MBG Diminta Disetop Sementara Buntut Ratusan Anak Keracunan, BPOM Buka Suara

  • Maskobus
  • Sep 22, 2025

Gelombang kekhawatiran dan tuntutan evaluasi terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin menguat, menyusul laporan mengenai ratusan anak yang diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjadi salah satu pihak yang lantang menyuarakan perlunya penghentian sementara program MBG, sembari mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap seluruh aspek implementasi program.

"KPAI mengusulkan untuk menghentikan sementara, sampai benar-benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat BGN (Badan Gizi Nasional) benar-benar dilaksanakan dengan baik," tegas Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, dalam keterangan resminya pada Sabtu, 20 September 2025. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam KPAI terhadap potensi risiko yang ditimbulkan oleh program MBG jika tidak ada perbaikan signifikan dalam mekanisme pengawasan dan pengendalian kualitas makanan.

Menanggapi desakan tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, menyatakan komitmennya untuk melakukan perbaikan menyeluruh terhadap proses pembuatan makanan hingga pendistribusian dalam program MBG. BPOM RI, sebagai lembaga yang memiliki mandat untuk mengawasi keamanan dan mutu pangan, menyadari sepenuhnya tanggung jawabnya dalam memastikan program MBG berjalan sesuai standar kesehatan dan keselamatan.

"Badan POM sebagai pembantu Presiden tentu akan mendukung secara maksimal pelayanan ini (MBG). Ada hal-hal yang terjadi (keracunan), yang belum sesuai yang kita harapkan, ya kami akan perbaiki, memperbaiki diri," ujar Ikrar kepada awak media di kantor BPOM RI, Jakarta Pusat, pada Senin, 22 September 2025. Pernyataan ini mengindikasikan kesediaan BPOM RI untuk mengakui adanya kekurangan dalam implementasi program MBG dan berupaya untuk memperbaikinya.

BPOM RI memiliki peran krusial dalam mengawal program MBG. Lembaga ini bertugas melakukan pengawasan menyeluruh dan terintegrasi terhadap keamanan, mutu, dan manfaat pangan yang disajikan dalam program tersebut. Pengawasan ini mencakup seluruh rantai pasok, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, pengemasan, penyimpanan, hingga pendistribusian makanan kepada anak-anak. Selain itu, BPOM RI juga bertanggung jawab untuk melakukan penindakan terhadap potensi masalah keamanan pangan dan memberdayakan masyarakat terkait makanan aman dan bergizi.

MBG Diminta Disetop Sementara Buntut Ratusan Anak Keracunan, BPOM Buka Suara

Namun, insiden keracunan yang menimpa ratusan anak menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPOM RI belum sepenuhnya efektif. Hal ini memicu pertanyaan mengenai efektivitas sistem pengawasan yang ada, serta kemampuan BPOM RI dalam mendeteksi dan mencegah potensi masalah keamanan pangan dalam program MBG.

Sebelumnya, KPAI, CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives), dan WVI (Wahana Visi Indonesia) telah melakukan survei terhadap suara anak terkait program Makan Bergizi Gratis. Survei yang dilaksanakan di 12 provinsi dengan melibatkan 1.624 responden anak dan anak disabilitas ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran langsung mengenai pengalaman anak-anak dalam program MBG, serta mengidentifikasi potensi masalah yang perlu diperbaiki. Survei ini dilaksanakan pada periode 14 April hingga 23 Agustus 2025.

Hasil survei tersebut mengungkap beberapa temuan penting yang mengkhawatirkan. Salah satunya terkait kualitas makanan MBG yang dinilai buruk oleh sebagian responden. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa dari 1.624 responden anak, terdapat 583 anak yang menerima makanan MBG dalam kondisi rusak, berbau, dan bahkan basi. Lebih ironis lagi, 11 responden menyatakan bahwa meskipun makanan tersebut sudah rusak, berbau, dan basi, mereka tetap mengonsumsinya karena berbagai alasan, seperti tidak ada pilihan lain atau merasa lapar.

Temuan ini sangat memprihatinkan karena menunjukkan bahwa program MBG, yang seharusnya memberikan makanan bergizi dan aman bagi anak-anak, justru berpotensi membahayakan kesehatan mereka. Makanan yang rusak, berbau, dan basi dapat mengandung bakteri atau zat berbahaya yang dapat menyebabkan keracunan, gangguan pencernaan, dan masalah kesehatan lainnya.

Selain masalah kualitas makanan, survei tersebut juga menyoroti beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi program MBG. Di antaranya adalah kurangnya variasi menu makanan, porsi makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak, serta kurangnya informasi mengenai kandungan gizi makanan.

Menanggapi temuan-temuan tersebut, KPAI mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Evaluasi ini harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk BPOM RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta organisasi masyarakat sipil yang peduli terhadap isu anak.

KPAI juga merekomendasikan beberapa langkah perbaikan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan program MBG. Di antaranya adalah:

  1. Memperketat pengawasan terhadap kualitas makanan MBG. BPOM RI harus meningkatkan frekuensi dan intensitas inspeksi terhadap produsen makanan, distributor, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam rantai pasok program MBG. Selain itu, perlu dilakukan pengujian laboratorium secara berkala terhadap sampel makanan untuk memastikan tidak mengandung zat berbahaya atau bakteri yang dapat menyebabkan keracunan.

  2. Meningkatkan kualitas bahan baku makanan MBG. Pemerintah harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan untuk membuat makanan MBG berasal dari sumber yang terpercaya dan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Selain itu, perlu diupayakan penggunaan bahan baku lokal yang segar dan bergizi untuk mendukung perekonomian petani lokal.

  3. Memperbaiki proses produksi dan pengemasan makanan MBG. Proses produksi makanan MBG harus dilakukan sesuai dengan standar kebersihan dan sanitasi yang ketat. Selain itu, perlu digunakan kemasan yang aman dan kedap udara untuk mencegah kontaminasi makanan.

  4. Meningkatkan variasi menu makanan MBG. Menu makanan MBG harus dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan gizi anak-anak. Selain itu, perlu diupayakan variasi menu yang menarik dan disukai oleh anak-anak agar mereka tidak bosan dan tetap bersemangat untuk mengonsumsi makanan MBG.

  5. Menyesuaikan porsi makanan MBG dengan kebutuhan anak. Porsi makanan MBG harus disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik anak-anak. Hal ini penting untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka.

  6. Memberikan informasi yang jelas mengenai kandungan gizi makanan MBG. Informasi mengenai kandungan gizi makanan MBG harus disampaikan secara jelas dan mudah dipahami oleh anak-anak dan orang tua. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran mereka mengenai pentingnya makanan bergizi bagi kesehatan.

  7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan program MBG. Masyarakat perlu dilibatkan dalam pengawasan program MBG untuk memastikan bahwa program ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Masyarakat dapat memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk perbaikan program MBG.

Selain langkah-langkah tersebut, KPAI juga menekankan pentingnya peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah terkait dalam implementasi program MBG. Koordinasi yang baik akan memastikan bahwa program MBG berjalan secara efektif dan efisien, serta memberikan manfaat yang optimal bagi anak-anak Indonesia.

Insiden keracunan yang menimpa ratusan anak merupakan peringatan keras bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk lebih serius dalam mengelola program Makan Bergizi Gratis. Program yang seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi masalah gizi buruk pada anak-anak, justru berpotensi membahayakan kesehatan mereka jika tidak dikelola dengan baik.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah perbaikan yang komprehensif untuk memastikan bahwa program MBG benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi anak-anak Indonesia. Keamanan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas utama dalam implementasi program ini.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :