Menteri LH soal Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir Bali: DAS Berpohon Sisa 3%

  • Maskobus
  • Sep 13, 2025

Banjir yang melanda Bali pada Rabu, 10 September 2025, menjadi sorotan tajam terkait tata ruang dan pengelolaan lingkungan di Pulau Dewata. Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa kombinasi cuaca ekstrem dan alih fungsi lahan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi faktor krusial penyebab bencana tersebut. Pernyataan ini disampaikan usai Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Banjir di Rumah Jabatan Gubernur Bali pada Sabtu, 13 September 2025.

Menurut Menteri Hanif, kondisi DAS di Bali sangat memprihatinkan. Luas DAS yang seharusnya berfungsi sebagai area resapan air, yang idealnya memiliki tutupan pohon minimal 30%, kini hanya menyisakan 3% saja. Dari total 49.500 hektare luas DAS di Bali, yang meliputi DAS Ayung beserta sub-DAS seperti DAS Mati, DAS Badung, dan DAS Padu, hanya sekitar 1.500 hektare yang masih memiliki tutupan pohon.

"Bahwa DAS di Bali itu ada Ayung, di bawahnya ada 4 DAS. Ada DAS Mati, Das Badung, Das Padu. Itu semuanya hulunya Das Ayun dengan jumlah totalnya 49.500 hektare. Kemudian dari 49.500 hektare itu yang ada pohonnya hanya sekitar 1.500 hektare atau boleh dikatakan hanya 3 persen," ungkap Menteri Hanif.

Kondisi ini diperparah dengan alih fungsi lahan yang terus terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tercatat, setidaknya 459 hektare lahan di kawasan DAS telah beralih fungsi menjadi permukiman, pertanian terbuka, pertanian campuran, dan berbagai kegiatan pembangunan lainnya. Menteri Hanif menekankan bahwa angka ini sangat signifikan bagi Bali, mengingat luas hutan yang tersisa sangat terbatas.

Menteri LH soal Alih Fungsi Lahan Penyebab Banjir Bali: DAS Berpohon Sisa 3%

"459 itu untuk pulau lain mungkin kecil, tetapi untuk pulau Bali sangat berarti karena sisa hutannya hanya 1.500 gitu," tegasnya.

Alih fungsi lahan ini berdampak langsung pada kemampuan DAS dalam menampung dan menyerap air hujan. Akibatnya, ketika curah hujan ekstrem melanda, seperti yang terjadi pada 10 September 2025 dengan curah hujan mencapai 247 milimeter per hari dan volume air hujan diperkirakan sekitar 121 juta meter kubik, DAS Ayung tidak mampu menampung volume air yang begitu besar. Selain itu, masalah sedimentasi dan timbunan sampah di saluran sungai dan drainase semakin memperparah situasi, menghambat aliran air dan memicu terjadinya banjir.

Banjir yang melanda Denpasar dan Badung mengakibatkan kerugian material yang signifikan. Pasar Kumbasari, salah satu pasar tradisional terbesar di Denpasar, terendam banjir dan merusak banyak kios pedagang. Selain itu, banjir juga menyebabkan gangguan lalu lintas, kerusakan infrastruktur, dan memaksa evakuasi warga di beberapa wilayah.

Menanggapi situasi ini, Menteri Hanif telah menginstruksikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk segera melakukan pemulihan dan reboisasi di kawasan DAS. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya moratorium pembangunan di kawasan tersebut untuk mencegah alih fungsi lahan lebih lanjut.

"Jadi wajib ditanam," tegas Menteri Hanif terkait upaya reboisasi.

Lebih lanjut, Menteri Hanif mengingatkan bahwa potensi bencana hidrometeorologi masih tinggi di tengah perubahan iklim global. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan ketat terhadap tata ruang dan pengelolaan lingkungan, serta upaya mitigasi bencana yang komprehensif.

"Jadi tadi yang dikatakan, kita semua akan melakukan pengawasan ketat, termasuk upaya dari kita semua untuk menghindari sejauh mungkin konversi-konversi lahan yang tidak diperlukan. Jadi kita harapkan tidak ada lagi konversi-konversi lahan untuk kegiatan terbangun, seperti vila, cottage, dan lain-lain yang akan mengganggu serapan," jelasnya.

Pernyataan Menteri Hanif ini menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dan tata ruang yang berkelanjutan di Bali. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali, ditambah dengan dampak perubahan iklim, dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi dan mengancam keberlangsungan pariwisata serta kesejahteraan masyarakat Bali.

Analisis Mendalam dan Rekomendasi

Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup mengenai kondisi DAS di Bali yang memprihatinkan dan alih fungsi lahan sebagai penyebab utama banjir, perlu ditindaklanjuti dengan tindakan nyata dan terukur. Berikut adalah analisis mendalam dan rekomendasi yang dapat dipertimbangkan:

  1. Audit Tata Ruang dan Penggunaan Lahan: Pemprov Bali perlu melakukan audit komprehensif terhadap tata ruang dan penggunaan lahan di seluruh wilayah, khususnya di kawasan DAS. Audit ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelanggaran tata ruang, alih fungsi lahan ilegal, dan potensi konflik kepentingan dalam perizinan pembangunan. Hasil audit ini harus dipublikasikan secara transparan dan menjadi dasar untuk penegakan hukum serta revisi tata ruang yang lebih berkelanjutan.

  2. Penegakan Hukum yang Tegas: Pemerintah harus menindak tegas pelaku alih fungsi lahan ilegal dan pelanggaran tata ruang. Penegakan hukum tidak hanya berupa sanksi administratif, tetapi juga pidana bagi pelaku yang terbukti melakukan perusakan lingkungan dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap proses perizinan pembangunan untuk memastikan tidak ada praktik korupsi atau kolusi yang memfasilitasi alih fungsi lahan.

  3. Reboisasi dan Rehabilitasi DAS: Program reboisasi dan rehabilitasi DAS harus menjadi prioritas utama. Pemprov Bali perlu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program ini dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Jenis tanaman yang dipilih untuk reboisasi harus sesuai dengan kondisi ekologis setempat dan memiliki fungsi hidrologis yang optimal, seperti tanaman endemik yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi.

  4. Pengendalian Pembangunan di Kawasan Resapan Air: Pemerintah perlu memperketat pengendalian pembangunan di kawasan resapan air, seperti kawasan hulu sungai dan lahan basah. Moratorium pembangunan yang diusulkan Menteri LH harus diberlakukan secara efektif dan disertai dengan kajian mendalam mengenai dampak lingkungan dari setiap rencana pembangunan. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk membeli lahan-lahan strategis di kawasan resapan air untuk dijadikan kawasan konservasi.

  5. Peningkatan Kapasitas Drainase dan Pengelolaan Sampah: Sistem drainase perkotaan perlu ditingkatkan kapasitasnya dan dipelihara secara rutin. Pemerintah perlu melakukan investasi dalam pembangunan infrastruktur drainase yang modern dan terintegrasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, perlu dilakukan pengelolaan sampah yang efektif, termasuk pemilahan sampah, daur ulang, dan pengolahan sampah menjadi energi.

  6. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Edukasi dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pelestarian lingkungan dan pencegahan bencana. Pemerintah perlu menyelenggarakan program-program edukasi yang berkelanjutan mengenai pentingnya menjaga kelestarian DAS, pengelolaan sampah, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait tata ruang dan pengelolaan lingkungan.

  7. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan: Bali dikenal sebagai destinasi pariwisata yang mendunia. Namun, pembangunan pariwisata yang tidak terkendali dapat mengancam kelestarian lingkungan dan budaya Bali. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pariwisata berkelanjutan yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pemerintah perlu mendorong pengembangan ekowisata, agrowisata, dan wisata budaya yang memberdayakan masyarakat lokal dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

  8. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi: Pengelolaan lingkungan dan pencegahan bencana memerlukan koordinasi yang efektif antara berbagai instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah perlu memperkuat kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan dan bencana, serta meningkatkan koordinasi antar instansi terkait. Selain itu, perlu dibentuk forum koordinasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan akademisi, untuk membahas isu-isu strategis terkait lingkungan dan bencana.

  9. Pemanfaatan Teknologi dan Data: Pemanfaatan teknologi dan data dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan lingkungan dan pencegahan bencana. Pemerintah perlu memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis (SIG) untuk memantau perubahan tutupan lahan, kondisi DAS, dan potensi bencana. Data yang diperoleh dari teknologi ini dapat digunakan untuk perencanaan tata ruang yang lebih baik, pengelolaan sumber daya air yang efisien, dan sistem peringatan dini bencana.

  10. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim: Perubahan iklim global akan meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, seperti banjir dan kekeringan. Oleh karena itu, Bali perlu melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan mengembangkan sistem pengelolaan air yang lebih adaptif, meningkatkan ketahanan infrastruktur terhadap bencana, dan mengembangkan strategi mitigasi perubahan iklim yang efektif.

Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini secara komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan Bali dapat memulihkan kondisi DAS, mengurangi risiko bencana hidrometeorologi, dan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang. Upaya ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil. Hanya dengan tindakan nyata dan terpadu, Bali dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Selain itu, perlu diingat bahwa penanganan masalah lingkungan dan bencana alam tidak bisa dilakukan secara parsial atau sektoral. Pendekatan holistik dan terintegrasi sangat diperlukan untuk mengatasi akar permasalahan dan mencapai solusi yang berkelanjutan. Pemerintah perlu melibatkan para ahli lingkungan, akademisi, dan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait tata ruang dan pengelolaan lingkungan. Kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat Bali juga perlu dipertimbangkan dalam upaya pelestarian lingkungan dan pencegahan bencana.

Dengan kesadaran, komitmen, dan tindakan nyata dari seluruh pihak, Bali dapat mengatasi tantangan lingkungan yang dihadapi dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, harmonis, dan berwawasan lingkungan.

đŸ’¬ Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :