Gelombang unjuk rasa melanda Indonesia dari tanggal 25 hingga 29 Agustus 2025, bermula dari aspirasi masyarakat terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan berujung pada kemarahan yang meluas terhadap aparat kepolisian. Aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan ini tidak hanya melumpuhkan transportasi umum dan merusak fasilitas publik, tetapi juga menimbulkan korban luka-luka dan bahkan korban jiwa, baik dari kalangan demonstran maupun aparat keamanan. Demonstrasi tidak terbatas di Jakarta, melainkan menyebar ke kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
Awal mula demonstrasi ini adalah kekecewaan mendalam masyarakat terhadap para wakil rakyat di DPR. Namun, eskalasi kejadian, khususnya insiden yang melibatkan aparat kepolisian, mengubah arah demonstrasi menjadi luapan amarah yang lebih besar terhadap institusi kepolisian secara keseluruhan. Berikut adalah kronologi lengkap peristiwa yang terjadi selama periode tersebut:
Senin, 25 Agustus 2025: Aksi Protes Terhadap DPR Dimulai
Gelombang demonstrasi besar dimulai pada hari Senin, 25 Agustus 2025. Aksi ini menarik perhatian berbagai lapisan masyarakat, termasuk individu, pelajar, pedagang, pengemudi ojek online, dan mahasiswa. Titik fokus demonstrasi pada hari itu adalah Gedung DPR RI, tempat massa menyampaikan kekecewaan mereka terhadap kinerja dan kebijakan para anggota dewan.
Salah satu tuntutan utama yang disuarakan adalah penolakan terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR. Massa menuntut transparansi gaji, pembatalan kebijakan tunjangan rumah, dan penghapusan rencana kenaikan gaji anggota DPR. Tuntutan ini mencerminkan persepsi masyarakat terhadap ketidakadilan dan kurangnya akuntabilitas para wakil rakyat.
Ketegangan mulai meningkat menjelang siang hari. Sempat terjadi kericuhan yang menyebabkan massa aksi terdesak mundur dari Gedung DPR. Situasi ini memicu kemarahan demonstran yang berada di barisan depan. Mereka mulai melempari pagar Gedung DPR dengan batu dan botol, memicu bentrokan antara massa dan aparat kepolisian yang berjaga.
Para demonstran berusaha menerobos blokade polisi di sekitar Kementerian Kehutanan menuju kawasan Slipi. Aksi mereka dibalas dengan tembakan gas air mata dan penyemprotan water cannon oleh pihak kepolisian. Bentrokan ini menjadi titik awal eskalasi konflik yang semakin memanas dalam beberapa hari berikutnya.
Selasa-Rabu, 26-27 Agustus 2025: Konsolidasi Massa dan Aksi Lanjutan
Pada hari Selasa dan Rabu, meskipun tidak ada aksi demonstrasi besar-besaran, konsolidasi massa terus berlangsung. Kelompok-kelompok mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, dan elemen masyarakat lainnya terus berkoordinasi untuk merencanakan aksi lanjutan. Informasi dan ajakan untuk bergabung dalam demonstrasi terus disebarkan melalui media sosial dan jaringan komunikasi lainnya.
Pada hari Rabu, beberapa kelompok kecil melakukan aksi simbolis di depan Gedung DPR, menyampaikan orasi dan membentangkan spanduk berisi tuntutan mereka. Aksi ini lebih bersifat seremonial dan tidak menimbulkan kericuhan yang berarti. Namun, kehadiran aparat kepolisian tetap disiagakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya eskalasi.
Kamis, 28 Agustus 2025: Tragedi Ojol Dilindas Rantis Brimob
Aksi unjuk rasa kembali memanas pada hari Kamis, 28 Agustus 2025. Pada awalnya, demonstrasi di depan Gedung DPR didominasi oleh buruh dari berbagai serikat pekerja. Mereka menyuarakan tuntutan terkait kebijakan ketenagakerjaan, termasuk penolakan terhadap praktik outsourcing dan permintaan kenaikan upah minimum buruh.
Aksi demonstrasi buruh berlangsung hingga siang hari. Setelah itu, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus mulai berdatangan untuk melanjutkan aksi unjuk rasa. Mereka membawa isu-isu yang lebih luas, menolak berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat, seperti RUU kontroversial dan masalah lingkungan hidup.
Aksi demonstrasi mahasiswa pada awalnya berlangsung kondusif hingga sore hari. Namun, menjelang malam, situasi mulai memanas dan terjadi kericuhan. Sejumlah oknum demonstran diketahui memanjat pagar Gedung DPR, merusak fasilitas, dan melemparkan batu serta botol ke arah dalam kawasan tersebut.
Aparat kepolisian merespons dengan menyemprotkan water cannon dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Akibatnya, massa demonstran terpecah dan mundur ke arah Senayan, Slipi, dan Pejompongan. Di tengah situasi yang kacau tersebut, terjadi sebuah insiden tragis yang menjadi titik balik dari seluruh rangkaian demonstrasi.
Pada malam hari, sebuah kendaraan taktis (rantis) milik Brimob melaju dengan kecepatan tinggi dalam upaya membubarkan massa yang masih berkumpul di kawasan Pejompongan. Tanpa diduga, rantis tersebut melindas seorang pengemudi ojek online (ojol) yang sedang melintas di jalan. Kejadian ini terekam kamera dan videonya dengan cepat menyebar viral di media sosial.
Dalam video tersebut, terlihat jelas bagaimana rantis Brimob melaju kencang dan menabrak pengemudi ojol hingga terpental. Setelah menabrak korban, rantis tersebut tidak berhenti, melainkan terus melaju meninggalkan lokasi kejadian. Beberapa orang yang menyaksikan kejadian tersebut berusaha mengejar rantis tersebut, namun gagal.
Korban tabrakan tersebut diketahui bernama Affan Kurniawan. Ia mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia di rumah sakit. Seorang korban lainnya, Moh Umar Amarudin, juga mengalami luka-luka dan harus dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Insiden tragis ini memicu kemarahan yang meluas di kalangan pengemudi ojol dan masyarakat umum. Mereka mengecam tindakan brutal aparat kepolisian yang dianggap tidak manusiawi dan tidak bertanggung jawab. Sejumlah massa pengemudi ojol langsung bergerak menuju Markas Komando (Mako) Brimob di Kwitang, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan protes dan menuntut keadilan.
Jumat, 29 Agustus 2025: Amarah Meluas dan Konsentrasi Massa di Mako Brimob
Pada hari Jumat, 29 Agustus 2025, situasi semakin memanas. Para pengemudi ojol semakin banyak yang berkumpul di Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Aksi demonstrasi tidak lagi terfokus pada Gedung DPR, melainkan bergeser menjadi aksi protes terhadap tindakan brutal aparat kepolisian.
Di Jakarta, terdapat dua konsentrasi massa utama, yaitu di depan Polda Metro Jaya dan di Mako Brimob Kwitang. Massa yang berada di Mako Brimob Kwitang didominasi oleh para pengemudi ojol yang merasa geram dan berduka atas kematian rekan mereka, Affan Kurniawan. Sementara itu, massa di Polda Metro Jaya didominasi oleh mahasiswa yang menyuarakan tuntutan yang lebih luas terkait reformasi kepolisian dan penegakan hukum.
Tuntutan utama dari kedua kelompok massa tersebut adalah keadilan bagi Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang menjadi korban tabrak lari rantis Brimob. Mereka menuntut agar pelaku penabrakan segera ditangkap dan diproses hukum secara transparan. Selain itu, mereka juga memprotes tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat mengawal demonstrasi sejak awal pekan.
Tidak hanya di Jakarta, aksi demonstrasi dan bentrokan juga terjadi di beberapa kota lain di Indonesia. Di Bandung, massa demonstran terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di depan Gedung Sate, kantor Gubernur Jawa Barat. Di Surabaya, aksi demonstrasi di depan Gedung Grahadi, kantor Gubernur Jawa Timur, juga diwarnai kericuhan. Sementara itu, di Makassar dan Medan, aksi demonstrasi berlangsung dengan relatif damai, meskipun tetap diwarnai orasi-orasi yang mengecam tindakan aparat kepolisian.
Secara keseluruhan, demonstrasi 25-29 Agustus 2025 merupakan puncak dari akumulasi kekecewaan dan kemarahan masyarakat terhadap berbagai isu, mulai dari kinerja DPR, kebijakan pemerintah, hingga tindakan aparat kepolisian. Tragedi ojol dilindas rantis Brimob menjadi pemicu utama eskalasi konflik yang meluas dan mengubah arah demonstrasi menjadi amarah terhadap institusi kepolisian. Peristiwa ini menjadi catatan kelam dalam sejarah demonstrasi di Indonesia dan menuntut adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat kepolisian serta mekanisme penanganan demonstrasi yang lebih humanis dan profesional.