mengutamakan kepentingan jemaah haji reguler yang telah lama mengantre. Praktik korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji harus diberantas demi menjaga kesucian ibadah haji dan kepercayaan masyarakat.
Selain itu, kasus ini juga menjadi momentum bagi Kemenag untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem penyelenggaraan ibadah haji. Kemenag harus memastikan bahwa kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan jemaah haji reguler, serta mencegah terjadinya praktik jual beli kuota haji.
Kemenag juga harus meningkatkan pengawasan terhadap kinerja biro travel haji, serta menindak tegas biro travel haji yang terbukti melakukan pelanggaran. Dengan demikian, penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan kejahatan yang sangat serius, karena telah merampas hak-hak masyarakat untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, KPK akan terus berupaya untuk memberantas korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji, serta memastikan bahwa ibadah haji dapat dilaksanakan secara adil dan transparan.
KPK juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi penyelenggaraan ibadah haji, serta melaporkan jika menemukan adanya indikasi praktik korupsi. Dengan kerja sama yang baik antara KPK, Kemenag, dan masyarakat, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat Islam.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa korupsi dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk sektor keagamaan. Oleh karena itu, kewaspadaan dan pengawasan harus terus ditingkatkan, serta tindakan tegas harus diambil terhadap para pelaku korupsi. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara yang bersih dari korupsi dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran.