Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) telah merampungkan pembahasan final Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara. Langkah ini merupakan respons terhadap meningkatnya kebutuhan dan permintaan terkait pemindahan narapidana dari dan ke Indonesia, serta upaya untuk memperkuat kerja sama internasional dalam penegakan hukum. Finalisasi draf RUU ini dilakukan melalui rapat koordinasi tingkat menteri yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menanggapi isu ini secara komprehensif.
Rapat koordinasi yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Selasa (19/8), dihadiri oleh perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Imipas, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara, Kemenko Polhukam, Mahkamah Agung (MA), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Kehadiran perwakilan dari berbagai instansi ini mencerminkan cakupan isu yang luas dan kompleksitas yang melibatkan aspek hukum, politik, keamanan, dan hubungan internasional.
Menko Kumham Imipas, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa RUU ini sebenarnya telah diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 2016. Namun, proses pembahasan sempat terhenti karena berbagai kendala. Mengingat urgensi dan kebutuhan yang semakin meningkat, pemerintah kembali menghidupkan inisiatif ini dan mempercepat proses finalisasi.
"Telah selesai rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, membahas finalisasi RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara," kata Yusril usai rapat koordinasi. "Sebenarnya RUU ini pernah disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 2016 lalu, tapi sekian lama terhenti," jelasnya.
Yusril menambahkan bahwa pembahasan RUU ini kembali mengemuka seiring dengan banyaknya permintaan pemindahan narapidana dari negara-negara sahabat kepada Indonesia. Sementara menunggu RUU ini disahkan, pemerintah mengambil langkah-langkah sementara dengan merumuskan practical arrangement untuk menyelesaikan pemindahan narapidana.
"Dan sementara ini kita menyelesaikan permintaan negara-negara sahabat itu dengan suatu langkah yang disebut dengan merumuskan practical arrangement, menyelesaikan pemindahan narapidana itu sambil menunggu RUU-nya selesai kita bahas," papar Yusril.
Draf RUU yang difinalisasi ini merupakan hasil penggabungan dua RUU yang telah ada sebelumnya, yaitu RUU tentang Pemindahan Narapidana dan RUU tentang Pertukaran Narapidana. Penggabungan ini bertujuan untuk menyederhanakan dan memperjelas kerangka hukum terkait pemindahan narapidana antarnegara.
"Saat ini, kita mencoba untuk menggabungkan 2 RUU yang sudah di-draf tahun 2016 itu, yaitu RUU tentang Pemindahan Narapidana dan RUU tentang Pertukaran Narapidana," ucapnya. "Dan sekarang cukup kita tuangkan dalam satu RUU, yaitu RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara," imbuhnya.
Lebih lanjut, Yusril menekankan bahwa penyelesaian RUU ini merupakan kebutuhan yang mendesak. Setelah finalisasi, RUU ini akan segera diajukan kepada Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
"Semuanya sudah menyepakati RUU ini untuk difinalisasi dan kemudian diajukan sebagai satu RUU kepada Presiden melalui Sekretariat Negara," ujar Yusril. "Dan tentu nanti akan melakukan sinkronisasi RUU ini yang kita harapkan pada akhir tahun ini, RUU ini sudah dibahas oleh DPR RI," pungkasnya.
Latar Belakang dan Urgensi RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara
RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara memiliki peran strategis dalam sistem peradilan pidana dan hubungan internasional. Keberadaan undang-undang yang komprehensif dan jelas akan memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan kerja sama dengan negara lain dalam hal pemindahan narapidana. Hal ini penting untuk beberapa alasan:
-
Memfasilitasi Rehabilitasi dan Reintegrasi Narapidana: Pemindahan narapidana ke negara asalnya dapat mempermudah proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Narapidana akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial dan budaya yang familiar, serta mendapatkan dukungan dari keluarga dan komunitasnya.
-
Mengurangi Beban Sistem Pemasyarakatan: Pemindahan narapidana asing dapat membantu mengurangi beban kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia. Dengan berkurangnya jumlah narapidana, lapas dapat lebih fokus pada pembinaan dan rehabilitasi narapidana lainnya.
-
Meningkatkan Hubungan Diplomatik: Kerja sama dalam pemindahan narapidana dapat mempererat hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara lain. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menghormati prinsip resiprokal dan membangun hubungan yang saling menguntungkan.
-
Menegakkan Prinsip Keadilan: Pemindahan narapidana dapat membantu menegakkan prinsip keadilan, terutama dalam kasus-kasus di mana narapidana adalah warga negara asing yang melakukan tindak pidana di Indonesia. Dengan dipindahkan ke negara asalnya, narapidana akan menjalani sisa masa hukumannya di lingkungan yang lebih sesuai dengan budaya dan sistem hukumnya.
-
Memenuhi Permintaan Internasional: Seiring dengan meningkatnya mobilitas manusia dan kejahatan transnasional, permintaan pemindahan narapidana antarnegara semakin meningkat. RUU ini akan memberikan landasan hukum yang jelas dan transparan bagi pemerintah Indonesia untuk memenuhi permintaan tersebut.
Substansi dan Cakupan RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara
RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara diharapkan mencakup berbagai aspek penting terkait pemindahan narapidana, antara lain:
-
Definisi dan Ruang Lingkup: RUU harus mendefinisikan secara jelas istilah-istilah kunci seperti "pemindahan narapidana," "negara pengirim," "negara penerima," dan "narapidana yang memenuhi syarat." Selain itu, RUU juga harus menentukan ruang lingkup pemindahan narapidana, termasuk jenis tindak pidana yang memenuhi syarat, persyaratan kewarganegaraan, dan batasan-batasan lainnya.
-
Persyaratan dan Prosedur Pemindahan: RUU harus mengatur secara rinci persyaratan dan prosedur pemindahan narapidana, baik dari Indonesia ke negara lain maupun sebaliknya. Persyaratan ini dapat mencakup persetujuan dari narapidana, persetujuan dari negara pengirim dan negara penerima, serta jaminan bahwa hak-hak narapidana akan dihormati selama proses pemindahan dan setelah dipindahkan.
-
Hak dan Kewajiban Narapidana: RUU harus menjamin hak-hak narapidana yang dipindahkan, termasuk hak untuk mendapatkan informasi tentang proses pemindahan, hak untuk mengajukan keberatan, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, dan hak untuk diperlakukan secara manusiawi. Selain itu, RUU juga harus mengatur kewajiban narapidana, seperti kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di negara penerima.
-
Kerja Sama Internasional: RUU harus mendorong kerja sama internasional dalam hal pemindahan narapidana, termasuk pertukaran informasi, bantuan teknis, dan pelatihan. RUU juga harus memungkinkan Indonesia untuk membuat perjanjian bilateral atau multilateral dengan negara lain terkait pemindahan narapidana.
-
Pengawasan dan Evaluasi: RUU harus mengatur mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemindahan narapidana. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses pemindahan berjalan sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Tantangan dan Harapan dalam Implementasi RUU
Meskipun RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan, implementasinya tidak lepas dari berbagai tantangan. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi antara lain:
-
Perbedaan Sistem Hukum: Perbedaan sistem hukum antara Indonesia dengan negara lain dapat menjadi kendala dalam proses pemindahan narapidana. Perlu adanya koordinasi dan komunikasi yang intensif antara pihak-pihak terkait untuk mengatasi perbedaan ini.
-
Masalah Keamanan: Pemindahan narapidana, terutama yang terkait dengan kasus-kasus kejahatan berat, dapat menimbulkan masalah keamanan. Perlu adanya langkah-langkah pengamanan yang ketat untuk mencegah terjadinya pelarian atau gangguan keamanan lainnya.
-
Isu Hak Asasi Manusia: Pemindahan narapidana harus dilakukan dengan menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia. Perlu adanya jaminan bahwa narapidana tidak akan mengalami penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, atau diskriminasi di negara penerima.
-
Keterbatasan Sumber Daya: Implementasi RUU ini membutuhkan sumber daya yang memadai, termasuk anggaran, personel, dan infrastruktur. Pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk memastikan bahwa RUU ini dapat dilaksanakan secara efektif.
Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, diharapkan bahwa RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan kerja sama internasional dalam penegakan hukum. Dengan adanya undang-undang yang jelas dan komprehensif, diharapkan proses pemindahan narapidana dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan akuntabel, serta memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak yang terlibat. Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah (ornop) perlu dilibatkan dalam proses implementasi RUU ini agar dapat memantau dan mengawasi pelaksanaannya, serta memberikan masukan yang konstruktif untuk perbaikan kebijakan di masa mendatang. Dengan demikian, RUU ini dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan sistem peradilan pidana yang adil, humanis, dan responsif terhadap perkembangan global.