Indonesia menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah, dengan produksi mencapai 143 ribu ton per hari. Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini, terutama menyoroti kontribusi signifikan dari food waste atau sampah makanan. Pernyataan ini disampaikan dalam acara kumparan Green Initiative Conference 2025 yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Kamis (18/9/2025).
"Sampah kita 143.000 ton per hari. Kalikan saja 365 hari, berapa juta ton itu nanti sampah kita," ujar Menteri Hanif. Ia menambahkan bahwa dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh stafnya di berbagai kabupaten/kota, pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah masih sangat minim, yaitu kurang dari 15%. Akibatnya, jutaan ton sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau bahkan mencemari sungai-sungai.
Menteri Hanif menjelaskan bahwa teknologi Waste to Energy (WtE), yang diharapkan dapat menjadi solusi, hanya mampu mengurangi sekitar 20 ribu ton sampah per hari. Efektivitas teknologi ini terhambat oleh tingginya kandungan food waste dalam komposisi sampah. "Waste to Energy itu minimal sampah yang tersedia harus 1.000 ton yang bersihnya. Maka sampah yang kotornya harus 2.000 ton. Karena hampir 40 sampai 50% sampah kita adalah food waste," jelasnya.
Dampak Food Waste Terhadap Lingkungan dan Ekonomi
Persoalan food waste bukan hanya sekadar masalah lingkungan, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi dan sosial yang luas. Food waste mencerminkan pemborosan sumber daya alam yang digunakan untuk produksi pangan, seperti air, lahan, energi, dan pupuk. Selain itu, pembusukan sampah makanan di TPA menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida dalam memerangkap panas di atmosfer, sehingga mempercepat perubahan iklim.
Secara ekonomi, food waste merupakan kerugian bagi petani, produsen, distributor, dan konsumen. Makanan yang terbuang sia-sia berarti hilangnya potensi pendapatan dan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok pangan. Lebih jauh lagi, food waste dapat memperburuk masalah ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang kesulitan mengakses makanan bergizi.
Perlunya Perubahan Perilaku Konsumsi
Menyadari dampak negatif food waste, Menteri Hanif menekankan pentingnya perubahan perilaku konsumsi masyarakat. Ia mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam membeli dan mengonsumsi makanan, menghindari pembelian berlebihan yang berujung pada pembuangan. "Makanya ditanya, apa sih langkah baik untuk mengelola lingkungan kita? Saya titip hari ini, kalau makan seadanya. Kalau punya duit banyak enggak masalah, kita enggak iri. Tetapi belilah secukupnya," imbaunya.
Ajakan ini bukan hanya ditujukan kepada individu, tetapi juga kepada pelaku usaha di sektor pangan, seperti restoran, hotel, dan supermarket. Mereka diharapkan dapat menerapkan praktik-praktik yang mengurangi food waste, seperti mengoptimalkan manajemen inventaris, menawarkan porsi makanan yang lebih kecil, dan mendonasikan makanan yang layak konsumsi kepada yang membutuhkan.
Membangun Ekonomi Sirkular untuk Pengelolaan Sampah Berkelanjutan
Selain mengurangi food waste, Menteri Hanif juga menekankan perlunya membangun ekonomi sirkular atau ekonomi hijau sebagai solusi jangka panjang untuk pengelolaan sampah. Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang bertujuan untuk meminimalkan limbah dan memaksimalkan penggunaan sumber daya. Dalam konteks pengelolaan sampah, ekonomi sirkular berarti mengubah sampah menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi.
"Semakin banyak sampah, maka semakin banyak masalah. Sehingga bagaimana 100.000 ton per hari ini harus kita pikirkan bersama. Maka tidak lain tidak bukan kita wajib membangun circular economy, ekonomi hijaunya, ekonomi yang mampu mengolah kembali sampah, mereduksi sampahnya menjadi kegiatan yang berbasis ekonomi," tegas Menteri Hanif.
Beberapa contoh praktik ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah antara lain:
- Daur ulang: Mengolah sampah menjadi bahan baku baru, seperti mendaur ulang botol plastik menjadi serat tekstil atau kertas bekas menjadi kertas daur ulang.
- Pengomposan: Mengubah sampah organik, termasuk food waste, menjadi kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk alami.
- Produksi energi dari sampah: Menggunakan teknologi WtE untuk menghasilkan energi dari sampah yang tidak dapat didaur ulang.
- Desain produk yang ramah lingkungan: Merancang produk yang mudah didaur ulang, tahan lama, dan menggunakan bahan-bahan yang berkelanjutan.
Peran Pemerintah dan Swasta dalam Mendukung Ekonomi Sirkular
Untuk mewujudkan ekonomi sirkular, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan regulasi yang mendukung daur ulang dan pengurangan sampah, memberikan insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan praktik ekonomi sirkular, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Sektor swasta juga memiliki peran krusial dalam mengembangkan teknologi dan model bisnis yang inovatif untuk mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomi. Selain itu, perusahaan-perusahaan dapat berkontribusi dengan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan dalam operasional mereka, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mengelola limbah dengan bertanggung jawab.
Kumparan Green Initiative Conference 2025: Mendorong Transisi Energi Hijau
Kumparan Green Initiative Conference 2025 hadir sebagai platform penting untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan praktik-praktik berkelanjutan di Indonesia. Konferensi ini mengusung tema "Green Transition for Energy Sovereignty and National Industrial Revival," yang menekankan pentingnya transisi menuju ekonomi hijau untuk mencapai kemandirian energi dan membangkitkan industri nasional.
Acara ini tidak hanya menyajikan diskusi inspiratif dari para ahli dan praktisi di bidang energi dan lingkungan, tetapi juga menerjemahkan komitmen peduli lingkungan ke dalam serangkaian aksi nyata. Salah satu contohnya adalah penerapan praktik-praktik pro-lingkungan dalam setiap aspek penyelenggaraan konferensi, seperti penggunaan bahan-bahan daur ulang, pengurangan penggunaan kertas, dan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Kumparan Green Initiative Conference 2025 diselenggarakan pada 17-18 September 2025 di Hotel Borobudur Jakarta, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Konferensi ini diharapkan dapat menjadi katalisator bagi perubahan menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.
Kesimpulan
Masalah sampah di Indonesia, terutama food waste, merupakan tantangan kompleks yang memerlukan solusi komprehensif dan kolaboratif. Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq telah mengidentifikasi akar masalah dan menawarkan solusi yang relevan, yaitu perubahan perilaku konsumsi dan pembangunan ekonomi sirkular.
Dengan mengurangi food waste dan mengubah sampah menjadi sumber daya bernilai ekonomi, Indonesia dapat mengurangi beban lingkungan, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan menciptakan lapangan kerja baru. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kumparan Green Initiative Conference 2025 merupakan langkah positif dalam mendorong transisi menuju ekonomi hijau dan pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Indonesia. Melalui kolaborasi dan inovasi, Indonesia dapat mengatasi masalah sampah dan membangun masa depan yang lebih bersih, sehat, dan sejahtera.