Kisah seorang dokter di Bandung Barat yang viral di TikTok, dr. Mariska Haris, menyoroti kebiasaan makan seblak yang berlebihan pada pasien mudanya dan potensi dampaknya terhadap stunting. Pasien berusia 21 tahun tersebut mengaku mengonsumsi seblak setiap hari, bahkan bisa dua kali sehari, sementara asupan nasi sangat minim. Akibatnya, ia mengalami keluhan demam, mual, muntah, nyeri perut, hingga kehilangan nafsu makan. Dokter Mariska mendiagnosis pasien tersebut mengalami gastritis erosif, atau peradangan pada lambung, setelah observasi selama 14 jam. Unggahan ini memicu perdebatan warganet, terutama setelah dr. Mariska menyinggung risiko stunting akibat pola makan yang tidak seimbang ini. "Speechless saya.. Pantes anak2 Indonesia byk yg stunting, kalo calon ibunya modelnya kaya gini semua," tulisnya di TikTok.
Seblak, hidangan khas Sunda yang terbuat dari kerupuk rebus dengan bumbu kencur dan rasa pedas, seringkali ditambahkan topping seperti telur, bakso, sosis, atau sayuran. Secara gizi, satu porsi seblak (200 gram) memiliki kandungan nutrisi yang bervariasi tergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Namun, pada dasarnya, seblak seringkali tinggi karbohidrat dan lemak, namun rendah protein dan serat, terutama jika hanya terdiri dari kerupuk dan bumbu. Kandungan nutrisi dan kalori pada seblak sangat dipengaruhi oleh isi atau topping yang digunakan. Penambahan sayuran dapat meningkatkan kandungan serat dan vitamin, sementara penambahan protein hewani seperti telur atau bakso dapat meningkatkan kandungan protein.
Lantas, apa yang membuat seblak berpotensi tidak sehat? Selama dikonsumsi dalam porsi wajar dan dengan memperhatikan komposisi nutrisi, seblak relatif aman. Namun, konsumsi berlebihan dapat menimbulkan masalah kesehatan karena beberapa faktor. Pertama, kandungan kolesterol. Kolesterol adalah senyawa yang dibutuhkan tubuh untuk berbagai fungsi, namun asupan berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Jurnal Ilmu Kesehatan Umum menyebutkan bahwa satu mangkuk seblak dengan berbagai topping dapat mengandung hingga 300 mg kolesterol. Hal ini perlu diperhatikan, terutama bagi individu yang memiliki riwayat penyakit jantung atau kadar kolesterol tinggi.
Kedua, kandungan natrium. Seblak seringkali menggunakan MSG (Mono Sodium Glutamat), frozen food, dan ultra-processed food yang tinggi natrium. Bahan utama seblak, yaitu kerupuk, juga mengandung natrium tinggi. Padahal, Angka Kecukupan Gizi (AKG) natrium untuk orang dewasa hanya 1.500 mg per hari. Konsumsi natrium berlebih dapat meningkatkan risiko hipertensi, seperti yang disebutkan dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan. Penggunaan garam dan penyedap rasa yang berlebihan dalam pembuatan seblak juga berkontribusi pada tingginya kandungan natrium.
Ketiga, kandungan kalori. Spesialis penyakit dalam dr. Aru Ariadno, SpPD, menjelaskan bahwa seblak umumnya mengandung kalori yang tinggi. Pembatasan asupan kalori per hari diperlukan untuk mencegah obesitas. Selain itu, penggunaan bumbu pedas yang berlebihan dapat menyebabkan gastritis erosif (peradangan lapisan lambung). "Makan seblak yang berlebihan memang bisa menyebabkan seseorang mengalami gastritis erosive," tutur dr. Aru Ariadno. Rasa pedas yang kuat berasal dari capsaicin, senyawa yang dapat mengiritasi lapisan lambung jika dikonsumsi berlebihan.
Kaitan antara kebiasaan makan seblak dan stunting terletak pada kurangnya pengetahuan calon ibu mengenai asupan gizi yang seimbang. Pernyataan dr. Mariska Haris mengenai risiko stunting jika calon ibu sering makan seblak setiap hari menggarisbawahi pentingnya edukasi gizi. Pasien berusia 21 tahun yang ditangani dr. Mariska menunjukkan kurangnya pemahaman tentang nutrisi, yang tercermin dari kebiasaannya mengonsumsi seblak setiap hari dan jarang makan nasi.
Konsumsi seblak setiap hari dapat menyebabkan asupan gizi yang tidak seimbang, sehingga kebutuhan gizi tidak terpenuhi. Salah satu nutrisi penting yang seringkali kurang adalah zat besi, yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Sel darah merah berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru dan zat gizi dari usus ke seluruh tubuh. Kebutuhan zat besi bagi wanita lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 18 mg per hari, karena wanita mengalami menstruasi. Hal ini membuat wanita lebih berisiko mengalami anemia. Sumber zat besi yang baik meliputi daging merah, hati, sayuran hijau, dan kacang-kacangan.
Kekurangan zat besi yang berkelanjutan dapat menyebabkan anemia. Jika tidak diatasi, dapat berlanjut menjadi anemia kehamilan. Ibu hamil yang mengalami anemia memiliki jumlah sel darah merah yang sedikit, sehingga oksigen dan zat gizi yang dibawa ke janin juga lebih sedikit. Hal ini berdampak pada pertumbuhan janin, meningkatkan risiko berat lahir rendah dan gangguan perkembangan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, yang menyebabkan anak lebih pendek dari standar usianya.
Oleh karena itu, penting bagi wanita usia subur dan ibu hamil untuk memperhatikan asupan gizi yang seimbang. Konsumsi seblak sesekali tidak menjadi masalah, namun perlu diimbangi dengan makanan bergizi lainnya, seperti nasi, sayuran, buah-buahan, dan sumber protein hewani maupun nabati. Selain itu, penting untuk mengurangi penggunaan MSG, garam, dan bumbu pedas yang berlebihan. Edukasi mengenai gizi seimbang sangat penting untuk mencegah anemia pada ibu hamil dan menurunkan risiko stunting pada anak.
Selain zat besi, nutrisi lain yang penting untuk mencegah stunting adalah protein, kalsium, vitamin D, dan asam folat. Protein berperan dalam pembentukan jaringan tubuh, kalsium dan vitamin D penting untuk pertumbuhan tulang, dan asam folat penting untuk mencegah cacat lahir pada bayi. Sumber protein yang baik meliputi daging, telur, ikan, kacang-kacangan, dan tahu tempe. Sumber kalsium yang baik meliputi susu, keju, yogurt, dan sayuran hijau. Sumber vitamin D yang baik meliputi ikan berlemak, telur, dan produk susu yang difortifikasi. Sumber asam folat yang baik meliputi sayuran hijau, buah-buahan, dan kacang-kacangan.
Penting untuk diingat bahwa stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Anak yang mengalami stunting memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kognitif dan fisik, yang dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan bekerja di masa depan. Oleh karena itu, pencegahan stunting merupakan investasi penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kemajuan bangsa.
Selain edukasi gizi, intervensi lain yang penting untuk mencegah stunting adalah peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik, pemberian makanan tambahan yang bergizi pada ibu hamil dan anak-anak, serta peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah stunting dan menciptakan generasi yang sehat dan cerdas.
Dalam konteks kebiasaan makan seblak, pesan yang perlu ditekankan adalah konsumsi yang bijak dan seimbang. Seblak boleh dinikmati sesekali, namun jangan sampai menggantikan makanan bergizi lainnya yang dibutuhkan tubuh. Pilihlah topping yang sehat, kurangi penggunaan MSG dan garam, dan perhatikan porsi yang dikonsumsi. Ingatlah bahwa kesehatan ibu dan anak adalah investasi masa depan bangsa.
Sebagai penutup, kisah viral tentang seblak dan stunting ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi yang seimbang, terutama bagi wanita usia subur dan ibu hamil. Edukasi gizi yang baik, akses terhadap makanan bergizi, dan pelayanan kesehatan yang memadai merupakan kunci untuk mencegah stunting dan menciptakan generasi yang sehat dan cerdas. Mari kita jadikan seblak sebagai bagian dari menu yang beragam dan bergizi, bukan sebagai penyebab masalah kesehatan yang serius.