Adi Rahman Adiwoso, CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Ketua Asosiasi Antariksa Indonesia, memendam ambisi besar: menjadikan Indonesia sebagai kekuatan utama di orbit rendah Bumi (low-earth orbit) yang strategis, khususnya di wilayah garis khatulistiwa. Mimpi ini diwujudkan melalui pembangunan bandar antariksa di Biak dan upaya mendorong partisipasi generasi muda dalam industri satelit, dengan tujuan menciptakan ekosistem antariksa yang mandiri dan inovatif. Namun, tantangan birokrasi dan kurangnya minat di bidang STEM menjadi batu sandungan yang perlu diatasi.
Kedaulatan Antariksa: Imperatif Strategis Bagi Indonesia
Adiwoso meyakini bahwa penguasaan antariksa adalah kunci strategis bagi kedaulatan dan kemajuan Indonesia. Ketergantungan pada pihak asing, seperti perusahaan milik Elon Musk, dapat menimbulkan kerentanan, terutama dalam situasi darurat. Orbit rendah Bumi di wilayah khatulistiwa, yang mencakup populasi 1,5 miliar jiwa dari Asia hingga Brasil, merupakan aset yang sangat berharga. Kontrol atas orbit ini berarti kontrol atas masa depan, demikian Adiwoso menekankan, mengutip sebuah dokumenter berjudul "Wild Wild Space."
Manfaat satelit jauh melampaui sekadar komunikasi. Satelit memiliki peran krusial dalam logistik pangan. Teknologi multispektral memungkinkan satelit untuk memprediksi hasil panen dan mengoptimalkan distribusi pangan. Sebagai contoh, ketika Bali dilanda banjir dan merusak tanaman padi, data satelit dapat menunjukkan bahwa Sumatera Selatan akan panen dalam tiga bulan ke depan. Informasi ini memungkinkan perdagangan beras yang efisien dan responsif terhadap kebutuhan.
Lebih lanjut, satelit dapat memetakan waktu panen padi atau jagung, mendeteksi potensi gagal panen di wilayah tertentu, dan memprediksi kebutuhan beras nasional secara akurat. Jika Kalimantan mengalami kekurangan beras, satelit dapat mengidentifikasi surplus di Sulawesi untuk distribusi yang cepat dan tepat.
"Ini adalah tentang logistik cerdas," jelas Adiwoso. "Satelit memantau pola cuaca, banjir, atau kekeringan, dan kita dapat mengatur pasokan pangan untuk menjaga stabilitas." Teknologi ini juga membuka peluang untuk memprediksi pasar global, seperti potensi gagal panen di Amerika Selatan, yang dapat dimanfaatkan untuk peluang ekspor yang menguntungkan.
Spaceport Biak: Gerbang Menuju Panggung Antariksa Global
Pilar utama dari visi Adiwoso adalah pembangunan bandar antariksa (spaceport) di Biak, Papua. Lokasi strategis Biak di garis khatulistiwa memungkinkan peluncuran roket yang lebih efisien, menghemat energi hingga USD 3,6 juta per peluncuran.
"Di Biak, roket dapat membawa muatan 900 kg dengan mesin yang sama, dan puing-puingnya akan jatuh di perairan internasional," jelasnya.
Namun, ambisi Adiwoso tidak terbatas pada pembangunan spaceport semata. Ia bercita-cita menjadikan Papua sebagai pusat keunggulan antariksa, termasuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) lokal.
"Saya katakan kepada teman-teman di Papua, jangan hanya menjadi satpam di spaceport. Saya akan menyekolahkan anak-anak Papua menjadi insinyur roket," ujarnya dengan penuh semangat.
Ia membayangkan generasi muda Papua terlibat secara langsung dalam merancang, membangun, dan mengoperasikan teknologi antariksa.
"Papua memiliki potensi yang luar biasa. Anak-anak di sana cerdas, tetapi kurang akses. Jika kita memberikan pelatihan dan pendidikan yang tepat, mereka dapat menjadi tulang punggung industri antariksa Indonesia," tambahnya.
Membangun Generasi Penerus Ekosistem Antariksa
Adiwoso mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya minat generasi muda Indonesia di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Meskipun tersedia ribuan beasiswa STEM dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), jumlah pendaftar masih sangat sedikit.
Namun, ia tidak menyerah. Pria kelahiran Yogyakarta ini terus berupaya meningkatkan minat generasi muda pada bidang antariksa.
Salah satu contohnya adalah dukungannya terhadap siswa SMK Pontianak yang membuat roket dari pupuk NPK dan gula dengan modal Rp 32 juta. Hasilnya sangat menggembirakan: roket mereka berhasil mencapai ketinggian 1,1 km.
"Jika diberi kesempatan, anak muda Indonesia mampu. Yang kurang hanya keberanian," tegasnya.
Selain SDM, birokrasi juga menjadi perhatian utama Adiwoso. "Regulasi harus cepat dan simpel, tetapi birokrasi kita lambat," kritiknya.
Ia mencontohkan Selandia Baru, yang dengan populasi 5 juta jiwa, memiliki Menteri Antariksa, sementara Indonesia masih terbebani oleh aturan yang rumit.
"Pemerintah sudah mulai memberikan perhatian, tetapi eksekusinya harus dipercepat," ujarnya.
Adiwoso juga menyoroti mentalitas "champion of mediocrity" yang masih menghambat kemajuan di Indonesia. Menurutnya, kegagalan adalah bagian integral dari proses pembelajaran, bukan akhir dari segalanya.
"Kita cenderung mencari jalan mudah, cukup segini saja. Padahal, jika ingin menjadi nomor satu, kita harus bekerja keras dan berani menghadapi kegagalan," katanya.
Lebih Dari Sekadar Keuntungan Finansial
Bagi Adiwoso, antariksa bukan sekadar ladang untuk mencari keuntungan finansial. Dengan semangat yang membara, ia menegaskan bahwa motivasinya jauh melampaui urusan materi.
"Jika hanya mencari uang, itu terlalu dangkal. Saya ingin menciptakan sesuatu yang bermanfaat," ujarnya.
Adiwoso ingin teknologi antariksa dapat mengatasi masalah-masalah nyata, seperti ketimpangan akses di pulau-pulau kecil.
"Pulau kecil pun berhak mendapatkan listrik dan internet cepat. Satelit dapat mewujudkan hal itu," katanya.
Dengan PSN yang kini memiliki kapasitas satelit terbesar di Asia Pasifik dan rencana pembangunan spaceport Biak, ia berharap Indonesia tidak lagi menjadi penonton di panggung antariksa global.
"Jika saya meninggal sebelum Biak menjadi spaceport, saya akan menjadi hantu penasaran," pungkas Adiwoso dengan nada bercanda.
Semoga visi Adiwoso untuk mengubah Indonesia menjadi pusat antariksa dunia dapat terwujud, membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa. Mimpi ini membutuhkan dukungan dari semua pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, industri, hingga masyarakat luas, untuk menciptakan ekosistem antariksa yang kuat dan berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pemain utama di industri antariksa global, dan dengan kerja keras dan inovasi, mimpi ini dapat menjadi kenyataan.