Pemerintahan Trump Ngotot Kuasai Saham Intel, Ini Alasannya

  • Maskobus
  • Aug 21, 2025

Pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, melalui Menteri Perdagangan Howard Lutnick, secara terbuka menyatakan keinginannya agar pemerintah Amerika Serikat mendapatkan saham ekuitas di Intel Corporation sebagai imbalan atas pendanaan yang diberikan melalui Undang-Undang CHIPS and Science Act. Pernyataan ini memicu perdebatan sengit mengenai peran pemerintah dalam industri teknologi, implikasi kepemilikan saham pemerintah di perusahaan swasta, dan efektivitas strategi untuk memperkuat rantai pasokan semikonduktor domestik.

Lutnick, dalam wawancaranya dengan CNBC, menegaskan bahwa pemberian dana hibah tanpa imbalan ekuitas adalah kebijakan yang kurang menguntungkan bagi pembayar pajak Amerika. Ia berpendapat bahwa dengan memiliki saham di Intel, pemerintah akan mendapatkan keuntungan dari potensi pertumbuhan perusahaan dan berpartisipasi dalam kesuksesan industri semikonduktor AS. "Kami harus mendapatkan saham ekuitas untuk uang kami," tegas Lutnick. "Jadi kami akan memberikan uang tersebut, yang sudah dijanjikan di bawah pemerintahan Biden. Kami akan mendapatkan ekuitas sebagai imbalannya."

Wacana ini bukan hal baru. Sebelumnya, Bloomberg melaporkan bahwa Gedung Putih di bawah pemerintahan Trump pernah mempertimbangkan kepemilikan 10% saham di Intel. Jika terealisasi, pemerintah AS akan menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan tersebut. Gagasan ini mencerminkan pandangan bahwa keterlibatan pemerintah yang lebih aktif diperlukan untuk memastikan daya saing dan keamanan nasional di sektor teknologi strategis.

Keinginan pemerintah untuk memiliki saham di Intel muncul di tengah upaya perusahaan untuk memperluas kapasitas produksi chip di Amerika Serikat. Intel, seperti banyak perusahaan semikonduktor lainnya, bergantung pada dana dari Undang-Undang CHIPS untuk membiayai proyek-proyek manufaktur baru. Undang-Undang CHIPS and Science Act, yang disahkan pada tahun 2022, mengalokasikan miliaran dolar untuk penelitian, pengembangan, dan manufaktur semikonduktor di AS. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada produsen chip asing, terutama yang berlokasi di Asia, dan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor teknologi tinggi.

Intel sendiri telah mengumumkan rencana investasi besar-besaran untuk membangun pabrik-pabrik chip baru di Ohio, yang dijuluki sebagai "Silicon Heartland". Kompleks pabrik ini diharapkan dapat memproduksi chip tercanggih, termasuk chip yang digunakan dalam aplikasi kecerdasan buatan (AI). Namun, proyek ini mengalami penundaan karena kondisi pasar yang tidak pasti. CEO Intel, Lip-Bu Tan, mengatakan bahwa jadwal operasional pabrik pertama telah diundur hingga tahun 2030.

Pemerintahan Trump Ngotot Kuasai Saham Intel, Ini Alasannya

Selain pendanaan dari pemerintah AS, Intel juga menerima investasi dari SoftBank, sebuah konglomerat Jepang. SoftBank berinvestasi sebesar USD 2 miliar di Intel, yang setara dengan sekitar 2% saham perusahaan. Investasi ini menjadikan SoftBank sebagai pemegang saham terbesar kelima di Intel.

Lutnick menekankan bahwa kepemilikan saham pemerintah di Intel tidak akan memberikan hak suara atau tata kelola kepada pemerintah. "Ini bukan tata kelola, kami hanya mengubah apa yang tadinya hibah di bawah Biden menjadi ekuitas untuk pemerintahan Trump, untuk rakyat Amerika," jelasnya. Ia juga menyarankan agar kesepakatan serupa diterapkan pada penerima dana CHIPS lainnya, termasuk TSMC, perusahaan semikonduktor asal Taiwan yang menerima hibah sebesar USD 6,6 miliar untuk meningkatkan fabrikasi chip di Arizona.

Argumen utama di balik usulan kepemilikan saham pemerintah adalah untuk memastikan bahwa pembayar pajak Amerika mendapatkan nilai yang adil atas investasi mereka dalam industri semikonduktor. Pemerintahan Trump berpendapat bahwa memberikan hibah tanpa imbalan ekuitas sama dengan memberikan uang secara cuma-cuma kepada perusahaan-perusahaan besar. Dengan memiliki saham di perusahaan-perusahaan ini, pemerintah dapat berbagi dalam keuntungan yang dihasilkan dari inovasi dan pertumbuhan di sektor semikonduktor.

Namun, gagasan ini juga menuai kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa kepemilikan saham pemerintah di perusahaan swasta dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu pengambilan keputusan bisnis. Mereka khawatir bahwa pemerintah dapat menggunakan pengaruhnya sebagai pemegang saham untuk memprioritaskan tujuan politik daripada kepentingan ekonomi perusahaan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kepemilikan saham pemerintah dapat mengurangi daya tarik investasi swasta di sektor semikonduktor.

Pemerintahan Biden, yang menggantikan pemerintahan Trump, memiliki pendekatan yang berbeda terhadap pendanaan industri semikonduktor. Pemerintahan Biden lebih menekankan pada pemberian hibah dan insentif pajak untuk mendorong investasi swasta dan memperkuat rantai pasokan domestik. Meskipun tidak sepenuhnya menolak gagasan kepemilikan saham pemerintah, pemerintahan Biden tampaknya lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan implikasi dari kebijakan tersebut.

Perdebatan mengenai kepemilikan saham pemerintah di Intel mencerminkan ketegangan yang lebih luas antara peran pemerintah dan sektor swasta dalam ekonomi. Di satu sisi, ada argumen bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung industri-industri strategis dan melindungi kepentingan nasional. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi.

Implikasi dari kebijakan kepemilikan saham pemerintah di Intel akan sangat luas. Jika pemerintah AS berhasil mendapatkan saham di Intel, hal itu dapat membuka jalan bagi model pendanaan yang serupa di industri-industri lain. Hal ini juga dapat memengaruhi hubungan antara pemerintah dan perusahaan teknologi di seluruh dunia.

Pada akhirnya, keputusan mengenai apakah pemerintah AS akan mendapatkan saham di Intel akan bergantung pada negosiasi antara pemerintah dan perusahaan, serta pada pertimbangan politik dan ekonomi yang lebih luas. Namun, perdebatan ini telah menyoroti pentingnya industri semikonduktor bagi keamanan nasional dan daya saing ekonomi Amerika Serikat. Hal ini juga memicu diskusi penting mengenai peran pemerintah dalam mendukung inovasi dan pertumbuhan di sektor teknologi.

Wacana ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas Undang-Undang CHIPS. Meskipun undang-undang tersebut bertujuan untuk memperkuat rantai pasokan semikonduktor domestik dan mengurangi ketergantungan pada produsen asing, beberapa pihak mempertanyakan apakah undang-undang tersebut akan mencapai tujuannya. Mereka berpendapat bahwa pemberian hibah dan insentif pajak saja mungkin tidak cukup untuk menarik investasi swasta yang signifikan dan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor teknologi tinggi.

Selain itu, ada kekhawatiran tentang bagaimana dana CHIPS akan dialokasikan dan apakah dana tersebut akan digunakan secara efisien. Beberapa pihak menyerukan transparansi yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan dan akuntabilitas yang lebih besar dari penerima dana. Mereka juga menekankan pentingnya mendukung penelitian dan pengembangan di bidang semikonduktor untuk memastikan bahwa Amerika Serikat tetap menjadi pemimpin dalam inovasi teknologi.

Pada akhirnya, keberhasilan Undang-Undang CHIPS akan bergantung pada sejumlah faktor, termasuk kemampuan pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama secara efektif, kemampuan untuk menarik investasi swasta yang signifikan, dan kemampuan untuk berinovasi dan mengembangkan teknologi baru. Perdebatan mengenai kepemilikan saham pemerintah di Intel adalah bagian dari diskusi yang lebih luas tentang bagaimana cara terbaik untuk memperkuat industri semikonduktor Amerika Serikat dan memastikan daya saing ekonomi di masa depan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :