Konten eksperimen yang viral di media sosial, khususnya Instagram, mengenai serbuk kehitaman yang dapat ditarik magnet dari beberapa bubur bayi, termasuk produk impor dari Amerika Serikat, telah memicu polemik dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Dalam konten tersebut, seorang content creator menunjukkan bagaimana serbuk hitam tertarik pada magnet saat didekatkan ke salah satu produk bubur bayi. Narasi yang dibangun dalam konten tersebut kemudian menggiring warganet untuk berspekulasi bahwa serbuk tersebut adalah serbuk besi yang berpotensi membahayakan jika dikonsumsi oleh bayi.
Menanggapi konten yang viral tersebut, Guru Besar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si., memberikan klarifikasi dan meluruskan informasi yang keliru. Prof. Nuri menegaskan bahwa konten tersebut sangat berisiko menyesatkan masyarakat, terutama karena pembuat konten diduga tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai ilmu pangan dan fortifikasi.
"Itu youtuber atau content creator ngawur. Nggak ngerti ilmunya, (takut) menyesatkan yang menerima videonya," tegas Prof. Nuri saat dihubungi oleh awak media. Beliau menekankan bahwa komposisi zat gizi makro dan mikro pada makanan bayi memiliki persyaratan khusus yang sangat ketat. Produsen wajib memenuhi persyaratan tersebut agar produknya dapat memperoleh izin edar dan dipasarkan secara legal.
Konten eksperimen yang viral tersebut telah memicu kegaduhan di kalangan warganet yang kurang familiar dengan konsep fortifikasi zat besi. Banyak warganet yang menganggap serbuk kehitaman tersebut sebagai serbuk besi murni yang sama dengan serbuk besi yang menempel pada magnet saat didekatkan ke pasir. Hal ini kemudian memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran, seperti "Tujuannya apa makanan bayi dikasih bubuk besi?", "Jadi zat besi = besi beneran?", dan "Trus besi beneran gitu masuk tubuh??? Gak bahaya kah???". Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan adanya kesalahpahaman mengenai peran dan bentuk zat besi yang ditambahkan dalam bubur bayi.
Prof. Nuri menjelaskan bahwa penambahan zat besi pada produk pangan, seperti bubur bayi, merupakan praktik yang umum dilakukan dan dikenal sebagai fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan adalah proses penambahan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) pada makanan dan minuman dengan tujuan meningkatkan nilai gizinya. Proses ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan zat gizi tertentu dalam populasi, terutama pada kelompok rentan seperti bayi dan anak-anak.
"Itu zat besi bentuk electrolytic sebagai fortifikan makanan bayi, food grade," jelas Prof. Nuri. Beliau menambahkan bahwa zat besi yang digunakan dalam fortifikasi pangan harus memenuhi standar keamanan pangan yang ketat dan dalam bentuk yang mudah diserap oleh tubuh. Bentuk zat besi electrolytic adalah salah satu bentuk yang umum digunakan dalam fortifikasi pangan karena memiliki stabilitas yang baik dan mudah diserap oleh tubuh.
Prof. Nuri juga menegaskan bahwa kadar zat besi yang ditambahkan dalam bubur bayi telah diatur dan memenuhi syarat mutu serta keamanan pangan yang sangat ketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi dan memberikan manfaat gizi yang optimal bagi bayi.
Lebih lanjut, Prof. Nuri menjelaskan bahwa produk bubur bayi yang viral dalam konten tersebut berasal dari Amerika Serikat dan telah memiliki izin edar dari FDA (Food and Drug Administration), yang merupakan badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut telah melalui serangkaian pengujian dan evaluasi yang ketat sebelum diizinkan untuk dipasarkan.
Produsen bubur bayi tersebut juga telah menegaskan bahwa produk mereka difortifikasi dengan vitamin dan mineral esensial untuk mendukung perkembangan bayi yang sehat. Mereka juga menjamin bahwa seluruh nutrisi yang ditambahkan aman dan telah diterima oleh FDA.
Pada kemasan bubur sereal tersebut juga tercantum kandungan ‘iron’ atau zat besi, serta jenis zat besi yang ditambahkan dalam bentuk ‘electrolytic’. Informasi ini menunjukkan transparansi produsen dalam memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai kandungan gizi produknya.
Dengan adanya klarifikasi dari pakar pangan dan informasi yang jelas dari produsen, diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa penambahan zat besi pada bubur bayi merupakan praktik yang aman dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Konten-konten yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan yang benar dapat menyesatkan dan menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya dan kredibel, serta tidak mudah terprovokasi oleh konten-konten yang viral di media sosial tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Dalam hal pangan dan gizi, konsultasi dengan ahli gizi atau tenaga kesehatan lainnya dapat membantu memberikan informasi yang akurat dan sesuai dengan kebutuhan individu.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para content creator untuk lebih berhati-hati dalam membuat konten, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan pangan. Informasi yang disampaikan harus akurat, berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar, dan tidak menyesatkan masyarakat. Tanggung jawab content creator tidak hanya sebatas membuat konten yang menarik, tetapi juga memastikan bahwa konten tersebut memberikan manfaat dan tidak merugikan orang lain.
Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait juga perlu meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai fortifikasi pangan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti media sosial, televisi, radio, dan kegiatan penyuluhan di masyarakat. Dengan pemahaman yang baik mengenai fortifikasi pangan, masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih produk pangan yang tepat dan memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga memiliki peran penting dalam mengawasi dan memastikan keamanan pangan yang beredar di pasaran. Pengawasan yang ketat terhadap produk pangan, termasuk bubur bayi, perlu terus dilakukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, terutama bayi dan anak-anak.
Dalam era digital ini, informasi mudah sekali menyebar dengan cepat. Oleh karena itu, literasi digital menjadi sangat penting bagi masyarakat agar dapat memilah dan memilih informasi yang benar dan bermanfaat. Masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan untuk mengevaluasi sumber informasi, mengidentifikasi informasi yang bias atau tidak akurat, dan mencari informasi dari sumber yang terpercaya.
Dengan kerjasama antara pemerintah, pakar, content creator yang bertanggung jawab, dan masyarakat yang cerdas, diharapkan kasus-kasus serupa tidak terulang kembali dan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya mengenai pangan dan gizi. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama, dan informasi yang benar adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.
Ke depan, diharapkan platform media sosial juga dapat lebih berperan aktif dalam memverifikasi dan memfilter konten-konten yang berpotensi menyesatkan atau membahayakan masyarakat. Algoritma yang lebih cerdas dan mekanisme pelaporan yang efektif dapat membantu mengurangi penyebaran informasi yang salah dan meningkatkan kualitas konten yang beredar di platform tersebut.
Penting juga untuk diingat bahwa setiap individu memiliki peran dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan positif. Dengan berbagi informasi yang akurat dan terpercaya, serta melaporkan konten-konten yang berpotensi menyesatkan, kita dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih cerdas dan sehat.
Sebagai penutup, mari kita jadikan kasus ini sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai pangan dan gizi, serta memperkuat kerjasama antara semua pihak dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan positif. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat adalah tanggung jawab kita bersama.