Jakarta, 12 September 2025 – Kabar gembira sekaligus peringatan dini disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam siaran persnya hari ini. Musim hujan 2025/2026 di Indonesia diprediksi akan tiba lebih cepat dari biasanya, membawa serta potensi bahaya hidrometeorologi namun juga membuka peluang besar bagi sektor pertanian.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan dalam konferensi pers di Jakarta bahwa pemantauan iklim terkini menunjukkan sebagian wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan sejak Agustus 2025. Kondisi ini diperkirakan akan terus meluas secara bertahap, mencakup sebagian besar wilayah Indonesia pada periode September hingga November 2025.
"Dibandingkan dengan rerata klimatologis 1991-2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah Indonesia. Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi. Sebagian besar terjadi pada November-Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari-Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua," jelas Dwikorita.
Analisis BMKG menunjukkan dari 699 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM (11,3%) diprediksi akan memasuki musim hujan pada September 2025. Wilayah-wilayah ini meliputi sebagian besar Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat bagian utara, Jambi bagian barat, Bengkulu bagian utara, Bangka Belitung bagian selatan, Sumatera Selatan, sebagian kecil Jawa, Kalimantan Selatan, dan sebagian Papua Selatan.
Selanjutnya, 149 ZOM (21,3%) lainnya diprediksikan memasuki musim hujan pada Oktober 2025. Wilayah yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, Sulawesi bagian selatan, dan Papua bagian tengah. Sementara itu, 105 ZOM (15%) akan mulai mengalami musim hujan pada November 2025, meliputi sebagian besar Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi bagian tengah dan tenggara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, serta sebagian Papua.
Perbandingan dengan rerata klimatologis 1991-2020 menunjukkan bahwa sebanyak 294 ZOM (42,1%) akan mengalami awal musim hujan yang lebih cepat (maju), 50 ZOM (7,2%) sama dengan normalnya, dan 56 ZOM (8,0%) akan mengalami musim hujan yang lebih lambat (mundur). Data ini menegaskan bahwa mayoritas wilayah Indonesia diprediksikan akan menghadapi musim hujan lebih cepat dari biasanya.
Secara umum, sifat hujan pada musim hujan 2025/2026 diprediksikan berada pada kategori normal (69,5%), yang berarti curah hujan musiman tidak akan jauh berbeda dengan biasanya. Namun, terdapat 193 ZOM (27,6%) yang berpotensi mengalami musim hujan dengan sifat atas normal, di antaranya sebagian besar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, beberapa wilayah Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Di sisi lain, terdapat pula 20 ZOM (2,9%) yang diprediksi mengalami musim hujan bawah normal.
"Dengan kondisi ini, potensi ancaman bahaya hidrometeorologi yang dapat menyebabkan dampak seperti banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang tetap perlu diwaspadai, terutama pada wilayah dengan prediksi curah hujan atas normal," tegas Dwikorita.
Menyadari potensi risiko yang ada, BMKG mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sektor terkait, dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Langkah-langkah antisipasi yang perlu dilakukan antara lain penyesuaian kalender tanam pertanian, pengelolaan waduk dan irigasi, perbaikan drainase, pengendalian hama di perkebunan, hingga mitigasi dampak ancaman bahaya hidrometeorologi. Tindakan-tindakan ini harus dilakukan sejak dini agar dampak negatif dapat ditekan.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa dinamika musim hujan tahun ini dipengaruhi oleh faktor global dan regional. Pada Agustus 2025, fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada dalam kondisi netral (indeks –0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik. Namun, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks –1,2), yang menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia, khususnya bagian barat.
Selain itu, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia lebih hangat (+0,42) dari rata-rata klimatologis, yang memicu pembentukan awan hujan lebih intensif. ENSO netral diprediksikan bertahan hingga akhir 2025, sementara IOD negatif diperkirakan berlangsung hingga November 2025.
"Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan," terang Ardhasena.
Lebih lanjut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun masyarakat luas, untuk memanfaatkan informasi cuaca dan iklim yang disediakan BMKG sebagai dasar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
BMKG menekankan pentingnya langkah antisipasi di berbagai sektor dalam menghadapi musim hujan ini. Di sektor pertanian, penyesuaian jadwal tanam, penggunaan varietas tahan genangan, serta perbaikan irigasi dan drainase menjadi kunci agar produksi tidak terganggu. Di sektor perkebunan, kelembaban tinggi perlu diantisipasi melalui pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan drainase yang baik, serta penyesuaian pemupukan. Sementara pada sektor energi, pengelola waduk perlu mengoptimalkan pengisian sejak awal musim dan menyesuaikan operasi waduk dengan puncak hujan agar ketersediaan air dan energi tetap terjaga.
Sektor kebencanaan dan kesehatan juga harus meningkatkan kewaspadaan. Potensi banjir, longsor, dan genangan di wilayah berintensitas hujan tinggi dapat diminimalkan melalui edukasi masyarakat, pembersihan saluran air, dan kesiapan evakuasi. Pada periode transisi di NTB, NTT, Papua Selatan, dan sebagian Sumatera, risiko kebakaran hutan dan lahan tetap perlu diwaspadai. Dari sisi kesehatan, meningkatnya kelembaban udara diprakirakan memperbesar peluang penyebaran penyakit tropis seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), khususnya pada Desember 2025–Januari 2026. Oleh karena itu, upaya pemberantasan sarang nyamuk, fogging fokus, serta edukasi masyarakat harus diperkuat.
Sebagai langkah konkret, BMKG telah meningkatkan layanan informasi iklim dan cuaca melalui berbagai kanal, termasuk aplikasi mobile, media sosial, dan jaringan komunikasi langsung dengan pemerintah daerah. Masyarakat dapat mengakses informasi terkini melalui Instagram @infoBMKG, X @infoBMKG dan @InfoHumasBMKG, Facebook InfoBMKG, Youtube infoBMKG, dan Tiktok infoBMKG.
"Kami berharap informasi ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk perencanaan, mitigasi, dan pengambilan keputusan yang tepat, sehingga dampak ancaman bahaya dapat diminimalkan," pungkas Dwikorita.
Siaran pers ini menjadi pengingat bagi semua pihak untuk bersiap menghadapi musim hujan yang lebih cepat. Dengan kesiapsiagaan dan tindakan mitigasi yang tepat, dampak negatif dapat diminimalkan dan peluang positif di sektor pertanian dapat dimaksimalkan. Keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada.