Oliver Alvis, seorang pria berusia 32 tahun, tengah menghadapi perjuangan yang tak terbayangkan: insomnia kronis yang telah merenggut tidurnya selama lebih dari dua tahun. Kondisi langka ini, yang dimulai pada akhir 2023, telah mengubah hidupnya yang sebelumnya normal dan sehat menjadi mimpi buruk yang terjaga. Alvis menggambarkan dirinya terjebak dalam "mode darurat" tanpa henti, di mana tubuh dan pikirannya terus-menerus aktif tanpa kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan diri.
"Saya benar-benar kehilangan waktu tidur. Tidak tertidur, saya tidak merasa lelah. Saya terjebak dalam mimpi buruk yang terjaga," ungkap Alvis, seperti yang dikutip dari The Daily Guardian. Pernyataan ini merangkum esensi dari penderitaannya yang mendalam, di mana batas antara realitas dan mimpi kabur karena kurangnya istirahat yang sangat dibutuhkan.
Kondisi ini telah berlangsung selama 21 bulan yang menyiksa, dan dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental Alvis sangat menghancurkan. Tubuhnya terus-menerus sakit, sendi-sendinya terasa nyeri, dan penglihatannya memburuk secara signifikan. Bahkan anestesi yang kuat, yang biasanya digunakan untuk membuat pasien tidak sadar selama prosedur medis, tidak mampu membuatnya pingsan. Kegagalan anestesi untuk bekerja pada Alvis semakin menambah misteri kondisinya dan menunjukkan betapa ekstremnya kasus yang ia alami.
Frustrasi dan keputusasaan Alvis semakin diperparah oleh kurangnya respons dari komunitas medis. "Saya memohon kepada dokter, mengirim e-mail kepada spesialis tidur di seluruh dunia, dan bahkan menawarkan untuk membayar observasi jangka panjang. Tetapi, permohonan saya tidak dijawab," jelasnya. Penolakan dan ketidakmampuan untuk menemukan bantuan yang efektif telah membuatnya merasa terisolasi dan ditinggalkan dalam perjuangannya.
Dalam upaya putus asa untuk menemukan solusi, Alvis telah mencoba berbagai pengobatan, mulai dari terapi perilaku kognitif (CBT), hipnoterapi, sound baths, akupunktur, hingga retret meditasi. CBT, yang merupakan bentuk psikoterapi yang berfokus pada perubahan pola pikir dan perilaku yang tidak sehat, sering digunakan untuk mengobati insomnia. Hipnoterapi, yang melibatkan penggunaan sugesti terfokus untuk mencapai keadaan relaksasi yang mendalam, juga telah dicoba sebagai upaya untuk menginduksi tidur. Sound baths, yang menggunakan getaran suara untuk mempromosikan relaksasi dan penyembuhan, dan akupunktur, teknik pengobatan tradisional Tiongkok yang melibatkan penyisipan jarum tipis ke titik-titik tertentu di tubuh, juga telah dieksplorasi sebagai pilihan pengobatan alternatif. Bahkan retret meditasi, yang menawarkan lingkungan yang tenang dan terfokus untuk melatih kesadaran dan relaksasi, telah dicoba sebagai cara untuk mengatasi insomnia.
Selain terapi alternatif, Alvis juga telah mengonsumsi banyak obat, mulai dari benzodiazepin hingga opioid. Benzodiazepin adalah kelas obat yang memiliki efek sedatif dan sering diresepkan untuk mengobati kecemasan dan insomnia. Opioid, yang merupakan obat penghilang rasa sakit yang kuat, kadang-kadang digunakan dalam kasus insomnia yang parah, meskipun penggunaannya kontroversial karena risiko kecanduan dan efek samping lainnya. Sayangnya, tidak ada satu pun dari pengobatan ini yang berhasil memberikan kelegaan yang berarti bagi Alvis.
Keputusasaan Alvis membawanya untuk mencari pengobatan di luar negeri, termasuk Turki, Kolombia, India, dan Eropa. Di Turki, dokter memberikan anestesi umum dalam upaya putus asa untuk membuatnya tertidur, tetapi tidak berhasil. Di Kolombia, India, dan Eropa, ia mencoba pengobatan eksperimental, tetapi hanya menghasilkan rasa kantuk dan lesu yang sementara tanpa benar-benar menginduksi tidur. Pengalaman-pengalaman ini hanya menambah rasa frustrasi dan kekecewaan Alvis, karena ia terus mencari solusi untuk kondisinya yang tak tertahankan.
"Saya rela memberikan semua yang saya miliki hanya untuk bisa tidur nyenyak," beber Alvis. Pernyataan ini mengungkapkan betapa putus asanya dia untuk menemukan kelegaan dan betapa berharganya tidur baginya. Dia bersedia melakukan apa saja, bahkan mengorbankan semua yang dia miliki, hanya untuk bisa merasakan istirahat yang nyenyak dan memulihkan diri.
Para dokter yang telah memeriksa Alvis bingung dengan kondisinya dan menduga bahwa ia mungkin menderita insomnia paradoks. Insomnia paradoks adalah gangguan tidur yang sangat langka di mana pasien merasa benar-benar terjaga meskipun bukti objektif menunjukkan bahwa mereka mungkin tidur sebagian. Dalam kasus insomnia paradoks, pasien sering melebih-lebihkan tingkat keparahan insomnia mereka dan merasa bahwa mereka tidak tidur sama sekali, meskipun studi tidur menunjukkan bahwa mereka mungkin tidur beberapa jam setiap malam. Namun, dalam kasus Alvis, tampaknya tidak ada bukti bahwa dia tidur sama sekali, yang membuat kondisinya semakin misterius dan sulit untuk didiagnosis.
"Saya terjaga setiap detik. Siang berganti malam tanpa tidur. Tidak bisa hidup seperti ini lebih lama lagi," keluh Alvis. Kata-kata ini mencerminkan keputusasaan dan penderitaan yang mendalam yang ia alami setiap hari. Ketidakmampuan untuk tidur telah merampas kemampuannya untuk menikmati hidup dan telah membuatnya merasa terjebak dalam siklus penderitaan yang tak berkesudahan.
Profesor Guy Leschziner, seorang ahli saraf dan pakar tidur di Inggris, memperingatkan risiko kurang tidur berkepanjangan. "Kurang tidur total berakibat fatal dalam hitungan minggu," katanya. Meskipun data manusia terbatas tentang efek kurang tidur total, penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius, termasuk gangguan sistem kekebalan tubuh, kerusakan otak, dan bahkan kematian.
Leschziner menjelaskan bahwa tidur sangat penting untuk kelangsungan hidup. "Tanpa tidur, tubuh dan otak mulai mati," tegasnya. Tidur memungkinkan tubuh untuk memperbaiki dan memulihkan diri, membersihkan racun, dan mengkonsolidasikan ingatan. Kurang tidur mengganggu proses-proses penting ini dan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tubuh dan otak.
Meskipun menderita, Alvis kini bersuara untuk menarik perhatian pada dampak buruk insomnia dan ketidaktahuan medis seputar kasus ekstrem seperti yang dialaminya. Dia berharap dengan berbagi ceritanya, dia dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya tidur dan mendorong penelitian lebih lanjut tentang gangguan tidur yang kompleks dan langka. Dia juga berharap bahwa ceritanya dapat memberikan harapan bagi orang lain yang berjuang dengan insomnia dan menginspirasi mereka untuk terus mencari bantuan dan dukungan.
Saat ini, Alvis terus berjuang dari sebuah apartemen sewaan di India. Dia berpegang teguh pada harapan bahwa ada seseorang, di suatu tempat, yang akan menemukan cara untuk membantunya. Dia terus mencari pengobatan baru dan menjangkau para ahli di seluruh dunia, berharap bahwa suatu hari nanti dia akan menemukan solusi untuk kondisinya yang tak tertahankan.
"Yang kuinginkan hanyalah istirahat agar aku bisa hidup, bukan hanya sekadar bertahan," pungkasnya. Pernyataan ini merangkum esensi dari perjuangan Alvis dan keinginannya yang mendalam untuk menemukan kelegaan dan kembali ke kehidupan yang нормальный. Dia tidak hanya ingin bertahan hidup, tetapi dia ingin hidup sepenuhnya, dengan energi, vitalitas, dan kemampuan untuk menikmati dunia di sekitarnya. Tidur adalah kunci untuk mencapai tujuan ini, dan dia akan terus berjuang sampai dia menemukan cara untuk mendapatkannya kembali.