Palembang, Sumatera Selatan – Aksi pembakaran yang menghanguskan Gedung Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sumatera Selatan dan Gedung DPRD Sumsel beberapa waktu lalu akhirnya menemui titik terang. Pihak kepolisian berhasil meringkus seorang provokator yang diduga kuat menjadi dalang di balik kerusuhan tersebut. Terungkap bahwa motif utama pelaku melakukan tindakan anarkis tersebut adalah rasa benci mendalam terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum.
Pelaku yang berhasil diamankan diketahui bernama Renaldo Pebrian, seorang pemuda berusia 24 tahun yang merupakan warga Lorok Pakjo, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang. Penangkapan Renaldo dilakukan setelah serangkaian penyelidikan intensif yang dilakukan oleh tim gabungan dari Polda Sumsel.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel, Kombes Pol Bagus Suropratomo Oktobrianto, menjelaskan bahwa Renaldo aktif menggunakan media sosial Facebook dengan nama akun Aldo Iretande. Akun tersebut memiliki pengikut yang cukup signifikan, mencapai lebih dari seribu orang. Melalui akun inilah, Renaldo menyebarkan propaganda dan hasutan yang memicu kemarahan publik hingga berujung pada aksi pembakaran.
"Dari hasil pemeriksaan yang telah kami lakukan, terungkap bahwa motif utama tersangka adalah rasa benci yang mendalam terhadap pemerintah dan kepolisian," ungkap Kombes Pol Bagus dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa, 16 September 2025.
Kombes Pol Bagus menambahkan, Renaldo secara aktif mengunggah konten-konten provokatif yang berisi kata-kata kasar dan ajakan untuk melakukan perlawanan terhadap aparat. Unggahan-unggahan tersebut sengaja dirancang untuk membangkitkan emosi negatif dan memobilisasi massa untuk melakukan tindakan anarkis.
"Pelaku membuat kata-kata kasar yang kemudian diunggahnya ke platform Facebook. Isi dari unggahan tersebut secara terang-terangan mengajak masyarakat untuk melakukan perlawanan kepada aparat penegak hukum," jelas Kombes Pol Bagus.
Dalam proses penangkapan dan penggeledahan, pihak kepolisian berhasil menyita sejumlah barang bukti yang menguatkan keterlibatan Renaldo dalam aksi pembakaran tersebut. Barang bukti tersebut antara lain sebuah handphone milik pelaku, kartu SIM yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyebarkan propaganda, serta akun media sosial yang digunakan untuk menghasut massa.
Kombes Pol Bagus menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat dalam aksi pembakaran tersebut. Pihak kepolisian juga akan menggandeng ahli IT untuk menganalisis jejak digital Renaldo dan mengungkap jaringan yang mungkin terlibat dalam penyebaran propaganda dan hasutan.
Menyikapi kasus ini, Kombes Pol Bagus mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya dan selalu menyaring informasi sebelum menyebarkannya kepada orang lain.
"Kami berpesan agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Gunakan akun tersebut untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat saja. Jangan mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya dan selalu saring informasi sebelum menyebarkannya," pungkas Kombes Pol Bagus.
Kasus pembakaran Gedung Ditlantas Polda Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel ini menjadi momentum bagi seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman propaganda dan hasutan yang beredar di media sosial. Pemerintah dan aparat penegak hukum juga diharapkan dapat meningkatkan upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelaku penyebaran ujaran kebencian dan provokasi yang dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Lebih lanjut, kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi para pengguna media sosial untuk lebih bertanggung jawab dalam menggunakan platform digital. Kebebasan berekspresi yang dijamin oleh undang-undang harus diimbangi dengan kesadaran akan dampak yang mungkin timbul dari setiap konten yang dibagikan.
Pakar komunikasi dan media sosial, Dr. Anita Sari, mengatakan bahwa media sosial memiliki potensi besar untuk menyebarkan informasi positif dan membangun komunikasi yang konstruktif. Namun, di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan propaganda, ujaran kebencian, dan hasutan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Pengguna media sosial harus memiliki kemampuan untuk membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah. Mereka juga harus mampu mengidentifikasi konten-konten yang berpotensi memicu konflik dan perpecahan," ujar Dr. Anita.
Dr. Anita menambahkan, literasi digital merupakan kunci untuk mengatasi masalah penyebaran informasi hoax dan ujaran kebencian di media sosial. Literasi digital meliputi kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, menggunakan, dan berbagi informasi secara efektif dan bertanggung jawab.
"Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil harus bersinergi untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat akan lebih mampu menghadapi tantangan era digital dan memanfaatkan media sosial secara positif," kata Dr. Anita.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Sriwijaya, Dr. Bambang Susilo, mengatakan bahwa aksi pembakaran Gedung Ditlantas Polda Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel merupakan bentuk ekspresi kekecewaan dan kemarahan masyarakat terhadap pemerintah. Kekecewaan dan kemarahan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti masalah ekonomi, ketidakadilan sosial, dan korupsi.
"Pemerintah harus lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat dan berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi penyebab kekecewaan dan kemarahan masyarakat," ujar Dr. Bambang.
Dr. Bambang menambahkan, dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat merupakan kunci untuk mencegah terjadinya aksi-aksi anarkis seperti pembakaran Gedung Ditlantas Polda Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel. Pemerintah harus membuka ruang dialog yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka.
"Dialog yang konstruktif akan membantu pemerintah untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan mencari solusi yang tepat," kata Dr. Bambang.
Kasus pembakaran Gedung Ditlantas Polda Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa media sosial memiliki kekuatan yang besar untuk memengaruhi opini publik dan memobilisasi massa. Oleh karena itu, kita harus lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial. Kita harus menggunakan media sosial untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat, bukan untuk menyebarkan propaganda, ujaran kebencian, dan hasutan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus meningkatkan upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelaku penyebaran ujaran kebencian dan provokasi di media sosial. Tindakan tegas harus diberikan kepada pelaku agar memberikan efek jera dan mencegah terjadinya aksi-aksi anarkis di kemudian hari.
Dengan kerjasama dan sinergi dari seluruh elemen masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan media sosial yang sehat dan kondusif bagi pembangunan bangsa. Mari kita jadikan media sosial sebagai sarana untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, bukan sebagai alat untuk memecah belah dan menghancurkan bangsa.