Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tengah berjuang keras melawan wabah campak yang telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Di tengah upaya masif pemerintah daerah untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular ini, tantangan besar masih menghadang: penolakan imunisasi dari sebagian orang tua. Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat imunisasi adalah langkah preventif paling efektif untuk melindungi anak-anak dari bahaya campak dan komplikasinya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Sumenep, drg. Ellya Fardasah, M.Kes., mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah media gathering daring yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI pada Selasa, 26 Agustus 2025. "Masih ada (orang tua yang menolak)," ujarnya, menegaskan bahwa resistensi terhadap imunisasi campak masih menjadi kendala signifikan dalam upaya penanggulangan KLB di wilayahnya.
Penolakan ini bukan hanya sekadar angka statistik, melainkan representasi dari kompleksitas permasalahan yang melibatkan berbagai faktor, mulai dari misinformasi, kekhawatiran akan efek samping, hingga isu-isu agama dan keyakinan. Dinkes Sumenep menyadari bahwa mengatasi penolakan imunisasi membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak.
Upaya Kolaboratif Mengatasi Resistensi Imunisasi
Menyadari pentingnya sinergi lintas sektor, Dinkes Sumenep telah menggandeng berbagai Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, WHO, dan UNICEF, untuk bersama-sama memberikan edukasi yang tepat dan akurat kepada masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah yang menunjukkan penolakan terhadap imunisasi.
Kerja sama dengan Kementerian Agama bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai imunisasi dari perspektif agama, menghilangkan keraguan dan kekhawatiran terkait kehalalan dan keamanan vaksin. Sementara itu, kolaborasi dengan Dinas Pendidikan difokuskan pada penyebaran informasi yang komprehensif mengenai pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak dan pencegahan penyakit menular di lingkungan sekolah.
WHO dan UNICEF, sebagai organisasi kesehatan internasional, memberikan dukungan teknis dan keahlian dalam program imunisasi, termasuk pelatihan bagi tenaga kesehatan, penyediaan vaksin berkualitas, dan pengembangan strategi komunikasi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat imunisasi.
Melawan Misinformasi dan Hoaks
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi adalah peredaran misinformasi dan hoaks yang meresahkan masyarakat. "Isu-isu (hoaks) yang dikembangkan, digoreng-goreng itu yang bikin masyarakat itu takut. Bahkan kemarin itu ada yang menyampaikan (anak) yang meninggal itu karena telah imunisasi (campak)," ungkap drg. Ellya.
Klaim palsu dan tidak berdasar seperti ini dapat dengan mudah menyebar melalui media sosial dan platform online lainnya, menciptakan ketakutan dan keraguan di kalangan orang tua. Oleh karena itu, Dinkes Sumenep berupaya aktif melawan misinformasi dengan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk media massa, media sosial, dan kegiatan penyuluhan langsung di masyarakat.
Selain itu, Dinkes Sumenep juga bekerja sama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan influencer untuk menyebarkan pesan-pesan positif tentang imunisasi dan membantah hoaks yang beredar. Pendekatan ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak orang dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi.
Memahami Akar Permasalahan Penolakan Imunisasi
Dinkes Sumenep menyadari bahwa penolakan imunisasi tidak selalu didasari oleh alasan yang sama. Untuk itu, pendekatan yang dilakukan bersifat personal dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu atau kelompok masyarakat. "Kita lihat dulu permasalahannya di sana (sekolah) itu apa. Apakah takut efek samping seperti demam, apakah takut halal atau tidak aman, kami petakan dulu," jelas drg. Ellya.
Dengan memahami akar permasalahan yang mendasari penolakan imunisasi, Dinkes Sumenep dapat memberikan penjelasan yang tepat dan mengatasi kekhawatiran yang ada. Misalnya, jika orang tua khawatir tentang efek samping imunisasi, petugas kesehatan akan memberikan informasi yang jelas mengenai efek samping yang umum terjadi, seperti demam ringan atau nyeri di tempat suntikan, serta cara mengatasinya.
Jika orang tua ragu mengenai kehalalan vaksin, petugas kesehatan akan memberikan penjelasan mengenai proses produksi vaksin yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga yang berwenang. Dengan pendekatan yang personal dan empatik, diharapkan orang tua dapat memahami pentingnya imunisasi dan mengambil keputusan yang tepat untuk melindungi kesehatan anak-anak mereka.
Respons Cepat Pemerintah Daerah dalam Menangani KLB Campak
Menyadari urgensi situasi KLB campak, Pemerintah Kabupaten Sumenep mengambil langkah cepat dengan menginisiasi pelaksanaan imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) campak. Inisiatif ini merupakan respons langsung terhadap peningkatan kasus campak yang signifikan di wilayah tersebut.
Sebagai langkah awal, Pemkab Sumenep telah menandatangani Surat Edaran 400.7/191/102.5/2025 tentang Pelaksanaan Outbreak Response Immonization (ORI) Campak di Kabupaten Sumenep. Surat edaran ini menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan ORI campak secara serentak di seluruh wilayah kabupaten.
Dalam pelaksanaannya, Pemkab Sumenep menyasar 26 puskesmas untuk melakukan ORI campak secara serentak. Puskesmas merupakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga peran mereka sangat penting dalam menjangkau seluruh anak-anak yang rentan terhadap campak.
Analisis Kasus Campak di Sumenep
Data epidemiologi yang dihimpun oleh Dinkes Sumenep menunjukkan bahwa mayoritas kasus campak terjadi pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi. "Dari total 17 kasus meninggal (di Sumenep) terdapat 3 kasus dengan hasil laboratorium positif campak, sedangkan kasus lainnya merupakan campak klinis," ungkap drg. Ellya.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa sebagian besar kasus campak juga disertai dengan komplikasi serius. "Mayoritas kasus tidak mendapatkan imunisasi dan tidak melakukan pemeriksaan specimen di laboratorium. Mayoritas kasus juga mengalami kasus komplikasi seperti bronkopneumonia (88 persen), GEA (35 persen), malnutrisi (6 persen), TB (6 persen), dan anemia 6 persen," lanjutnya.
Data ini menegaskan pentingnya imunisasi sebagai langkah preventif untuk mencegah campak dan komplikasinya. Selain itu, pemeriksaan laboratorium juga penting untuk memastikan diagnosis yang akurat dan memberikan penanganan yang tepat.
Tren Penurunan Kasus Campak di Sumenep
Meskipun masih menghadapi tantangan penolakan imunisasi, upaya penanggulangan KLB campak di Sumenep menunjukkan hasil yang menggembirakan. Sampai pekan keempat Agustus 2025, drg. Ellya menegaskan bahwa angka infeksi campak di Sumenep terbilang menurun. Ini juga berdampak pada menurunnya angka pasien campak yang dirawat di rumah sakit.
"Pada minggu ini, ada penurunan dari kasus campak. Di beberapa Puskesmas dan rumah sakit itu tidak sampai 200 orang (yang dirawat). Terakhir kemarin kami sudah koordinasi dengan rumah sakit dan Puskesmas, kondisi (pasien) stabil," tutupnya.
Penurunan kasus campak ini merupakan hasil dari upaya kolektif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, hingga masyarakat itu sendiri. Namun, pekerjaan belum selesai. Dinkes Sumenep akan terus berupaya meningkatkan cakupan imunisasi dan memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat untuk mencegah penyebaran campak di masa mendatang.
Kesimpulan
KLB campak di Sumenep menjadi pengingat akan pentingnya imunisasi sebagai langkah preventif untuk melindungi anak-anak dari penyakit menular. Meskipun masih ada tantangan penolakan imunisasi, upaya kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak menunjukkan hasil yang positif dalam menurunkan angka kasus campak.
Pemerintah daerah, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, dan masyarakat perlu terus bekerja sama untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat. Dengan demikian, diharapkan Sumenep dapat terbebas dari wabah campak dan anak-anak dapat tumbuh sehat dan terlindungi.