Tim arkeologi di Turki baru-baru ini membuat penemuan yang menggemparkan dunia arkeologi dan keagamaan, yaitu sebuah bandul kalung berusia 1.600 tahun yang menggambarkan Nabi Sulaiman menunggang kuda sambil menusuk iblis. Artefak unik ini ditemukan di Hadrianopolis, sebuah pemukiman kuno di wilayah Paphlagonia, Turki utara-tengah, yang dulunya merupakan kota penting di bawah kekuasaan Romawi dan Bizantium. Penemuan ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang kepercayaan dan praktik keagamaan di wilayah tersebut pada abad kelima, tetapi juga menyoroti peran penting Nabi Sulaiman sebagai tokoh lintas agama yang dihormati oleh berbagai komunitas.
Bandul kalung perunggu ini, yang diperkirakan berasal dari abad kelima Masehi, merupakan satu-satunya artefak semacam itu yang pernah ditemukan di Anatolia, wilayah yang meliputi sebagian besar wilayah Turki modern. Keunikan dan signifikansinya terletak pada penggambaran Nabi Sulaiman, seorang tokoh sentral dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam, dalam adegan yang penuh simbolisme dan makna religius.
Kedua sisi liontin tersebut dihiasi dengan tulisan dalam bahasa Yunani kuno, yang menambah lapisan kompleksitas dan interpretasi pada artefak tersebut. Tulisan di sisi yang menggambarkan Raja Sulaiman diterjemahkan menjadi, "Tuan kita mengalahkan kejahatan," yang menunjukkan keyakinan akan kekuatan ilahi dan perlindungan terhadap kekuatan jahat. Sisi lainnya menyebutkan nama empat malaikat yang sangat dihormati dalam tradisi Islam: Azrael (Izrail), Gabriel (Jibril), Michael (Mikail), dan Israfil. Kombinasi penggambaran Nabi Sulaiman dan penyebutan nama-nama malaikat ini menunjukkan perpaduan unik antara kepercayaan dan praktik keagamaan pada masa itu.
Ersin Çelikbaş, seorang arkeolog dari Universitas Karabük di Turki yang mengawasi penggalian tersebut, menjelaskan bahwa bandul kalung ini kemungkinan besar digunakan sebagai jimat yang dianggap dapat melindungi pemiliknya dari kejahatan atau bahaya. "Itu adalah simbol agama dan kekuasaan," kata Çelikbaş, menekankan pentingnya artefak tersebut dalam memahami konteks sosial dan budaya Hadrianopolis pada abad kelima.
Meskipun Alkitab Ibrani menggambarkan Raja Salomo sebagai penguasa Israel kuno selama abad ke-10 SM, bukti arkeologis yang mengonfirmasi kisah Alkitab tersebut masih terbatas. Namun, Çelikbaş yakin bahwa artefak tersebut adalah liontin Kristen, yang menunjukkan bahwa tokoh Sulaiman dihormati dan dihormati dalam komunitas Kristen awal di Anatolia.
"Salomo adalah tokoh penting dalam tiga agama suci," jelas Çelikbaş. "Meskipun ia disebut sebagai penguasa dalam Taurat dan Alkitab, ia juga dikenal sebagai nabi dalam Islam. Penggambaran Salomo pada (liontin) ini mengejutkan kami dan mengungkapkan pentingnya artefak tersebut bagi arkeologi Anatolia."
Penemuan bandul kalung ini selama penggalian di Hadrianopolis memberikan wawasan baru tentang sejarah dan budaya kota kuno ini. Hadrianopolis, yang dinamai untuk menghormati kaisar Romawi Hadrian (memerintah 117-138 M), berkembang pesat di bawah kekuasaan Romawi dan Bizantium. Kota ini terkenal dengan mosaik hewan yang indah dan berbagai bangunan penting, termasuk pemandian, gereja, benteng, pemakaman, teater, vila, dan bangunan lainnya.
Lokasi penemuan liontin itu sendiri juga signifikan. Artefak tersebut ditemukan di sebuah bangunan yang mungkin terkait dengan aktivitas militer, meskipun fungsinya masih belum diketahui secara pasti. "Dalam penggalian kami sebelumnya, kami telah menentukan keberadaan unit kavaleri di sini," kata Çelikbaş, yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut mungkin berfungsi sebagai barak atau pusat pelatihan bagi pasukan berkuda.
Çelikbaş berteori bahwa bandul itu mungkin milik seorang prajurit kavaleri. "Nabi Sulaiman juga dikenal sebagai panglima tentara," jelasnya. "Kami memahami bahwa ia juga dianggap sebagai tokoh pelindung bagi kavaleri Romawi dan Bizantium di Hadrianopolis." Dengan kata lain, prajurit kavaleri mungkin mengenakan liontin tersebut sebagai jimat untuk meminta perlindungan Nabi Sulaiman dalam pertempuran dan untuk memastikan kemenangan atas musuh-musuhnya.
Berdasarkan lapisan arkeologi tempat liontin itu ditemukan, para arkeolog memperkirakan bahwa artefak tersebut berasal dari abad kelima, ketika Hadrianopolis menjadi bagian dari Kekaisaran Bizantium. Kekaisaran Bizantium, yang merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi di timur, memainkan peran penting dalam penyebaran agama Kristen dan budaya Yunani di seluruh wilayah Mediterania.
Kaisar Konstantinus, yang memerintah beberapa abad setelah Hadrian, membagi Kekaisaran Romawi menjadi dua, yang berujung pada pembentukan Kekaisaran Bizantium pada 330 M. Pembentukan Kekaisaran Bizantium menandai titik balik dalam sejarah Eropa dan Timur Tengah, dan Hadrianopolis menjadi pusat penting dalam jaringan perdagangan dan budaya kekaisaran.
Meskipun liontin yang ditemukan di Hadrianopolis merupakan liontin pertama yang ditemukan di Anatolia, Çelikbaş mengetahui adanya liontin serupa yang sebelumnya ditemukan di Yerusalem. Penemuan dua artefak serupa di lokasi yang berjauhan ini menunjukkan bahwa keyakinan dan praktik keagamaan tertentu tersebar luas di seluruh wilayah Mediterania pada abad kelima.
"Keberadaan artefak serupa di dua lokasi yang jauh ini menunjukkan bahwa Hadrianopolis merupakan pusat keagamaan penting di zaman kuno," kata Çelikbaş. Penemuan ini menyoroti pentingnya Hadrianopolis sebagai pusat ziarah, perdagangan, dan pertukaran budaya, dan menunjukkan bahwa kota tersebut memainkan peran penting dalam penyebaran ide-ide keagamaan dan budaya di seluruh Kekaisaran Bizantium.
Penemuan bandul kalung berusia 1.600 tahun yang menggambarkan Nabi Sulaiman menombak iblis merupakan bukti yang luar biasa tentang kompleksitas dan keragaman kepercayaan dan praktik keagamaan di Anatolia kuno. Artefak unik ini memberikan wawasan baru tentang peran Nabi Sulaiman sebagai tokoh lintas agama yang dihormati oleh berbagai komunitas, dan menyoroti pentingnya Hadrianopolis sebagai pusat keagamaan dan budaya yang penting di Kekaisaran Bizantium. Penemuan ini diharapkan dapat memicu penelitian lebih lanjut tentang sejarah dan budaya Hadrianopolis dan wilayah sekitarnya, dan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang interaksi kompleks antara agama, budaya, dan politik di dunia kuno.