Overthinking Lihat Informasi Demo? Ini Saran Ahli Jiwa Biar Nggak Anxiety

  • Maskobus
  • Sep 03, 2025

Jakarta – Gelombang informasi mengenai demonstrasi, baik yang berupa ajakan, laporan kejadian, hingga opini pro dan kontra, membanjiri media sosial. Tak jarang, informasi yang beredar disertai dengan narasi yang memicu kecemasan, ketakutan, bahkan kemarahan. Paparan berita yang intens dan berkelanjutan mengenai isu-isu sensitif, termasuk demonstrasi, dapat memicu gangguan kecemasan atau anxiety pada sebagian orang. Lalu, bagaimana cara mengelola rasa cemas dan mencegah overthinking saat terpapar informasi seputar demonstrasi di media sosial?

Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, memberikan sejumlah saran praktis untuk menjaga kesehatan mental di tengah arus informasi yang deras. Menurutnya, kesadaran diri dan kemampuan untuk mengatur konsumsi informasi menjadi kunci utama. Berikut adalah enam tips yang dibagikan oleh dr. Lahargo untuk menghindari anxiety dan overthinking saat melihat informasi demonstrasi:

1. Sadari Pola dan Pemicunya: Kenali Kapan dan Apa yang Memicu Kecemasan

Langkah pertama dalam mengelola kecemasan adalah mengenali pola perilaku dan pemicu yang memicu overthinking. Dr. Lahargo menekankan pentingnya introspeksi diri untuk memahami kapan dan dalam situasi apa seseorang cenderung terpapar informasi demonstrasi secara berlebihan (doom scrolling).

"Catat kapan kamu mulai doom scrolling. Apakah itu terjadi di malam hari sebelum tidur, saat merasa bosan, atau saat sedang menunggu sesuatu? Lalu, kenali jenis konten yang memicu emosimu," jelas dr. Lahargo. Apakah itu berita tentang bentrokan antara demonstran dan aparat, komentar-komentar pedas di media sosial, atau video-video yang menampilkan kekerasan?

Overthinking Lihat Informasi Demo? Ini Saran Ahli Jiwa Biar Nggak Anxiety

Dengan mengidentifikasi waktu dan jenis konten yang memicu emosi negatif, seseorang dapat lebih waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan. Kesadaran diri adalah fondasi untuk memutus kebiasaan buruk dan mengendalikan paparan informasi yang berpotensi memicu kecemasan.

2. Atur ‘Pasar Digital’: Kurasi Konten dan Batasi Waktu di Media Sosial

Algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang relevan dengan minat dan preferensi pengguna. Namun, algoritma ini juga dapat menjebak seseorang dalam lingkaran informasi yang memperburuk kecemasan. Dr. Lahargo menekankan bahwa setiap individu memiliki kendali untuk mengatur ‘pasar digital’ mereka dan menciptakan lingkungan informasi yang lebih sehat.

"Batasi waktu main media sosial menggunakan timer. Misalnya, 15-20 menit per sesi. Gunakan fitur mute, unfollow, atau block untuk akun yang membuat darah naik," sarannya. Akun-akun yang sering membagikan berita provokatif, ujaran kebencian, atau informasi yang tidak akurat sebaiknya dihindari.

Selain itu, dr. Lahargo menyarankan untuk secara aktif mencari dan mengikuti akun-akun yang menyebarkan konten positif, edukatif, dan inspiratif. "Buat feed (aliran konten) jadi ‘sehat’. Follow akun edukatif, inspiratif, atau yang bikin senyum," tambahnya. Konten-konten yang mempromosikan optimisme, kreativitas, dan humor dapat membantu menyeimbangkan paparan terhadap berita-berita negatif.

3. Terapkan Aturan ‘Cek Fakta Dulu, Reaksi Belakangan’: Verifikasi Informasi Sebelum Bereaksi

Di era digital, informasi menyebar dengan sangat cepat, seringkali tanpa verifikasi yang memadai. Dr. Lahargo mengingatkan masyarakat untuk tidak langsung bereaksi terhadap konten-konten yang bertebaran, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sensitif seperti demonstrasi. Reaksi yang gegabah dapat memperburuk kecemasan dan bahkan memicu konflik.

"Jangan langsung terpancing judul clickbait. Baca dulu dan teliti sumbernya," tegasnya. Periksa apakah informasi tersebut berasal dari sumber yang kredibel dan dapat dipercaya. Bandingkan dengan sumber-sumber lain untuk memastikan keakuratan informasi.

Dr. Lahargo juga menyarankan untuk menunda komentar atau reaksi selama beberapa saat setelah membaca informasi yang memicu emosi. "Tunda komentar 10 detik, tarik napas. Emosi sering mereda sebelum jempol bergerak," katanya. Memberi jeda sejenak dapat membantu menjernihkan pikiran dan menghindari respons impulsif yang mungkin disesali kemudian.

"Ingat! tidak semua yang viral itu benar, dan tidak semua yang benar perlu kamu komentari," tambahnya. Memilih untuk tidak terlibat dalam perdebatan atau komentar yang tidak produktif dapat membantu menjaga ketenangan pikiran.

4. Buat Jeda Fisik: Jauhkan Diri dari Gawai untuk Sementara Waktu

Meskipun sulit, memberikan jarak fisik dengan gawai merupakan solusi efektif untuk meminimalisir rasa cemas. Dr. Lahargo menyarankan untuk secara sengaja menjauhkan diri dari ponsel atau perangkat elektronik lainnya, terutama saat merasa kewalahan dengan informasi yang beredar.

"Letakkan ponsel jauh dari tempat tidur atau meja makan. Setiap kali muncul dorongan scroll, berdiri, ambil minum, atau peregangan sebentar," sarannya. Mengalihkan perhatian ke aktivitas fisik atau kegiatan lain yang tidak melibatkan layar dapat membantu meredakan ketegangan dan mengurangi overthinking.

Selain itu, dr. Lahargo merekomendasikan untuk mengganti kebiasaan scroll media sosial di malam hari dengan aktivitas yang lebih menenangkan. "Pindahkan kebiasaan ‘scroll malam’ jadi ‘baca buku ringan’ atau dengar musik santai," tegasnya. Aktivitas-aktivitas ini dapat membantu mempersiapkan pikiran dan tubuh untuk tidur yang berkualitas.

5. Isi Pikiran dengan Hal Positif: Fokus pada Berita Baik dan Aktivitas yang Menyenangkan

Dr. Lahargo menekankan bahwa setiap individu memiliki kendali penuh atas informasi yang mereka konsumsi. Alih-alih terus menerus terpapar berita negatif tentang demonstrasi, cobalah untuk secara aktif mencari dan fokus pada berita baik dan informasi yang menginspirasi.

"Cari berita baik (good news), bukan hanya berita buruk. Praktikkan rasa syukur harian, tulis 3 hal kecil yang menyenangkan setiap hari," katanya. Mengakui dan menghargai hal-hal positif dalam hidup dapat membantu menumbuhkan optimisme dan mengurangi rasa cemas.

Selain itu, dr. Lahargo menyarankan untuk melibatkan diri dalam aktivitas offline yang menyenangkan dan bermakna. "Lakukan aktivitas offline yang bikin hati senang: ngobrol dengan teman, berkebun, atau jalan santai," sambungnya. Berinteraksi dengan orang-orang terdekat, menghabiskan waktu di alam, atau mengejar hobi dapat membantu mengalihkan perhatian dari kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

6. Otak Butuh Damai: Kendalikan Algoritma, Bukan Sebaliknya

Platform digital dirancang untuk membuat seseorang betah dan terus menerus terpapar konten. Namun, paparan informasi yang berlebihan dan berkelanjutan dapat membebani otak dan memicu anxiety. Dr. Lahargo mengingatkan bahwa penting untuk mengendalikan algoritma media sosial, bukan sebaliknya.

"Jangan kasih makan algoritma dengan klik berlebihan pada konten provokatif. Kamu yang pegang kendali, bukan algoritma!" katanya. Hindari mengklik atau berinteraksi dengan konten yang memicu emosi negatif. Semakin sedikit interaksi dengan konten tersebut, semakin kecil kemungkinan konten serupa akan muncul di feed.

Dengan menerapkan tips-tips di atas, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam mengonsumsi informasi seputar demonstrasi dan menjaga kesehatan mental di tengah arus informasi yang deras. Ingatlah bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika merasa kesulitan mengelola kecemasan dan overthinking.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :