Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. Tjandra Yoga Aditama, memberikan sorotan penting terkait dampak gas air mata terhadap kesehatan, khususnya pada sistem pernapasan. Beliau menjelaskan bahwa gas air mata mengandung berbagai bahan kimia aktif yang dapat menimbulkan efek yang signifikan bagi kesehatan manusia. Bahan-bahan kimia tersebut antara lain chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidene malononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzyl cyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR). Setiap senyawa ini memiliki karakteristik dan efek yang berbeda, namun secara umum, paparan terhadap campuran bahan kimia ini dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada mata, kulit, dan saluran pernapasan.
Prof. Tjandra menekankan bahwa dampak gas air mata dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama: efek akut dan efek kronis. Efek akut adalah gejala yang muncul segera setelah paparan gas air mata. Pada saluran pernapasan, gejala akut dapat meliputi dada terasa berat, batuk-batuk, sensasi tenggorokan seperti tercekik, mengi (suara napas yang berbunyi "ngik"), dan sesak napas. Dalam kasus yang lebih parah, paparan gas air mata dapat menyebabkan gangguan pernapasan yang serius atau bahkan kegagalan pernapasan (respiratory distress). Selain itu, paparan gas air mata juga dapat menyebabkan rasa terbakar pada mata, mulut, dan hidung, pandangan kabur, kesulitan menelan, luka bakar kimiawi, dan berbagai reaksi alergi.
Efek kronis, di sisi lain, adalah dampak jangka panjang yang dapat muncul setelah paparan berulang atau paparan dengan dosis tinggi. Prof. Tjandra menjelaskan bahwa meskipun dampak utama gas air mata adalah efek akut yang segera timbul, dalam keadaan tertentu, efek kronis dapat berkembang dan bertahan lama. Hal ini terutama terjadi jika seseorang terpapar gas air mata dalam jangka waktu yang lama, dengan dosis yang tinggi, atau di lingkungan yang tertutup. Dampak kronis ini dapat mencakup masalah pernapasan jangka panjang, seperti bronkitis kronis, asma, dan penurunan fungsi paru-paru.
Lebih lanjut, Prof. Tjandra menekankan bahwa paparan gas air mata dapat sangat berbahaya bagi individu yang memiliki riwayat masalah paru-paru, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pada orang dengan kondisi ini, paparan gas air mata dapat memicu serangan sesak napas akut yang parah, yang berpotensi menyebabkan gagal napas atau respiratory failure. Oleh karena itu, penting bagi individu dengan masalah paru-paru untuk mengambil tindakan pencegahan ekstra untuk menghindari paparan gas air mata.
Selain itu, Prof. Tjandra juga menjelaskan bahwa dampak gas air mata sangat bergantung pada dosis paparan. Semakin besar dosis paparan, semakin besar pula risiko dan tingkat keparahan efek yang ditimbulkan. Dosis paparan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk konsentrasi gas air mata di udara, durasi paparan, dan jarak individu dari sumber gas air mata.
Faktor lain yang dapat memengaruhi dampak gas air mata adalah tingkat kepekaan individu terhadap zat-zat kimia yang terkandung dalam gas air mata. Beberapa orang mungkin lebih rentan terhadap efek gas air mata daripada yang lain, karena perbedaan dalam sistem kekebalan tubuh, sensitivitas saluran pernapasan, dan faktor genetik.
Prof. Tjandra juga menyoroti pentingnya faktor lingkungan dalam menentukan dampak gas air mata. Paparan di ruang tertutup, misalnya, dapat menyebabkan efek yang lebih parah daripada paparan di ruang terbuka, karena konsentrasi gas air mata cenderung lebih tinggi di ruang tertutup. Selain itu, aliran udara dan kondisi cuaca juga dapat memengaruhi penyebaran gas air mata dan dampaknya terhadap kesehatan. Angin kencang, misalnya, dapat membawa gas air mata lebih jauh dan meningkatkan risiko paparan bagi orang-orang di sekitar area tersebut.
Mengingat potensi bahaya gas air mata, Prof. Tjandra menekankan pentingnya tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari paparan. Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
-
Menghindari area yang berpotensi terpapar gas air mata: Ini adalah langkah pencegahan yang paling efektif. Jika Anda mengetahui bahwa ada demonstrasi atau kerumunan massa di suatu area, hindari area tersebut untuk mengurangi risiko paparan gas air mata.
-
Menggunakan masker: Masker dapat membantu mengurangi jumlah gas air mata yang masuk ke saluran pernapasan. Masker dengan filter karbon aktif adalah yang paling efektif dalam menyaring bahan kimia yang terkandung dalam gas air mata.
-
Melindungi mata: Kacamata atau pelindung mata dapat membantu melindungi mata dari iritasi akibat gas air mata.
-
Menutupi kulit: Pakaian yang menutupi kulit dapat membantu mengurangi paparan gas air mata pada kulit.
-
Membilas mata dan kulit: Jika Anda terpapar gas air mata, segera bilas mata dan kulit dengan air bersih selama minimal 15 menit.
-
Mencari pertolongan medis: Jika Anda mengalami gejala yang parah setelah terpapar gas air mata, segera cari pertolongan medis.
Selain tindakan pencegahan individu, Prof. Tjandra juga menekankan pentingnya regulasi dan penggunaan gas air mata yang bertanggung jawab oleh pihak berwenang. Gas air mata harus digunakan hanya sebagai upaya terakhir dalam pengendalian massa dan harus digunakan dengan hati-hati untuk meminimalkan risiko bagi kesehatan masyarakat. Penggunaan gas air mata harus sesuai dengan protokol dan standar internasional yang ketat untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa informasi yang diberikan oleh Prof. Tjandra Yoga Aditama ini bersifat umum dan tidak boleh dianggap sebagai pengganti nasihat medis profesional. Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang kesehatan Anda setelah terpapar gas air mata, konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan lainnya untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.
Dalam konteks yang lebih luas, diskusi tentang efek gas air mata menyoroti pentingnya perlindungan hak asasi manusia dan penggunaan kekuatan yang proporsional oleh pihak berwenang. Penggunaan gas air mata harus dipertimbangkan dengan cermat, dengan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya, dan harus digunakan hanya dalam situasi di mana tidak ada alternatif lain yang tersedia.
Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gas air mata dan cara melindungi diri dari paparan. Edukasi publik dapat membantu mengurangi dampak negatif gas air mata terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan memahami risiko dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat meminimalkan dampak negatif gas air mata terhadap kesehatan dan melindungi diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.