Gelombang kepanikan melanda para pemegang visa H-1B setelah beredar kabar mengenai aturan baru yang mengharuskan pembayaran biaya sebesar USD 100 ribu atau sekitar Rp 1,6 miliar. Aturan yang awalnya dikhawatirkan akan berlaku untuk semua pemegang visa H-1B ini, memicu eksodus sementara para pekerja asing terampil untuk segera kembali ke Amerika Serikat, tak peduli seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan. Meskipun kemudian Gedung Putih mengklarifikasi bahwa biaya tersebut hanya berlaku untuk pelamar visa H-1B baru, bukan untuk perpanjangan atau pemegang visa yang sudah ada, kerusakan psikologis dan finansial telah terlanjur terjadi.
Kepanikan ini diperparah oleh saran dari perusahaan-perusahaan tempat para pekerja asing ini bernaung. Banyak perusahaan yang mendorong karyawan mereka untuk segera kembali ke AS sebelum batas waktu yang ditetapkan, yaitu 21 September. Ketidakjelasan dan ketidakpastian yang menyelimuti situasi ini memaksa banyak orang untuk mengambil keputusan terburu-buru, tanpa sempat mempertimbangkan implikasi jangka panjangnya.
Salah satu korban dari kepanikan ini adalah Rohan Mehta, seorang profesional di bidang pengembangan perangkat lunak. Rohan, yang saat itu sedang berada di kampung halamannya di Nagpur, India, untuk memperingati hari kematian ayahnya, terpaksa membatalkan semua rencananya dan segera kembali ke AS. Biaya yang harus ia keluarkan untuk penerbangan tercepat mencapai USD 8.000 atau sekitar Rp 132 juta. Sebuah harga yang sangat mahal untuk sebuah kesalahan informasi dan kepanikan yang tidak perlu.
Kisah Rohan Mehta hanyalah satu dari sekian banyak cerita serupa. Para pekerja asal India merupakan penerima visa H-1B terbesar, mencakup lebih dari 70% dari 85.000 visa yang dikeluarkan setiap tahunnya. Banyak dari mereka telah bekerja dan tinggal di AS selama bertahun-tahun, bahkan beberapa dekade. Mereka telah membangun karir, keluarga, dan kehidupan di AS, dan aturan baru ini mengancam stabilitas dan masa depan mereka.
Rohan Mehta sendiri telah tinggal di AS bersama keluarganya selama 11 tahun. Kepulangannya ke Nagpur pada awal bulan seharusnya menjadi momen untuk berkumpul dengan keluarga dan mengenang mendiang ayahnya. Namun, kabar mengenai aturan visa baru telah mengubah segalanya. Pada tanggal 20 September, ia dengan tergesa-gesa memesan penerbangan pulang sebelum batas waktu yang ditetapkan. "Saya memesan beberapa pilihan karena kebanyakan tiketnya hampir habis," ujarnya setelah menaiki pesawat Virgin Atlantic dari Mumbai menuju Bandara Internasional John F. Kennedy.
Rasa cemas dan ketidakpastian sangat jelas terpancar dari kata-katanya. "Jika ada sedikit saja penundaan, saya akan melewatkan tenggat waktu," cetusnya. Ketegangan dan tekanan yang ia rasakan sangatlah besar. Ia merasa seperti sedang berlomba dengan waktu, dan setiap detik sangat berharga.
Rohan menggambarkan insiden ini sebagai pengalaman yang traumatis. Ia merasa bersyukur karena istri dan anaknya tidak ikut pergi ke India. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika mereka juga terjebak dalam situasi yang sama.
Namun, di balik rasa syukur itu, terselip kekecewaan dan penyesalan. "Saya jadi menyesali pilihan hidup saya. Saya memberikan masa muda saya bekerja di AS dan sekarang seperti tak diinginkan. Anak saya menghabiskan seluruh hidupnya di AS," cetusnya. Kata-kata ini mencerminkan perasaan banyak pekerja asing yang merasa tidak dihargai dan tidak aman di negara yang telah mereka anggap sebagai rumah mereka sendiri.
Kasus Rohan Mehta dan ribuan pekerja asing lainnya menyoroti dampak negatif dari kebijakan imigrasi yang tidak jelas dan berubah-ubah. Kebijakan seperti ini tidak hanya merugikan para pekerja asing, tetapi juga perusahaan-perusahaan AS yang bergantung pada keahlian dan kontribusi mereka.
Visa H-1B sendiri merupakan program yang memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk merekrut pekerja asing terampil di bidang-bidang khusus yang membutuhkan keahlian teknis atau teoritis. Program ini sangat penting bagi perusahaan-perusahaan di sektor teknologi, teknik, dan sains, yang seringkali kesulitan untuk menemukan pekerja lokal dengan kualifikasi yang sesuai.
Namun, program visa H-1B telah menjadi target kritik dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa program ini merugikan pekerja AS dan menekan upah. Mereka berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan AS menggunakan visa H-1B untuk menggantikan pekerja lokal dengan pekerja asing yang bersedia dibayar lebih rendah.
Pemerintahan Trump telah mengambil beberapa langkah untuk memperketat aturan visa H-1B, termasuk meningkatkan persyaratan kualifikasi dan mengurangi jumlah visa yang dikeluarkan. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk melindungi pekerja AS dan memastikan bahwa visa H-1B hanya digunakan untuk mengisi posisi-posisi yang benar-benar membutuhkan keahlian khusus.
Namun, para kritikus berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan ini justru akan merugikan ekonomi AS dan menghambat inovasi. Mereka berpendapat bahwa pekerja asing terampil memberikan kontribusi yang signifikan bagi ekonomi AS dan bahwa membatasi akses mereka ke AS akan merugikan perusahaan-perusahaan AS dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kisah Rohan Mehta adalah pengingat yang jelas bahwa kebijakan imigrasi memiliki dampak yang sangat nyata pada kehidupan orang-orang. Kebijakan yang tidak jelas dan berubah-ubah dapat menciptakan ketidakpastian dan ketakutan, memaksa orang untuk mengambil keputusan yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Penting bagi para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak dari kebijakan imigrasi mereka pada para pekerja asing dan keluarga mereka. Kebijakan imigrasi yang adil dan transparan dapat membantu memastikan bahwa AS tetap menjadi tujuan yang menarik bagi para pekerja asing terampil, yang pada gilirannya akan membantu mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, perusahaan-perusahaan AS juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada karyawan mereka mengenai perubahan dalam kebijakan imigrasi. Perusahaan-perusahaan harus bekerja sama dengan pengacara imigrasi untuk memastikan bahwa karyawan mereka memahami hak dan kewajiban mereka, dan bahwa mereka dapat mengambil keputusan yang tepat untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Kepanikan yang disebabkan oleh aturan visa Trump adalah pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat. Ini adalah pengingat bahwa kebijakan imigrasi memiliki konsekuensi yang luas dan bahwa penting untuk mengambil pendekatan yang bijaksana dan hati-hati. Dengan bekerja sama, para pembuat kebijakan, perusahaan, dan pekerja asing dapat membantu menciptakan sistem imigrasi yang adil, transparan, dan bermanfaat bagi semua orang.