Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa teknologi harus inklusif, dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua orang tanpa terkecuali. Hal ini mencakup masyarakat yang tinggal di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) serta penyandang disabilitas, yang seringkali menghadapi tantangan unik dalam mengakses dan menggunakan teknologi. Kedaulatan digital yang sejati, menurut Meutya, hanya dapat diwujudkan jika teknologi menjadi hak bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.
"Tidak ada persatuan tanpa melibatkan teman-teman atau keluarga kita para penyandang disabilitas," ujar Meutya dalam sambutannya di acara Penganugerahan Kompetisi Nasional Inklusi Digital 2025 di Jakarta, Jumat (22/8/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya inklusi digital sebagai pilar utama dalam membangun masyarakat digital yang adil dan setara. Inklusi digital bukan hanya tentang menyediakan akses internet, tetapi juga tentang memastikan bahwa semua orang memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi penuh dalam ekonomi digital.
Berdasarkan data yang diungkapkan oleh Meutya, sekitar 22,97 juta jiwa atau 5,5% dari populasi Indonesia adalah penyandang disabilitas. Angka ini bukan hanya cerminan tantangan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas, tetapi juga peluang besar untuk melahirkan talenta digital baru yang inovatif dan kreatif. Meutya menekankan bahwa digitalisasi membuka ruang luas bagi penyandang disabilitas untuk berkompetisi secara setara, menunjukkan potensi terbaik mereka, dan memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.
Untuk mengilustrasikan potensi besar yang dimiliki oleh penyandang disabilitas dalam bidang teknologi, Meutya mengingatkan publik pada sosok Vinton Cerf, salah satu perancang protokol TCP/IP yang menjadi fondasi internet modern. Sebagai informasi, Cerf merupakan penyandang disabilitas pendengaran yang berhasil mengubah dunia melalui inovasi teknologi. Kisah Cerf adalah bukti nyata bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mencapai kesuksesan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Menurut Meutya, kisah Vinton Cerf menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk membuka ruang yang lebih luas bagi penyandang disabilitas agar dapat berkontribusi dalam dunia digital. Pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung, di mana penyandang disabilitas memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, pelatihan, dan kesempatan kerja di bidang teknologi. Hal ini mencakup penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang aksesibel, pengembangan kurikulum yang inklusif, serta promosi kesadaran dan pemahaman tentang disabilitas di kalangan masyarakat.
"Kisah Vinton Cerf membuktikan bahwa keterbatasan bukan hambatan. Justru dari pengalaman keterbatasan lahir solusi yang membuat dunia lebih terhubung," jelas Meutya. Pengalaman hidup sebagai penyandang disabilitas seringkali memberikan perspektif unik dan berharga dalam memecahkan masalah dan menciptakan solusi inovatif. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam proses desain dan pengembangan teknologi, sehingga teknologi yang dihasilkan benar-benar relevan dan bermanfaat bagi semua orang.
Sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap inklusi digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) telah menjalankan program 10.000 Desa Digital. Program ini bertujuan untuk menyediakan akses internet di seluruh pelosok Indonesia, terutama di wilayah 3T. Terhitung hingga Juli 2025, program ini telah menjangkau 4.000 desa dan menghubungkan 3,8 juta warga ke layanan digital.
Kehadiran akses internet sampai ke pelosok Tanah Air diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian digital dan mengakselerasi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi terkini. Dengan adanya akses internet, masyarakat di daerah 3T dapat mengakses informasi, pendidikan, dan layanan kesehatan secara online. Mereka juga dapat memanfaatkan platform digital untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan meningkatkan pendapatan mereka.
Untuk melibatkan peran penyandang disabilitas dalam ekosistem digital, Bakti menggelar Kompetisi Nasional Inklusi Digital 2025 yang tahun ini diikuti lebih dari 2.600 peserta, termasuk dari kalangan disabilitas dan masyarakat 3T. Kompetisi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendukung talenta digital dari seluruh Indonesia, khususnya mereka yang berasal dari kelompok marginal. Melalui kompetisi ini, para peserta dapat menunjukkan kemampuan mereka dalam mengembangkan aplikasi, platform, dan solusi digital yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat.
"Digitalisasi membuka ruang luas bagi teman-teman disabilitas dan masyarakat 3T untuk berkompetisi secara setara, menunjukkan potensi terbaiknya, dan memberi kontribusi nyata bagi bangsa," kata Meutya. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung inklusi digital melalui berbagai program dan inisiatif, termasuk penyediaan akses internet yang terjangkau, pengembangan keterampilan digital, serta promosi kesadaran dan pemahaman tentang disabilitas.
Penting untuk diingat bahwa inklusi digital bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan individu memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan mendukung bagi semua orang. Dengan bekerja sama, kita dapat memastikan bahwa teknologi menjadi kekuatan pendorong untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.
Lebih lanjut, Meutya juga menyoroti pentingnya literasi digital bagi penyandang disabilitas. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan komputer atau smartphone, tetapi juga tentang kemampuan memahami dan mengevaluasi informasi online, serta kemampuan menggunakan teknologi secara aman dan bertanggung jawab. Pemerintah perlu menyediakan pelatihan dan pendidikan literasi digital yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan penyandang disabilitas.
Selain itu, Meutya juga menekankan pentingnya aksesibilitas dalam desain dan pengembangan teknologi. Aksesibilitas berarti bahwa teknologi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Hal ini mencakup penyediaan fitur-fitur seperti teks alternatif untuk gambar, transkrip untuk video, dan opsi untuk mengubah ukuran font dan kontras warna.
Pemerintah perlu mendorong sektor swasta untuk mengadopsi prinsip-prinsip aksesibilitas dalam desain dan pengembangan produk dan layanan digital mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian insentif, pelatihan, dan sertifikasi aksesibilitas. Dengan memastikan bahwa teknologi aksesibel, kita dapat membuka peluang yang lebih besar bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital.
Selain itu, Meutya juga menyoroti pentingnya dukungan keluarga dan masyarakat bagi penyandang disabilitas. Keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional, sosial, dan ekonomi bagi penyandang disabilitas. Pemerintah perlu bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk memberikan pelatihan dan dukungan bagi keluarga dan masyarakat agar mereka dapat mendukung penyandang disabilitas secara efektif.
Pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang disabilitas di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye publik, pendidikan, dan pelatihan. Dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang disabilitas, kita dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah.
Terakhir, Meutya menekankan bahwa inklusi digital adalah investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia. Dengan memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, kita dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi. Inklusi digital bukan hanya tentang membantu penyandang disabilitas, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih adil, setara, dan sejahtera bagi semua.