Lassana Diarra Tuntut FIFA Rp 1,2 Triliun Akibat Kasus Transfer Kontroversial

  • Maskobus
  • Aug 20, 2025

Mantan gelandang Chelsea dan Real Madrid, Lassana Diarra, menggemparkan dunia sepak bola dengan mengajukan tuntutan kepada FIFA senilai 65 juta Euro atau setara dengan Rp 1,2 triliun. Tuntutan ini merupakan buntut dari kasus transfer kontroversial yang terjadi lebih dari satu dekade lalu, yang menurut Diarra telah merugikannya secara finansial dan profesional. Melalui firma hukumnya, Dupont Hissel, Diarra tidak hanya menuntut FIFA, tetapi juga Federasi Sepak Bola Belgia atas kerugian yang dialaminya. Kasus ini bermula pada tahun 2014 ketika Diarra berselisih dengan klubnya saat itu, Lokomotiv Moskow. Perselisihan ini berujung pada pemutusan kontrak oleh klub Rusia tersebut karena Diarra menolak pemotongan gaji. Imbas dari pemutusan kontrak ini, Lokomotiv Moskow meminta FIFA untuk melarang Diarra bermain untuk klub lain selama perselisihan tersebut belum terselesaikan.

Selain larangan bermain, Diarra juga dituntut untuk membayar 10 juta Euro kepada Lokomotiv Moskow dan 110 ribu Euro kepada Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Lebih lanjut, pemain asal Prancis ini juga dijatuhi hukuman berupa pembekuan selama 15 bulan dan penangguhan gaji. Hukuman bertubi-tubi ini membuat Diarra kesulitan untuk mendapatkan klub baru. Meskipun sempat ada harapan ketika klub Belgia, Charleroi, tertarik untuk merekrutnya, transfer tersebut akhirnya batal karena aturan FIFA yang mengharuskan Diarra untuk membayar kompensasi terlebih dahulu kepada Lokomotiv Moskow. Merasa terus dirugikan oleh situasi ini, Diarra memutuskan untuk melawan dan mengajukan tuntutan balik. Ia menyasar FIFA sebagai induk organisasi sepak bola dunia dan Federasi Sepak Bola Belgia karena dianggap bertanggung jawab atas kerugian yang dialaminya.

Diarra mendasarkan tuntutannya pada Undang-undang Ketenagakerjaan Uni Eropa, yang menjamin setiap warga negara anggota memiliki hak untuk bekerja di negara anggota lainnya tanpa batasan. Pada Oktober 2024, Pengadilan Eropa (CJEU) memenangkan Diarra dalam kasus ini, menyatakan bahwa aturan FIFA melanggar hukum Uni Eropa karena merugikan banyak aspek, mulai dari sisi finansial hingga olahraga. Keputusan ini menjadi landasan kuat bagi Diarra untuk memperjuangkan hak-haknya dan menuntut kompensasi atas kerugian yang telah dideritanya. "Saya melakukan ini untuk diri saya sendiri dan jika saya mampu bertahan melawan FIFA, itu karena saya memiliki karier yang baik," ujar Diarra. "Tapi saya juga melakukannya untuk semua pemain yang sudah datang dan lebih dulu, yang tidak memiliki sarana keuangan dan psikologis, untuk menantang FIFA di hadapan hakim sesungguhnya," tegasnya.

Kasus yang melibatkan Lassana Diarra dan FIFA ini bukan hanya sekadar perselisihan antara seorang pemain dan badan sepak bola dunia. Lebih dari itu, kasus ini menyoroti isu yang lebih besar mengenai regulasi transfer pemain dan dampaknya terhadap hak-hak pemain. Aturan transfer yang ketat dan kompleks seringkali membuat pemain berada dalam posisi yang rentan, terutama ketika terjadi perselisihan dengan klub. Dalam kasus Diarra, aturan FIFA telah menghambat kariernya, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan klub baru, dan merugikannya secara finansial. Tuntutan yang diajukan oleh Diarra menjadi simbol perlawanan terhadap sistem yang dianggap tidak adil dan merugikan pemain.

Meskipun FIFA sempat mengubah aturan transfer pada Desember lalu, perubahan ini dinilai belum cukup untuk mengatasi masalah yang ada. Serikat pemain Justice for Player bahkan mengajukan gugatan class action yang mewakili 100 ribu pesepakbola yang merasa dirugikan oleh aturan transfer FIFA sejak tahun 2002. Gugatan ini menunjukkan bahwa masalah regulasi transfer pemain merupakan isu yang luas dan kompleks, yang membutuhkan solusi yang komprehensif dan adil bagi semua pihak. Dalam sebuah pernyataan, FIFA menyatakan bahwa mereka telah bekerja dengan para pemangku kepentingan untuk mengubah peraturan mereka mengikuti panduan yang ditawarkan oleh Pengadilan Eropa sejak putusan dalam kasus Diarra pada Oktober 2024. Namun, FIFA tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai masalah hukum yang sedang berlangsung.

Lassana Diarra Tuntut FIFA Rp 1,2 Triliun Akibat Kasus Transfer Kontroversial

Kasus Lassana Diarra vs FIFA ini menjadi preseden penting dalam dunia sepak bola. Keputusan Pengadilan Eropa yang memenangkan Diarra telah membuka mata banyak pihak mengenai perlunya reformasi dalam regulasi transfer pemain. Tuntutan yang diajukan oleh Diarra dan gugatan class action yang diajukan oleh Justice for Player menjadi tekanan bagi FIFA untuk melakukan perubahan yang lebih signifikan dan memastikan bahwa hak-hak pemain dilindungi. Masa depan regulasi transfer pemain di dunia sepak bola kini berada di persimpangan jalan. Kasus Lassana Diarra telah membuka ruang untuk diskusi dan perdebatan mengenai bagaimana menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat, terutama pemain.

Lassana Diarra sendiri merupakan pemain yang memiliki karier yang cukup gemilang di dunia sepak bola. Ia pernah membela sejumlah klub besar Eropa, seperti Chelsea, Arsenal, Real Madrid, dan Paris Saint-Germain. Diarra juga merupakan pemain tim nasional Prancis dan telah tampil dalam beberapa turnamen besar, termasuk Piala Dunia dan Piala Eropa. Kariernya yang sukses membuat Diarra memiliki kekuatan finansial dan dukungan psikologis untuk melawan FIFA dan memperjuangkan hak-haknya. Ia berharap bahwa perjuangannya ini dapat memberikan inspirasi bagi pemain lain yang mengalami masalah serupa dan mendorong perubahan yang positif dalam dunia sepak bola. Kasus Lassana Diarra vs FIFA ini masih terus berlanjut dan akan menjadi perhatian banyak pihak dalam beberapa waktu ke depan. Keputusan akhir dalam kasus ini akan memiliki dampak yang signifikan terhadap regulasi transfer pemain dan hak-hak pemain di seluruh dunia.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya peran serikat pemain dalam melindungi hak-hak anggotanya. Justice for Player, sebagai serikat pemain yang mewakili 100 ribu pesepakbola, telah mengambil langkah penting dengan mengajukan gugatan class action terhadap FIFA. Gugatan ini menunjukkan bahwa serikat pemain memiliki kekuatan untuk menantang aturan yang dianggap tidak adil dan merugikan pemain. Dalam era globalisasi dan komersialisasi sepak bola, peran serikat pemain menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa hak-hak pemain dilindungi dan bahwa mereka diperlakukan dengan adil. Kasus Lassana Diarra menjadi contoh nyata bagaimana seorang pemain, dengan dukungan dari serikat pemain, dapat melawan kekuatan besar seperti FIFA dan memperjuangkan hak-haknya.

Tuntutan Rp 1,2 triliun yang diajukan oleh Lassana Diarra kepada FIFA merupakan angka yang fantastis dan menunjukkan betapa besar kerugian yang dialaminya akibat kasus transfer kontroversial tersebut. Namun, lebih dari sekadar uang, kasus ini juga menyangkut prinsip keadilan dan hak-hak pemain. Diarra berharap bahwa perjuangannya ini dapat memberikan dampak positif bagi dunia sepak bola dan mendorong perubahan yang lebih baik bagi semua pemain. Kasus Lassana Diarra vs FIFA akan terus menjadi sorotan dan akan menjadi bagian dari sejarah sepak bola sebagai contoh perjuangan seorang pemain melawan sistem yang dianggap tidak adil.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :