Cedera parah di bagian lutut nyaris membuat Maman Abdurrahman, bek veteran yang dikenal dengan ketangguhannya, pensiun dini dari dunia sepak bola yang telah membesarkan namanya. Masa-masa sulit itu dialaminya ketika kariernya sedang berada di puncak kejayaan, sebuah ironi yang membuatnya sempat menjauhi segala hal yang berkaitan dengan si kulit bundar.
Maman, yang dikenal sebagai sosok pekerja keras dan pantang menyerah, harus menepi dari lapangan hijau selama kurang lebih delapan bulan. Periode ini menjadi ujian berat bagi mentalnya, di mana keraguan dan ketidakpastian menghantui pikirannya. Namun, di tengah pergumulan yang hebat, semangat untuk kembali pulih dan merumput kembali tetap membara dalam dirinya, meskipun ia menyadari bahwa prosesnya tidak akan berjalan instan.
Keajaiban kemudian datang melalui cara yang tak terduga. Dalam sebuah pertandingan tarkam (antar kampung), sebuah ajang sepak bola non-profesional yang sering diadakan di berbagai daerah di Indonesia, Maman mengalami benturan dengan seorang pemain asing asal Afrika. Benturan tersebut membuatnya sempat khawatir cedera lututnya yang sudah membaik akan kembali kambuh. Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti. Setelah kejadian itu, Maman justru merasa yakin bahwa cederanya telah benar-benar pulih. Keyakinan ini memicu kembali semangatnya yang sempat meredup.
Maman Abdurrahman, yang kini berusia 43 tahun, telah malang melintang di berbagai klub sepak bola ternama di Indonesia, termasuk Persija Jakarta, Persib Bandung, PSIS Semarang, dan Sriwijaya FC. Ia juga pernah menjadi bagian dari Timnas Indonesia dan merasakan atmosfer pertandingan internasional. Pengalaman dan dedikasinya terhadap sepak bola tidak perlu diragukan lagi.
Kisah perjuangan Maman untuk bangkit dari keterpurukan diungkapkannya melalui kanal YouTube GREAT, yang dikelola oleh Greg Nwokolo, seorang mantan pemain sepak bola profesional. Dalam wawancara tersebut, Maman menceritakan secara detail bagaimana ia menghadapi masa-masa sulit akibat cedera yang dialaminya.
"Memang waktu itu sempat, ketika di Persib Bandung sempat cedera, terus ke Sriwijaya cedera lagi dan itu parah. Saya hampir pensiun karena cedera lutut," ungkap Maman, mengenang masa-masa kelam dalam kariernya. Ia juga menambahkan bahwa cedera tersebut dialaminya saat ia membela Sriwijaya FC.
Namun, Maman bersyukur karena cederanya tidak mengharuskannya menjalani operasi. "Tapi tidak operasi. Waktu itu saya periksa tidak diharuskan sampai operasi karena grade-nya masih rendah. Jadi hanya penyembuhan treatment saja," jelasnya. Meskipun demikian, proses penyembuhan cederanya ternyata memakan waktu yang cukup lama dan tidak berjalan mulus.
Maman mengungkapkan bahwa ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa kembali pulih seperti sedia kala. Rasa sakit yang terus-menerus dirasakannya membuatnya frustrasi dan memutuskan untuk menjauhi segala hal yang berkaitan dengan sepak bola.
"Tapi tidak sembuh-sembuh. Lama sekali. Masih merasa sakit, merasa sakit hampir delapan bulan. Sampai akhirnya saya putuskan saya enggak mau menonton sepak bola, saya enggak mau main sepak bola, enggak mau pusing," ujar Maman, menggambarkan betapa beratnya masa-masa yang harus dilaluinya.
Ia memilih untuk fokus pada pemulihan cederanya dan menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. "Saya fokus santai saja di rumah. Coba sembuhin ini bertahap saja. Kalaupun sembuh saya akan main lagi, kalau enggak sembuh ya mungkin sudah selesai," paparnya.
Meskipun sempat menjauhkan diri dari dunia sepak bola, Maman tidak sepenuhnya kehilangan harapan. Ia terus berusaha menjaga semangatnya dan mencari cara untuk bisa kembali merumput. Ia menyadari bahwa proses pemulihan cedera membutuhkan kesabaran dan ketekunan.
Di tengah rasa frustrasi yang menghantuinya, Maman mendapatkan inspirasi dari dua rekannya di Timnas Indonesia, yaitu Bima Sakti dan Boaz Solossa. Kedua pemain tersebut juga pernah mengalami cedera parah, namun berhasil bangkit dan kembali bermain di level tertinggi.
"Tapi saya punya semangat waktu itu saya melihat Bima Sakti dan Boaz Salossa. Dia punya cedera parah tapi bisa kembali lagi. Itu salah satu yang membuat saya semangat, mereka bisa kenapa saya enggak bisa," ujar Maman, mengungkapkan bagaimana kedua rekannya tersebut menjadi sumber motivasinya.
Maman kemudian mulai menjalani program fisioterapi dan berusaha memulihkan kondisinya secara bertahap. Ia juga mulai bermain sepak bola dengan anak-anak kecil untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.
"Sampai akhirnya saya punya semangat lagi nih. Oke, sembuhin dengan apa namanya ya, fisioterapi segala macam. Di rumah coba sendiri dengan usaha sendiri gitu. Akhirnya dimulai dari yang bawah-bawah. Main bola dengan anak-anak kecil. Serius. Oh, ternyata saya masih jago," ujarnya sambil tertawa.
Momen penting yang akhirnya membuat Maman yakin bahwa cederanya telah sembuh adalah ketika ia bermain di sebuah pertandingan tarkam dan bertabrakan dengan seorang pemain asing asal Afrika. Benturan tersebut tidak menimbulkan efek negatif pada lututnya, justru membuatnya semakin percaya diri.
"Terus bertahap-bertahap. Akhirnya ada momen dimana waktu itu saya sempat main di tarkam juga. Karena saya mau mencoba dan ketemu pemain asing dari Afrika. Saya tabrakan dengan dia. Pum! Tidak ada apa-apa. Tabrakannya di kaki. Saya tidak apa-apa. Dari situ saya mulai percaya diri. Wah, ternyata saya sudah sembuh. Cuma begitu saja," pungkasnya.
Kisah Maman Abdurrahman ini adalah sebuah inspirasi bagi para pemain sepak bola dan atlet lainnya yang mengalami cedera. Ia membuktikan bahwa dengan semangat pantang menyerah, kerja keras, dan dukungan dari orang-orang terdekat, seseorang dapat bangkit dari keterpurukan dan kembali meraih kesuksesan.
Selain itu, kisah Maman juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kondisi fisik, terutama bagi para atlet yang memiliki risiko tinggi mengalami cedera. Pencegahan cedera harus menjadi prioritas utama, dan penanganan cedera harus dilakukan secara profesional dan komprehensif.
Maman Abdurrahman adalah sosok pemain yang patut dihormati dan dijadikan teladan. Dedikasinya terhadap sepak bola, semangat pantang menyerahnya, dan kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan menjadikannya sebagai salah satu legenda sepak bola Indonesia. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, Maman tetap menunjukkan performa yang solid di lapangan hijau dan menjadi inspirasi bagi generasi muda. Ia membuktikan bahwa usia hanyalah angka dan semangat juang tidak pernah pudar. Kisah inspiratifnya akan terus dikenang dan menjadi motivasi bagi para pemain sepak bola Indonesia untuk meraih mimpi-mimpi mereka.