Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) mendatangi Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI untuk menyampaikan sejumlah tuntutan krusial yang dihadapi para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia. Pertemuan yang berlangsung pada Rabu, 10 September 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat ini, dihadiri oleh Ketua BAM Ahmad Heryawan (Aher), Wakil Ketua BAM Adian Napitupulu, serta beberapa anggota BAM lainnya. Belasan pengemudi ojol yang masih mengenakan atribut kebesaran mereka, menyampaikan lima poin utama aspirasi yang diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh DPR RI.
Juru Bicara APOB, Yudy, dengan lantang menyuarakan tuntutan pertama, yaitu mendesak DPR untuk mendorong penurunan potongan tarif ojol oleh aplikator menjadi hanya 10%. Yudy menjelaskan bahwa tuntutan ini telah lama digaungkan, khususnya kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), namun belum membuahkan hasil yang signifikan. Menurutnya, realisasi tuntutan ini sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah melalui penerbitan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) yang baru.
"Jadi dari total tarif yang diklaim ke konsumen, itu langsung dibagi 80-20 persen, Pak. Itu untuk aspirasi kami potongan 10 persen," tegas Yudy di hadapan para anggota BAM DPR RI. Ia menambahkan, "Kami berharap BAM nanti bisa memperkuat, menekan eksekutif, khususnya Kemenhub bisa segera (penuhi aspirasi ini)."
Tuntutan kedua yang tak kalah penting adalah terkait jaminan sosial. Para pengemudi ojol meminta agar aplikator bertanggung jawab penuh dalam membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan mereka. Yudy mengungkapkan bahwa selama ini, para pengemudi harus merogoh kocek pribadi untuk membayar iuran tersebut. Padahal, dalam Kepmenhub nomor 1001 tahun 2022, terdapat klaim lima persen yang telah lama dibahas dan bahkan menjadi viral, yang seharusnya dialokasikan untuk menunjang kesejahteraan pengemudi online.
"Di dalam Kepmenhub nomor 1001 tahun 2022 itu ada klaim lima persen yang sudah berbulan-bulan kita bahas bahkan viral itu, itu sebagai penunjang kesejahteraan pengemudi online, penggunaannya peruntukannya yang diklaim 5 persen dari konsumen, Pak," ujar Yudy. "Nah, dari situ sebenarnya untuk BPJSTK kami bisa dibayarkan. Namun, tidak, Pak. Kami BPJSTK membayar sendiri. Dan itu lima persen tersebut penggunaannya salah satunya bunyinya di KP 1001 ‘untuk asuransi tambahan’. Sama, Pak, barang itu nggak kelihatan juga, asuransi tambahan. Sedangkan BPJSTK juga bayar sendiri," imbuhnya.
Tuntutan ketiga adalah mengenai jaminan argo. Para pengemudi ojol menuntut agar aplikator memberikan jaminan penghasilan yang setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Yudy mencontohkan UMP di Jakarta yang saat ini berada di angka Rp 5,3 juta.
"Kami simulasikan berdasarkan UMP DKI, kurang lebih 5,3 ya kita simulasi 5,3 ya. Nah 5,3 ini kalau kita breakdown berdasarkan Undang-Undang 13 Ketenagakerjaan itu, 22 hari kerja. Kami bagi 22 hari kerja ketemunya 241 (ribu rupiah per hari) lah," jelas Yudy. "Kami bekerja selama 8 jam, artinya kami kalau pengemudi online itu aplikasi harus online selama 8 jam. Jadi dalam 8 jam itu kami sudah ada kepastian mendapatkan minimal 241 (ribu rupiah), Pak," tambahnya.
Yudy menegaskan bahwa jika penghasilan pengemudi ojol tidak mencapai Rp 241 ribu setelah 8 jam bekerja, maka aplikator harus menanggung selisihnya. "Namun ketika setelah 8 jam kami online, kami hanya mendapatkan hasil 150 (ribu rupiah) misalkan. Berarti perusahaan aplikasi harus menjamin kami tambahannya sebesar 91 (ribu rupiah), sehingga ketemu 241 (ribu rupiah)," ucap Yudy.
Tuntutan keempat adalah terkait delegasi penyelesaian masalah pengemudi ojol ke pemerintah daerah. Para pengemudi ojol berharap agar permasalahan yang mereka hadapi dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif tanpa harus menunggu respons dari pemerintah pusat.
"Jadi kami menyampaikan aspirasi supaya efektif, tidak lama dalam hal penyelesaian problem-problem yang ada dan yang akan ada itu langsung didelegasikan ke pemerintah daerah. Tidak lagi hanya ke pemerintah pusat, harus didelegasikan ke pemerintah daerah," tegas Yudy. "Lalu untuk R4 atau mobil, itu sudah berjalan kewenangan kepala daerah masing-masing menentukan tarif dan seterusnya. R2 (roda dua atau motor) belum, Pak," imbuhnya.
Tuntutan kelima dan terakhir adalah permintaan agar aplikator menghentikan program-program seperti Hemat, Aceng, atau Slot yang dinilai merugikan pengemudi ojol. Yudy menjelaskan bahwa program-program tersebut memaksa pengemudi untuk membayar sejumlah uang agar mendapatkan orderan.
"Bapak Ibu sering dengar program Aceng, Slot, hemat-hematan, seterusnya, kami pelaku R2, saya sampaikan salah satu hijau lah ya. Gini pak, kami itu diperlakukan bahwa ada berlaku member driver, pengemudi driver. Artinya member driver itu kalau mau dapet order beli sama perusahaan aplikasi," jelas Yudy. "Berapa harganya, kita bicara namanya Hemat, yang Hemat-Hemat lah. Kalau driver mau dapet order 1-2 order kami harus bayar 3 ribu rupiah pak. Kalau mau dapat 3-4 order, kami harus bayar Rp 8.500. Kalau mau dapat 5-6 order kami harus bayar Rp 13.500. Kalau kami mau dapat 7-9 order Rp 18.000 kami harus bayar. Kalau mau 10 ke atas, kami harus bayar Rp 20 ribu," tambahnya.
Yudy menambahkan bahwa pengemudi yang tidak mengikuti program-program tersebut akan kesulitan mendapatkan orderan. "Apa konsekuensi kalau tidak mengikuti program itu, ordernya anyep. Perbandingan antara yang ikut program tersebut dan yang tidak sama sekali itu jauh banget. Terima ordernya berat sekali," ucap Yudy. "Sehari bisa satu order dua order. Itu bisa belasan jam. Tiga order. Paling top juga 5 order. Ini bicara belasan jam 1 hari kita nungguin order, cuma dapet 5 order," imbuhnya.
Selain membahas masalah pendapatan dan kesejahteraan, para pengemudi ojol juga menyinggung kasus kematian Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol yang tewas akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) milik anggota Brimob saat terjadi kerusuhan di Pejompongan, Jakarta Pusat pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Salah satu perwakilan ojol, Dedi, menyampaikan bahwa seharusnya ada pejabat yang bertanggung jawab dan mengundurkan diri atas insiden tersebut. "Kami berharap, bapak menyampaikan apakah itu ke Kapolri atau ke Pak Prabowo sebagai presiden sebagai pimpinannya, supaya tahu diri. Karena prajurit yang di lapangan bekerja berdasarkan perintah," ucap Dedi. "Ketika ada hal terjadi di lapangan, tanggung jawab moral, Kapolri sewajarnya harus mengundurkan diri atau dipecat. Keluarga sudah ‘diobati’ oleh berbagai santunan berbagai bantuan baik dari pemerintah ataupun pribadi-pribadi," tambahnya.
Dedi menilai bahwa para pengemudi ojol yang merupakan rekan Affan, hingga saat ini belum mendapatkan "obat" atas kejadian tersebut. Mereka menuntut tanggung jawab penuh dari pihak-pihak terkait. "Tapi kami rekan-rekan Affan, kami belum dapat obat atas gugurnya beliau, dilindas ataupun terlindas, entah apa kosa kata yang tepat," ucap Dedi. "Tolong tanggung jawab sebagai pimpinan, Kapolri yang memberikan perintah untuk pengamanan mengundurkan diri atau bisik-bisik ke Pak Prabowo ganti tuh Kapolri, pecat kalau perlu," tambahnya.
Menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh para pengemudi ojol, Ketua BAM DPR, Ahmad Heryawan, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti seluruh tuntutan tersebut. BAM akan mengumpulkan berbagai pihak terkait untuk melakukan focus group discussion (FGD) guna mencari solusi terbaik.
"Yang jelas, ini harus duduk bersama, panjang ceritanya, tapi minimal hal yang penting, kalaupun belum seluruhnya bisa diperjuangkan, minimal hal yang penting, potongan itu dulu, lumayan kan kalo itu disetujui," ucap Aher. "Minimal itu dulu kita perjuangkan tentu kalau yang lain-lain ini harus lintas sektor, lintas komisi. Tapi kalau urusannya potongan 10 persen ini hanya komisi V saja. Kalau yang itu ya," tambah dia.
Aher juga menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan seluruh aspirasi pengemudi ojol hingga terpenuhi. "Tapi kalau yang lainnya, insyaallah BAM akan melakukan langkah-langkah berikutnya, selain nanti bertemu dengan aplikator, di saat yang sama memanggil para pihak," ucap Aher. "Para pihak itu bisa BPJSTK, bisa Jasa Raharja, bisa Kemenhub, bisa Kemenaker dan lain-lain, kita kumpulkan dalam bentuk FGD sementara," tambahnya.
Namun, terkait tuntutan yang berkaitan dengan kasus Affan, Aher menjelaskan bahwa BAM belum dapat mengambil tindakan karena BAM belum dapat menerima aspirasi yang bersifat politis. "BAM saya kira fokus kepada tuntutan yang tidak bersifat politis, tapi tuntutan yang betul-betul murni tuntutan masyarakat ojol. Yaitu bagaimana potongan bisa dikurangi," ujar Aher. "Toh ketika dikurangi potongannya tidak akan mengurangi keuntungan yang begitu besar yang ada pada aplikator, tapi ini menjadi sebuah keadilan yang lebih, situasi yang lebih berkeadilan," tandasnya.
Pertemuan antara APOB dan BAM DPR RI ini diharapkan dapat menjadi titik terang bagi perbaikan kesejahteraan dan perlindungan hak-hak para pengemudi ojol di Indonesia. Tindak lanjut dari DPR RI akan menjadi penentu apakah aspirasi yang telah disampaikan dapat direalisasikan demi keadilan dan kesejahteraan para pahlawan jalanan ini.