Menteri LH Ungkap Penyebab Banjir Bali: Cuaca Ekstrem, Sampah, Alih Fungsi Lahan

  • Maskobus
  • Sep 13, 2025

Banjir yang melanda Bali pada Rabu, 10 September lalu, menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah. Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Tabanan, Bali, pada Sabtu, 13 September, mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab utama bencana tersebut. Faktor-faktor tersebut meliputi cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi, minimnya tutupan hutan terutama di kawasan hulu sungai, pengelolaan sampah yang belum optimal, serta dugaan kuat adanya alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Curah Hujan Ekstrem dan Perubahan Iklim

Salah satu penyebab utama banjir di Bali adalah curah hujan yang sangat tinggi dan ekstrem. Data menunjukkan bahwa hampir separuh wilayah Bali bagian selatan mengalami curah hujan di atas normal, bahkan masuk kategori ekstrem. Fenomena cuaca ekstrem ini semakin sering terjadi akibat perubahan iklim global, yang menyebabkan peningkatan intensitas curah hujan, gelombang panas, dan kejadian cuaca ekstrem lainnya. Perubahan iklim juga memengaruhi pola curah hujan, sehingga sulit diprediksi dan meningkatkan risiko banjir dan kekeringan.

Bali, sebagai daerah tujuan wisata yang sangat bergantung pada sumber daya alam, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Peningkatan suhu laut, misalnya, dapat merusak ekosistem terumbu karang yang menjadi daya tarik wisata utama. Perubahan pola curah hujan juga dapat mengganggu sektor pertanian dan ketersediaan air bersih. Oleh karena itu, upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi sangat penting bagi keberlanjutan pembangunan di Bali.

Menteri LH Ungkap Penyebab Banjir Bali: Cuaca Ekstrem, Sampah, Alih Fungsi Lahan

Minimnya Tutupan Hutan dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Selain curah hujan ekstrem, kondisi tutupan hutan yang minim di wilayah hulu sungai juga menjadi faktor penting penyebab banjir. Menteri LH menyoroti kondisi DAS di sekitar Gunung Batur, Kabupaten Bangli, yang memiliki tutupan hutan sangat rendah. Dari total 49 ribu hektare DAS, hanya sekitar 1.200 hektare yang memiliki tutupan hutan. Kondisi ini menyebabkan air hujan tidak dapat terserap dengan baik oleh tanah dan langsung mengalir ke sungai, meningkatkan risiko banjir.

Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis suatu wilayah. Pohon-pohon dan vegetasi lainnya membantu menyerap air hujan, mengurangi limpasan permukaan, dan mencegah erosi tanah. Akar pohon juga memperkuat struktur tanah, sehingga mengurangi risiko tanah longsor. Ketika tutupan hutan berkurang, kemampuan lahan untuk menyerap air hujan juga berkurang, sehingga meningkatkan risiko banjir dan kekeringan.

Kerusakan DAS juga disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti penebangan hutan ilegal, pertambangan, dan alih fungsi lahan. Aktivitas-aktivitas ini merusak ekosistem hutan dan mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap air hujan. Selain itu, sedimentasi akibat erosi tanah juga dapat menyebabkan pendangkalan sungai dan meningkatkan risiko banjir.

Permasalahan Pengelolaan Sampah

Masalah pengelolaan sampah yang belum optimal juga menjadi penyebab banjir di Bali. Timbulan sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menyumbat saluran drainase dan sungai, menghambat aliran air, dan meningkatkan risiko banjir. Menteri LH mengakui bahwa upaya pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menyelesaikan masalah sampah masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.

Bali menghasilkan ratusan ton sampah setiap hari, sebagian besar berasal dari aktivitas pariwisata dan rumah tangga. Sistem pengelolaan sampah yang ada belum mampu menangani volume sampah yang terus meningkat. Banyak sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah melebihi kapasitas, atau bahkan dibuang secara ilegal di sungai, selokan, dan lahan kosong.

Sampah yang menyumbat saluran drainase dan sungai dapat menyebabkan air meluap dan menggenangi permukiman dan jalan raya. Selain itu, sampah organik yang terurai di dalam air dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perbaikan sistem pengelolaan sampah menjadi sangat penting untuk mencegah banjir dan menjaga kebersihan lingkungan.

Alih Fungsi Lahan yang Tidak Terkendali

Faktor lain yang diduga menjadi penyebab banjir di Bali adalah alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Perubahan peruntukan lahan dari kawasan hijau menjadi kawasan permukiman, industri, atau pariwisata dapat mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap air hujan dan meningkatkan risiko banjir. Pemerintah pusat dan daerah sedang mengkaji lebih lanjut dampak alih fungsi lahan terhadap kejadian banjir di Bali.

Alih fungsi lahan seringkali terjadi karena adanya tekanan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Lahan pertanian dan hutan yang memiliki nilai ekonomi rendah seringkali dialihfungsikan menjadi kawasan yang lebih menguntungkan, seperti perumahan, hotel, atau pusat perbelanjaan. Namun, alih fungsi lahan ini seringkali tidak mempertimbangkan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan, seperti peningkatan risiko banjir, erosi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Pemerintah Provinsi Bali disarankan untuk tidak melakukan konversi lahan pertanian dan hutan untuk mencegah banjir. Langkah-langkah inovatif perlu diambil untuk mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan, tanpa harus mengorbankan lahan pertanian dan hutan.

Upaya Mitigasi dan Adaptasi

Menghadapi permasalahan banjir yang kompleks di Bali, diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif dan terpadu. Upaya mitigasi bertujuan untuk mengurangi penyebab banjir, seperti pengendalian alih fungsi lahan, perbaikan sistem pengelolaan sampah, dan rehabilitasi hutan dan DAS. Sementara itu, upaya adaptasi bertujuan untuk mengurangi dampak banjir, seperti pembangunan infrastruktur pengendalian banjir, peningkatan kesadaran masyarakat, dan penyusunan rencana tata ruang yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Pengendalian Alih Fungsi Lahan: Pemerintah daerah perlu memperketat pengawasan terhadap alih fungsi lahan dan memastikan bahwa setiap perubahan peruntukan lahan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mempertimbangkan dampak lingkungan.
  2. Perbaikan Sistem Pengelolaan Sampah: Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas dan efektivitas sistem pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan sampah di sumber, pengangkutan sampah, hingga pengolahan sampah di TPA. Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang benar.
  3. Rehabilitasi Hutan dan DAS: Pemerintah daerah perlu melakukan rehabilitasi hutan dan DAS yang rusak melalui kegiatan penanaman pohon, pembuatan terasering, dan konservasi tanah. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan lahan untuk menyerap air hujan dan mengurangi risiko erosi tanah.
  4. Pembangunan Infrastruktur Pengendalian Banjir: Pemerintah daerah perlu membangun infrastruktur pengendalian banjir, seperti waduk, bendungan, kanal, dan tanggul. Infrastruktur ini dapat menampung dan mengalirkan air hujan secara terkendali, sehingga mengurangi risiko banjir.
  5. Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Pemerintah daerah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko banjir dan cara-cara menghadapinya. Edukasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti penyuluhan, pelatihan, dan kampanye publik.
  6. Penyusunan Rencana Tata Ruang yang Adaptif: Pemerintah daerah perlu menyusun rencana tata ruang yang adaptif terhadap perubahan iklim dan risiko bencana. Rencana tata ruang ini harus mempertimbangkan potensi dampak perubahan iklim, seperti peningkatan curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan gelombang panas, serta mengalokasikan lahan untuk ruang terbuka hijau dan infrastruktur pengendalian banjir.

Peran Serta Masyarakat

Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap banjir tidak dapat berhasil tanpa peran serta aktif dari masyarakat. Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan, mengelola sampah dengan benar, dan berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lingkungan. Selain itu, masyarakat juga perlu meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dan mengikuti arahan dari pemerintah daerah.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat antara lain:

  • Membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah sesuai dengan jenisnya.
  • Menanam pohon di lingkungan rumah dan sekitar.
  • Membersihkan saluran drainase dan sungai dari sampah dan kotoran.
  • Menghemat penggunaan air dan energi.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan.
  • Meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dengan menyiapkan tas siaga bencana dan mengetahui jalur evakuasi.

Kolaborasi dan Koordinasi

Penanganan masalah banjir di Bali membutuhkan kolaborasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah pusat memiliki peran dalam memberikan dukungan teknis dan pendanaan, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan program-program mitigasi dan adaptasi di tingkat lokal. Sektor swasta dapat berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lingkungan dan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir. Masyarakat dapat berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana.

Dengan kolaborasi dan koordinasi yang baik, Bali dapat mengatasi masalah banjir dan membangun lingkungan yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Banjir yang melanda Bali merupakan masalah kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cuaca ekstrem, minimnya tutupan hutan, permasalahan pengelolaan sampah, dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Penanganan masalah banjir membutuhkan upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif dan terpadu, serta peran serta aktif dari seluruh pihak. Dengan kolaborasi dan koordinasi yang baik, Bali dapat mengatasi masalah banjir dan membangun lingkungan yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan.

Pemerintah dan masyarakat Bali harus bersinergi untuk menjaga kelestarian alam, mengelola sampah dengan bijak, dan menata ruang dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Hanya dengan upaya bersama, Bali dapat terhindar dari bencana banjir dan tetap menjadi destinasi wisata yang indah dan lestari.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :