Bencana kelaparan yang melanda Gaza telah memberikan dampak yang sangat signifikan, terutama bagi para binaragawan yang berjuang keras untuk mempertahankan massa otot mereka di tengah kondisi yang serba kekurangan. Berat badan mereka menyusut drastis, kekuatan fisik menurun, dan mimpi-mimpi untuk meraih prestasi di dunia binaraga pun terancam pupus.
Tareq Abu Youssef, seorang binaragawan muda asal Gaza, merasakan betul dampak dari krisis kelaparan ini. Setelah menyelesaikan latihan singkatnya di sebuah tenda sederhana di Al Mawasi, Gaza, ia menyadari betapa lemah tubuhnya saat ini. Peralatan latihan yang seadanya semakin menambah berat setiap gerakan yang ia lakukan.
"Berat saya turun dari 72 kg menjadi 58 kg sejak Maret," ungkap Abu Youssef, seperti yang dikutip dari Al Jazeera. Penurunan berat badan yang drastis ini terjadi setelah Israel memperketat blokade Gaza, menutup perlintasan perbatasan, dan membatasi masuknya bantuan makanan.
Bagi Abu Youssef, binaraga bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga cara untuk menjaga kewarasan di tengah situasi yang sulit. "Kalau makan saja sudah menjadi hal langka di Gaza, maka olahraga bagi binaragawan seperti kami adalah cara menjaga kewarasan," ujarnya.
Namun, dengan kondisi yang serba kekurangan, Abu Youssef kini hanya mampu berlatih 1-2 kali dalam seminggu, dengan durasi latihan sekitar 20-30 menit. Kemampuan mengangkat bebannya pun menurun drastis, dari 90-100 kg menjadi hanya 40 kg saja.
Tempat berlatih para binaragawan seperti Abu Youssef didirikan di bawah tenda plastik seluas 60 meter persegi, yang digagas oleh Adly Al Assar. Al Assar adalah mantan juara angkat besi yang pernah meraih medali emas di kejuaraan Arab 2020-2021. Ia berhasil menyelamatkan 10 dari 30 alat latihan yang ia miliki, sebelum tempat aslinya di Khan Younis hancur akibat serangan udara dari Israel.
"Dulu, kami punya lebih dari 200 orang yang berlatih setiap hari. Sekarang, tinggal sekitar 10 persennya saja," terang Al Assar. Ia juga membenarkan bahwa banyak binaragawan yang kehilangan berat badannya akibat musibah kelaparan. Sebagian besar atlet kehilangan 10-15 kg berat badan, termasuk dirinya yang awalnya 78 kg menjadi 67 kg.
"Semua berubah di masa paceklik ini. Mereka tidak lagi sanggup mengangkat beban seperti dulu," tegasnya.
Kondisi yang buruk ini juga membuat mimpi atlet muda di Gaza tertunda. Salah satunya dialami Ali Al Azraq, yang merupakan penunjung tetap di sasana tenda. Al Azraq yang masih berusia 20 tahun itu mengaku kehilangan lebih dari 10 kg berat badan, yang sebagian besar berupa massa ototnya. Ia merasa kemampuannya dalam angkat besi anjlok, dari 100 kg menjadi 30 kg. Angkatan punggungnya juga turun dari 150 kg menjadi 60 kg. Sementara latihan untuk bahunya, yang sebelumnya mencapai 45 kg, kini hanya mampu 15 kg.
"Kerugian terbesar terjadi sebulan terakhir. Hampir semua makanan bergizi hilang dari Gaza," beber Al Azraq. Kini, Al Azraq hanya bisa bertahan hidup dengan mengonsumsi roti, nasi, atau pasta dalam jumlah kecil. Sumber protein seperti daging, ikan, telur, atau kacang-kacangannya nyaris tidak terlihat.
Al Azraq sempat bercita-cita mengikuti kejuaraan panco tingkat nasional dan internasional. Namun, semuanya harus kandas akibat krisis kelaparan yang melanda Gaza. "Kelaparan ini yang paling parah yang pernah kami alami. Atlet seperti kami membutuhkan gizi khusus, bukan hanya makanan seadanya," pungkasnya.
Kisah pilu para binaragawan Gaza ini hanyalah sebagian kecil dari penderitaan yang dialami oleh masyarakat Gaza secara keseluruhan. Bencana kelaparan telah merenggut harapan dan mimpi banyak orang, termasuk para atlet yang berjuang keras untuk mengharumkan nama Gaza di dunia olahraga.
Krisis pangan yang semakin parah di Gaza tidak hanya mengancam kesehatan fisik masyarakat, tetapi juga kesehatan mental dan masa depan generasi muda. Kekurangan gizi dapat menyebabkan stunting pada anak-anak, menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, dan menghambat perkembangan kognitif.
Situasi ini memerlukan perhatian serius dari dunia internasional. Bantuan kemanusiaan harus segera disalurkan ke Gaza untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk makanan, air bersih, dan obat-obatan. Selain itu, perlu ada upaya untuk mengakhiri blokade Gaza dan membuka akses bagi bantuan kemanusiaan untuk masuk tanpa hambatan.
Masyarakat internasional juga harus mendesak Israel untuk menghentikan serangan-serangan yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan menghambat penyaluran bantuan kemanusiaan. Perdamaian dan stabilitas di Gaza adalah kunci untuk memulihkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta memberikan harapan bagi masa depan generasi muda.
Para binaragawan Gaza, seperti Tareq Abu Youssef dan Ali Al Azraq, adalah simbol ketahanan dan semangat pantang menyerah di tengah kesulitan. Mereka terus berjuang untuk mempertahankan otot dan impian mereka, meskipun harus menghadapi tantangan yang sangat berat. Dukungan dari masyarakat internasional sangat dibutuhkan untuk membantu mereka dan masyarakat Gaza lainnya untuk keluar dari krisis ini dan membangun masa depan yang lebih baik.
Kisah mereka adalah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya solidaritas dan kepedulian terhadap sesama manusia, terutama mereka yang sedang mengalami penderitaan. Dengan bersama-sama, kita dapat memberikan harapan dan membantu mereka untuk bangkit kembali.
Selain bantuan kemanusiaan, dukungan psikologis juga sangat penting bagi masyarakat Gaza yang telah mengalami trauma akibat konflik dan kekerasan. Banyak orang, terutama anak-anak, mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
Program-program konseling dan terapi dapat membantu mereka untuk mengatasi trauma dan membangun kembali kepercayaan diri. Dukungan dari keluarga dan komunitas juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi mereka untuk pulih.
Pendidikan juga merupakan kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Gaza. Anak-anak Gaza berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, meskipun harus hidup di tengah konflik dan kemiskinan. Sekolah-sekolah harus dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dan guru-guru harus dilatih untuk memberikan pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan anak-anak yang mengalami trauma.
Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan keterampilan dan peluang kerja bagi generasi muda Gaza. Program-program pelatihan keterampilan dan kewirausahaan dapat membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan membangun bisnis mereka sendiri. Hal ini akan memberikan mereka harapan dan kesempatan untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi Gaza.
Masyarakat internasional juga harus mendukung upaya rekonsiliasi dan perdamaian di Gaza. Konflik yang berkepanjangan telah menyebabkan perpecahan dan ketidakpercayaan di antara masyarakat. Dialog dan negosiasi harus terus dilakukan untuk mencapai solusi politik yang adil dan berkelanjutan.
Perdamaian dan stabilitas adalah prasyarat untuk pembangunan ekonomi dan sosial di Gaza. Dengan perdamaian, masyarakat dapat hidup dalam keamanan dan kesejahteraan, dan para binaragawan dapat kembali berlatih dengan semangat dan meraih prestasi di dunia olahraga.
Kisah pilu para binaragawan Gaza adalah panggilan untuk bertindak. Mari kita bersama-sama memberikan dukungan dan harapan bagi mereka dan masyarakat Gaza lainnya. Dengan solidaritas dan kepedulian, kita dapat membantu mereka untuk membangun masa depan yang lebih baik.