Kotak-kotak snack berwarna cerah berjejer rapi di atas meja ruang rapat DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Isinya beragam: roti, bolu, jajanan pasar tradisional, keripik renyah, buah-buahan segar, dan sebotol air mineral. Sajian ini diperuntukkan bagi para pimpinan, anggota dewan, dan tamu undangan yang menghadiri rapat-rapat penting di gedung wakil rakyat tersebut. Sambil menyimak paparan materi, beberapa anggota dewan tampak membuka kotak snack dan menikmati isinya. Namun, tak jarang, banyak makanan yang tersisa, tak tersentuh hingga rapat usai. Lalu, apa yang terjadi dengan sisa snack tersebut?
Usai rapat Komisi III DPR, misalnya, para petugas kebersihan segera memasuki ruangan. Mereka bertugas merapikan kursi, membersihkan meja, dan mengumpulkan kotak-kotak snack yang ditinggalkan oleh para peserta rapat. Kotak-kotak itu kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam berukuran besar. Seorang petugas kebersihan mengungkapkan bahwa tidak semua makanan sisa tersebut langsung dibuang. Makanan yang masih layak konsumsi akan disortir dan dibagikan kepada para petugas kebersihan dan staf pendukung yang bertugas di area belakang gedung DPR. "Iya, ada (tersisa). Tapi nggak dibuang, disortirin buat dibagiin ke belakang," ujarnya.
Ironi Snack Rapat: Antara Anggaran dan Realita Konsumsi
Fenomena snack rapat yang tak habis di DPR ini memunculkan sejumlah pertanyaan dan sorotan. Di satu sisi, penyediaan snack rapat merupakan bagian dari anggaran operasional DPR. Tujuannya adalah untuk menunjang kelancaran rapat dan memberikan kenyamanan bagi para peserta. Namun, di sisi lain, fakta bahwa banyak snack yang tersisa menimbulkan kesan pemborosan dan ketidakefisienan dalam pengelolaan anggaran.
Anggaran untuk penyediaan snack rapat di DPR tentu tidak sedikit. Jika dihitung jumlah rapat yang diselenggarakan setiap hari, dikalikan dengan jumlah peserta rapat, dan dikalikan lagi dengan harga per kotak snack, maka total anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai angka yang fantastis. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah anggaran tersebut benar-benar efektif dan efisien dalam menunjang kinerja para anggota dewan?
Habiburokhman: Snack di Setiap Rapat DPR Tidak Efisien
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, secara terbuka menyampaikan kritik terhadap praktik penyediaan snack di setiap rapat DPR. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk pemborosan dan tidak efisien. "Snack itu menurut saya kadang-kadang juga nggak pas. Kayak misalnya kita rapat Komisi III itu rapat, sehari tiga rapat. Begitu ganti snack, ganti rapat paling cuma durasi 2 jam ganti snack lagi. Padahal sebagian besar anggota itu kayaknya sih nggak makan snack itu," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Habiburokhman mencontohkan dirinya sendiri yang sudah tidak bisa mengonsumsi makanan yang mengandung gula dan tepung. "Kayak saya kan sudah nggak bisa makan makanan gula, tepung, gula kayak begitu ya. Sehingga tukar-tukar aja itu, tukar kotak ke mana itu barangnya kita juga nggak tau," tambahnya. Oleh karena itu, Habiburokhman menyarankan agar penyediaan snack di setiap rapat DPR dihilangkan saja. Menurutnya, hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk melakukan efisiensi anggaran DPR. "Kalau mau diefisiensi (anggaran) dari situ menurut saya sangat bisa," ucap Habiburokhman. Ia menambahkan, "Jadi, rapat itu air putih aja. Air putih cukup, karena air putih kan orang perlu dalam 3 jam minum, tapi kalau makanan, usia 50 tahun ke atas itu sudah susah lah makan makanan yang kayak begituan, harus jaga."
Puan Maharani: Imbauan Agar Snack Dihabiskan dan Tidak Mubazir
Menanggapi persoalan snack rapat yang tak habis, Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan imbauan agar snack yang diberikan kepada seluruh anggota dewan dihabiskan. Ia tidak ingin ada makanan yang mubazir. "Iya (harus dihabiskan), kalau tidak dimakan, ya jangan kemudian menjadi mubazir, dan kalau dimakan sebagainya dihabiskan supaya tidak mubazir," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Selain itu, Puan juga mengimbau kesekretariatan setiap komisi dan badan di DPR agar tidak berlebihan dalam menyediakan snack. "Ya, saya selalu mengimbau agar setiap rapat makanan yang disajikan itu jangan kemudian berlebihan namun bisa disesuaikan sesuai dengan kebutuhan," ujar Puan. Ia menambahkan, "Seharusnya dalam setiap rapat, makanan yang disiapkan itu, snacknya itu biasanya terdiri dari tiga macam saja. Dan kalau kemudian setiap rapat diganti ya karena memang orangnya kan berbeda. Tidak bisa kemudian tidak diganti."
Lebih Dalam: Analisis Penyebab Snack Rapat Tak Habis
Ada beberapa faktor yang menyebabkan snack rapat di DPR seringkali tidak habis. Pertama, variasi selera anggota dewan. Setiap anggota dewan memiliki preferensi makanan yang berbeda-beda. Ada yang menyukai makanan manis, ada yang lebih memilih makanan asin, ada pula yang memiliki pantangan makanan tertentu. Dengan variasi selera yang begitu beragam, sulit untuk menyediakan snack yang bisa memuaskan semua orang.
Kedua, jadwal rapat yang padat. Anggota dewan seringkali memiliki jadwal rapat yang sangat padat. Dalam satu hari, mereka bisa menghadiri beberapa rapat sekaligus. Dengan jadwal yang padat, mereka mungkin tidak memiliki waktu atau nafsu untuk makan snack yang disediakan.
Ketiga, kesadaran akan kesehatan. Semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan. Mereka mungkin menghindari makanan yang mengandung gula, tepung, atau lemak berlebihan. Snack yang disediakan di rapat DPR seringkali mengandung bahan-bahan tersebut, sehingga tidak menarik bagi mereka yang peduli dengan kesehatan.
Keempat, jumlah snack yang berlebihan. Terkadang, jumlah snack yang disediakan terlalu banyak dibandingkan dengan jumlah peserta rapat atau kebutuhan mereka. Hal ini tentu saja akan menyebabkan banyak snack yang tersisa.
Solusi: Menuju Efisiensi dan Pengelolaan yang Lebih Baik
Untuk mengatasi persoalan snack rapat yang tak habis di DPR, diperlukan solusi yang komprehensif dan melibatkan semua pihak terkait. Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan antara lain:
-
Evaluasi anggaran dan kebijakan pengadaan snack. DPR perlu melakukan evaluasi terhadap anggaran dan kebijakan pengadaan snack. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah anggaran yang dialokasikan sudah sesuai dengan kebutuhan dan apakah kebijakan pengadaan sudah efektif dan efisien.
-
Survei preferensi makanan anggota dewan. Sebelum melakukan pengadaan snack, kesekretariatan DPR bisa melakukan survei untuk mengetahui preferensi makanan anggota dewan. Dengan mengetahui preferensi mereka, pengadaan snack bisa lebih tepat sasaran dan mengurangi jumlah snack yang tersisa.
-
Penyederhanaan jenis snack. DPR bisa menyederhanakan jenis snack yang disediakan. Cukup sediakan beberapa jenis snack yang umum dan disukai oleh banyak orang, seperti buah-buahan segar, air mineral, dan teh atau kopi tanpa gula.
-
Pengurangan jumlah snack. DPR bisa mengurangi jumlah snack yang disediakan. Jumlah snack bisa disesuaikan dengan jumlah peserta rapat atau perkiraan kebutuhan mereka.
-
Peningkatan kesadaran akan pentingnya menghabiskan snack. Pimpinan DPR perlu terus mengimbau kepada seluruh anggota dewan untuk menghabiskan snack yang disediakan. Jika tidak bisa dihabiskan, snack bisa dibawa pulang atau diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.
-
Kerjasama dengan pihak eksternal. Sisa snack yang masih layak konsumsi dapat disalurkan ke pihak eksternal, seperti panti asuhan, rumah singgah, atau komunitas masyarakat yang membutuhkan. Hal ini dapat mengurangi pemborosan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang kurang mampu.
Transparansi dan Akuntabilitas: Kunci Kepercayaan Publik
Persoalan snack rapat di DPR mungkin terlihat sepele, namun sebenarnya mencerminkan isu yang lebih besar, yaitu transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana uang pajak mereka digunakan, termasuk untuk penyediaan snack rapat di DPR. Oleh karena itu, DPR perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran, termasuk anggaran untuk penyediaan snack rapat.
Dengan pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel, DPR dapat meningkatkan kepercayaan publik dan menunjukkan komitmennya untuk bekerja demi kepentingan rakyat. Persoalan snack rapat yang tak habis ini bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran DPR.
Pada akhirnya, persoalan snack rapat di DPR bukan hanya sekadar masalah makanan yang tersisa. Ini adalah isu tentang etika, efisiensi, dan tanggung jawab dalam mengelola anggaran publik. Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, DPR dapat mengatasi persoalan ini dan menjadi lembaga yang lebih kredibel dan akuntabel di mata masyarakat.