Di tengah hiruk pikuk dunia modern, pola asuh anak atau parenting menjadi topik yang tak pernah lekang oleh waktu. Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik bagi buah hatinya, termasuk menanamkan nilai-nilai luhur seperti empati dan tanggung jawab. Namun, bagaimana cara yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai tersebut? Sebuah pendekatan menarik dari Jerman menawarkan perspektif baru yang menekankan pada pengalaman dan solusi, bukan sekadar paksaan mengucapkan kata "maaf".
Seringkali, ketika anak melakukan kesalahan, reaksi spontan orang tua adalah menyuruhnya meminta maaf. Memang, meminta maaf adalah tindakan yang baik, tetapi jika hanya sebatas ucapan tanpa pemahaman mendalam, dampaknya tidak akan optimal. Seorang pendidik di Jerman memberikan contoh bagaimana menumbuhkan empati dan tanggung jawab pada anak melalui pendekatan yang lebih konstruktif.
Vicky Nastasha, seorang Childhood Educator & Parenting Consultant di Jerman, membagikan pengalamannya di sebuah taman kanak-kanak melalui unggahan di akun Instagram pribadinya. Alih-alih langsung meminta anak yang berbuat salah untuk meminta maaf, para guru di sana mengajukan pertanyaan yang berfokus pada solusi, yaitu "Apa yang bisa kamu lakukan supaya dia merasa lebih baik?". Pertanyaan sederhana ini ternyata memiliki dampak yang luar biasa.
Pertanyaan ini membuka ruang bagi anak untuk berpikir secara mandiri dan mencari cara untuk memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat. Jawaban yang muncul pun beragam, mulai dari hal-hal sederhana seperti mengambilkan plester, memberikan tisu, membantu teman berdiri, hingga memeluk. Meskipun terlihat sederhana, tindakan-tindakan ini mengandung nilai yang sangat berharga.
Melalui tindakan-tindakan tersebut, anak belajar untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, atau yang disebut dengan empati. Mereka belajar untuk memahami bahwa tindakan mereka memiliki dampak pada orang lain, dan mereka memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dampak tersebut. Empati bukan hanya sekadar memahami perasaan orang lain, tetapi juga merasakan perasaan tersebut seolah-olah itu adalah perasaan mereka sendiri.
Tanggung jawab, di sisi lain, adalah kesadaran bahwa mereka memiliki peran dalam situasi tersebut dan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk memperbaikinya. Anak belajar bahwa mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku yang aktif dalam menciptakan lingkungan yang positif dan harmonis.
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang lebih menekankan pada hukuman atau paksaan. Hukuman memang bisa menghentikan perilaku yang tidak diinginkan, tetapi tidak selalu mengajarkan anak tentang empati dan tanggung jawab. Paksaan untuk meminta maaf juga bisa menjadi kontraproduktif jika anak tidak benar-benar memahami mengapa mereka harus meminta maaf.
Sebaliknya, pendekatan yang berfokus pada solusi memberikan anak kesempatan untuk belajar dari kesalahan mereka dan tumbuh menjadi individu yang lebih baik. Mereka belajar untuk berpikir kritis, mencari solusi, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Kisah nyata yang dialami oleh seorang guru di Jerman semakin memperkuat efektivitas pendekatan ini. Suatu ketika, seorang muridnya tidak sengaja menyakiti guru tersebut. Alih-alih memarahi anak tersebut, orang tuanya mengajak anak itu untuk merenung dan berpikir. Mereka bertanya kepada anak tersebut, "Bagaimana perasaanmu jika kamu berada di posisi guru?". Pertanyaan ini membantu anak tersebut untuk memahami perasaan guru dan menyadari bahwa tindakannya telah menyakiti orang lain.
Setelah merenung, anak tersebut memutuskan untuk meminta maaf kepada gurunya dan memberikan hadiah kecil sebagai tanda penyesalan. Tindakan ini bukan hanya sekadar formalitas, tetapi merupakan ekspresi tulus dari empati dan tanggung jawab. Anak tersebut benar-benar memahami mengapa dia harus meminta maaf dan bagaimana dia bisa memperbaiki kesalahannya.
Pendekatan parenting ala Jerman ini menawarkan beberapa pelajaran penting bagi orang tua di seluruh dunia. Pertama, fokuslah pada solusi, bukan hanya pada hukuman atau paksaan. Ketika anak melakukan kesalahan, ajukan pertanyaan yang mendorong mereka untuk berpikir tentang bagaimana mereka bisa memperbaiki situasi tersebut.
Kedua, ajarkan empati sejak dini. Bantu anak untuk memahami perasaan orang lain dan menyadari dampak tindakan mereka. Anda bisa melakukan ini dengan membaca buku bersama, menonton film yang menyentuh, atau sekadar berbicara tentang perasaan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, berikan contoh yang baik. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar. Jika Anda ingin anak Anda menjadi orang yang empatik dan bertanggung jawab, tunjukkanlah perilaku tersebut dalam tindakan Anda sehari-hari.
Keempat, bersabar dan konsisten. Menanamkan nilai-nilai luhur pada anak membutuhkan waktu dan kesabaran. Jangan menyerah jika Anda tidak melihat hasilnya secara instan. Teruslah memberikan dukungan dan bimbingan, dan percayalah bahwa anak Anda akan tumbuh menjadi individu yang berkarakter baik.
Penting untuk diingat bahwa setiap anak adalah unik dan memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Tidak ada satu pun pendekatan parenting yang cocok untuk semua anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk fleksibel dan menyesuaikan pendekatan mereka dengan kebutuhan dan karakteristik anak masing-masing.
Selain itu, penting juga untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak. Dengarkan pendapat mereka, hargai perasaan mereka, dan berikan mereka ruang untuk berekspresi. Dengan membangun hubungan yang kuat dan saling percaya, Anda akan lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada anak Anda.
Parenting adalah perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, tetapi juga sangat bermanfaat. Dengan pendekatan yang tepat, Anda dapat membantu anak Anda tumbuh menjadi individu yang bahagia, sukses, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Jadi, mari kita tinggalkan pendekatan yang hanya menekankan pada kata "maaf" dan beralih ke pendekatan yang lebih holistik dan berfokus pada empati dan tanggung jawab. Dengan begitu, kita tidak hanya mendidik anak untuk menjadi pribadi yang sopan, tetapi juga menjadi pribadi yang berkarakter kuat dan peduli terhadap sesama.
Dengan mengadopsi pendekatan parenting ala Jerman ini, diharapkan para orang tua dapat menciptakan generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial yang tinggi. Generasi yang mampu memahami perasaan orang lain, bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan negara. Mari kita bersama-sama menciptakan dunia yang lebih baik melalui pendidikan karakter yang berkualitas.