Penjelasan Polda Metro Jaya Soal Delpredo dkk Sulit Dijenguk di Rutan: Ada Aturannya

  • Maskobus
  • Sep 18, 2025

Polda Metro Jaya memberikan penjelasan terkait keluhan mengenai sulitnya menjenguk aktivis yang ditahan, termasuk Direktur Lokataru Foundation, Delpredo Marhaen, dan admin Gejayan Memanggil, Syahdan, di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi, menegaskan bahwa tidak ada upaya mempersulit keluarga atau pihak lain yang ingin menjenguk para tahanan tersebut. Kunjungan dan jam besuk tetap mengikuti aturan yang berlaku.

"Ada aturannya, ada aturannya, ada," jawab Ade Ary saat dikonfirmasi di Polda Metro Jaya, Kamis (18/9/2025).

Menurut Ade Ary, aturan yang dimaksud berkaitan dengan tata cara dan jam besuk yang telah ditentukan. Ia menekankan bahwa pengaturan ini bukanlah pembatasan, melainkan penegakan aturan yang sudah ada.

"Bukan tidak dibatasi, ada aturannya, ada waktunya," tegas Ade Ary.

Penjelasan Polda Metro Jaya Soal Delpredo dkk Sulit Dijenguk di Rutan: Ada Aturannya

Dengan demikian, Polda Metro Jaya membantah adanya kesulitan dalam menjenguk Delpredo dan tahanan lainnya.

"Tidak, tidak ada, tidak ada kesulitan," kata Ade Ary.

Pernyataan Polda Metro Jaya ini muncul setelah adanya keluhan dari keluarga dan kuasa hukum para aktivis yang merasa dipersulit saat ingin menjenguk. Sebelumnya, Sizigia Pikhansa, perwakilan keluarga Syahdan, menyampaikan bahwa mereka merasa dipersulit untuk mengunjungi Syahdan di Rutan Polda Metro Jaya.

"Keluarga dan pendamping hukum dilarang dan dibuat susah untuk mengunjungi Syahdan. Itu juga membuat psikis Syahdan terganggu, maksudnya dia tidak bisa mendapatkan pendampingan secara emosional atau psikologis juga. Karena, dia merasa, tidak mendapatkan pendampingan dari kuasa hukum atau keluarganya," jelas Sizigia di Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/9).

Sizigia menambahkan, meskipun banyak pihak yang bekerja keras di luar untuk membantu Syahdan, akses untuk bertemu dengannya dihalang-halangi.

"Padahal, semua sedang bekerja keras di luar. Tapi memang akses untuk bertemu Syahdan dihalang-halangi," sambungnya.

Sebagai bentuk protes atas penangkapan seluruh aktivis, Syahdan melakukan mogok makan sejak tanggal 11 September 2025.

"Update terkini, sejak 11 September Syahdan sudah mogok makan. Berarti, per hari ini, sudah seminggu. Ini sebagai bentuk protesnya dia atas penangkapan-penangkapan seluruh aktivis. Dia mengatakan akan mogok makan sampai seluruh tahanan politik dibebaskan," ungkap Sizigia.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Delpiero Helgelian, kakak dari Direktur Lokataru Delpredo Marhaen.

"Baru hari ini lagi kami dipersulit untuk masuk, harus ada izin dari penyidik," ucapnya.

Delpiero mengatakan bahwa adiknya dalam kondisi sehat di dalam rutan, meskipun mengalami penurunan berat badan. Ia juga menyampaikan pesan dari Delpredo yang merasa kesulitan untuk menulis dan menyelesaikan tesisnya karena tidak mendapatkan akses yang memadai.

"Lalu, ada pesan yang disampaikan oleh Delpedro. Yang bisa dia lakukan di dalam hanya membaca, bahkan untuk menulis pun susah. Dia tidak mendapatkan akses untuk menulis. Sedangkan, dia juga ingin menyelesaikan tesisnya. Jadi, besar harapannya dia bisa menulis di dalam," jelas Delpiero.

Delpredo juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah bersolidaritas dan peduli terhadap kasus ini.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, menekankan pentingnya prinsip keterbukaan dalam akses terhadap tahanan.

"Kalau keterbukaan itu kan sebetulnya sudah menjadi prinsip dasar ya, semua orang yang ditahan dengan status sebagai tersangka, bahkan terdakwa, itu kan diberi akses hukum. Saya kira kepolisian tentu memberikan kesempatan itu," ujar Munafrizal saat diwawancarai usai konferensi pers di Polda Metro Jaya.

Munafrizal menambahkan bahwa akses membesuk harus dipastikan agar hak asasi para tahanan tetap terjaga.

"Ya, prinsipnya kemudahan akses itu harus diberikan, karena itu juga bagian dari hak asasi. Tapi itu pastinya nanti saya akan komunikasi, koordinasikan dengan Polda Metro Jaya untuk mendorong kemudahan itu," jelasnya.

Menanggapi keluhan dan penjelasan yang ada, sejumlah pihak menyoroti pentingnya keseimbangan antara penegakan aturan dan pemenuhan hak-hak tahanan. Ahli hukum pidana, Dr. Eva Achjani Zulfa, menyatakan bahwa aturan jam besuk dan tata cara kunjungan memang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di rutan. Namun, implementasinya tidak boleh sampai menghalangi hak tahanan untuk bertemu dengan keluarga, kuasa hukum, dan mendapatkan dukungan moral.

"Aturan itu penting, tapi jangan sampai kaku dan tidak mempertimbangkan kondisi individu tahanan. Hak untuk berkomunikasi dan mendapatkan dukungan itu juga dijamin oleh undang-undang," ujar Dr. Eva.

Sementara itu, Komnas HAM juga memberikan perhatian terhadap kasus ini. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemantauan dan koordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan hak-hak tahanan terpenuhi.

"Kami akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa semua tahanan mendapatkan akses yang layak terhadap keluarga, kuasa hukum, dan fasilitas yang diperlukan. Kami juga akan memantau kondisi kesehatan dan psikologis para tahanan," kata Beka.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memunculkan perdebatan mengenai perlakuan terhadap tahanan politik dan aktivis. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum menjamin hak-hak tahanan sesuai dengan standar internasional dan hukum nasional. Mereka juga menyerukan agar proses hukum terhadap para aktivis dilakukan secara transparan dan adil.

Penting untuk dicatat bahwa kasus penangkapan Delpredo Marhaen, Syahdan, dan aktivis lainnya terkait dengan aksi demonstrasi yang mereka lakukan. Aksi demonstrasi tersebut merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi. Namun, dalam pelaksanaannya, aksi demonstrasi juga harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar hukum.

Polda Metro Jaya sendiri menyatakan bahwa penangkapan para aktivis dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan selama aksi demonstrasi. Pihak kepolisian juga menegaskan bahwa proses hukum terhadap para aktivis akan dilakukan secara profesional dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi semua pihak untuk mengedepankan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Aparat penegak hukum harus bertindak secara profesional dan proporsional, sementara masyarakat sipil juga harus mengawasi dan memberikan masukan yang konstruktif. Dengan demikian, diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta hak-hak semua pihak dapat terlindungi.

Sebagai penutup, kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan pemenuhan hak asasi manusia. Dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas harus selalu diutamakan. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan aparat penegak hukum dapat terjaga, dan keadilan dapat ditegakkan bagi semua.

Selain itu, penting juga bagi masyarakat untuk memahami dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Memberikan dukungan moral dan bantuan hukum kepada para aktivis yang ditahan adalah hal yang baik, tetapi juga harus dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu proses peradilan. Dengan demikian, kita dapat berkontribusi dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan berkeadilan bagi semua.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :