Isu pendidikan kembali mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Pernyataan ini mencerminkan pandangan bahwa peningkatan kualitas pendidikan bagi masyarakat luas akan secara signifikan mengurangi minat untuk bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Argumen ini didasarkan pada asumsi bahwa dengan pendidikan yang lebih baik, individu akan memiliki akses ke peluang kerja yang lebih menjanjikan dan bergengsi.
Rapat kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Rabu, 10 September 2025, menjadi wadah bagi para legislator dan pemangku kepentingan untuk bertukar pikiran mengenai RUU PPRT. Wakil Ketua Baleg Sturman dan Martin Manurung, serta Menteri Tenaga Kerja Yassierli turut hadir dalam forum tersebut. Diskusi yang berlangsung tidak hanya membahas isu pendidikan, tetapi juga mencakup berbagai aspek penting lainnya, seperti hak-hak PRT, standar upah, jam kerja, dan mekanisme pengawasan.
Pendidikan sebagai Kunci Pemberdayaan
Pernyataan pimpinan Baleg tersebut memicu perdebatan mengenai akar permasalahan yang menyebabkan seseorang memilih untuk bekerja sebagai PRT. Di satu sisi, pendidikan dianggap sebagai kunci pemberdayaan yang dapat membuka pintu bagi kesempatan kerja yang lebih baik. Dengan pendidikan yang memadai, individu dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga meningkatkan daya saing mereka dalam mencari pekerjaan yang lebih layak.
Di sisi lain, faktor ekonomi dan sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan pilihan seseorang untuk menjadi PRT. Kemiskinan, kurangnya lapangan kerja, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal dapat memaksa individu untuk menerima pekerjaan sebagai PRT, meskipun mereka mungkin memiliki potensi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Oleh karena itu, solusi yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini harus mencakup upaya peningkatan pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dan penghapusan diskriminasi.
RUU PPRT: Upaya Perlindungan dan Pengakuan
RUU PPRT merupakan upaya untuk memberikan perlindungan dan pengakuan hukum kepada PRT, yang selama ini seringkali rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan tidak adil. RUU ini bertujuan untuk mengatur hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan adanya RUU PPRT, diharapkan PRT akan mendapatkan perlindungan yang lebih baik, seperti upah yang layak, jam kerja yang manusiawi, dan jaminan sosial.
Namun, RUU PPRT juga menghadapi berbagai tantangan dalam proses pembahasannya. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan pandangan antara berbagai pihak mengenai ruang lingkup dan substansi RUU. Beberapa pihak berpendapat bahwa RUU PPRT harus mengatur secara detail seluruh aspek hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja, sementara pihak lain berpendapat bahwa RUU PPRT sebaiknya hanya mengatur prinsip-prinsip dasar perlindungan PRT, dan detailnya diserahkan kepada peraturan pelaksana.
Selain itu, isu mengenai definisi PRT juga menjadi perdebatan yang cukup alot. Beberapa pihak berpendapat bahwa definisi PRT harus mencakup semua jenis pekerjaan rumah tangga, termasuk pekerjaan paruh waktu dan pekerjaan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Sementara pihak lain berpendapat bahwa definisi PRT sebaiknya dibatasi pada pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh orang yang bukan anggota keluarga dan menerima upah.
Implikasi bagi Pasar Kerja dan Kualitas Hidup
Peningkatan pendidikan dan perlindungan PRT melalui RUU PPRT memiliki implikasi yang signifikan bagi pasar kerja dan kualitas hidup masyarakat. Dengan semakin banyak individu yang memiliki akses ke pendidikan yang lebih baik, diharapkan akan terjadi pergeseran dalam pasar kerja, di mana semakin sedikit orang yang tertarik untuk bekerja sebagai PRT, dan semakin banyak orang yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengisi pekerjaan yang lebih produktif dan inovatif.
Namun, pergeseran ini juga dapat menimbulkan tantangan baru. Jika jumlah PRT berkurang secara signifikan, sementara permintaan akan jasa PRT tetap tinggi, maka akan terjadi kekurangan PRT. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan upah PRT, yang pada gilirannya dapat meningkatkan biaya hidup bagi keluarga yang membutuhkan jasa PRT. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi potensi kekurangan PRT, seperti meningkatkan pelatihan dan sertifikasi bagi PRT, serta mempromosikan penggunaan teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada PRT.
Selain itu, peningkatan pendidikan dan perlindungan PRT juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Dengan memiliki pekerjaan yang lebih layak dan perlindungan hukum yang lebih baik, PRT akan merasa lebih dihargai dan dihormati. Hal ini dapat meningkatkan motivasi kerja mereka, produktivitas, dan kesejahteraan. Selain itu, keluarga yang menggunakan jasa PRT juga akan mendapatkan manfaat dari PRT yang lebih berkualitas dan terlatih.
Tantangan Implementasi dan Pengawasan
Meskipun RUU PPRT memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang besar bagi PRT dan masyarakat, implementasi dan pengawasan RUU ini akan menjadi tantangan yang tidak mudah. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa RUU PPRT benar-benar dilaksanakan di lapangan. Banyak PRT yang bekerja di sektor informal, di mana sulit untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengembangkan mekanisme pengawasan yang efektif dan efisien. Mekanisme ini harus melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan serikat pekerja. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajiban PRT, serta mendorong masyarakat untuk melaporkan pelanggaran terhadap hak-hak PRT.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa RUU PPRT tidak menimbulkan dampak negatif bagi pemberi kerja. RUU PPRT harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memberatkan pemberi kerja secara berlebihan. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi pemberi kerja yang mematuhi RUU PPRT, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pemberi kerja yang melanggar RUU PPRT.
Kesimpulan: Pendekatan Holistik untuk Kesejahteraan PRT
Pernyataan pimpinan Baleg mengenai pentingnya pendidikan dalam mengurangi minat menjadi PRT mencerminkan pemahaman bahwa pemberdayaan melalui pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, solusi untuk masalah PRT tidak dapat hanya mengandalkan pendidikan. Pendekatan holistik yang mencakup peningkatan pendidikan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan diskriminasi, dan perlindungan hukum yang kuat adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan PRT dan masyarakat secara keseluruhan.
RUU PPRT merupakan langkah penting dalam memberikan perlindungan dan pengakuan hukum kepada PRT. Namun, implementasi dan pengawasan RUU ini akan menjadi tantangan yang tidak mudah. Pemerintah perlu mengembangkan mekanisme pengawasan yang efektif dan efisien, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan bahwa RUU PPRT tidak menimbulkan dampak negatif bagi pemberi kerja.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan PRT dapat memiliki pekerjaan yang lebih layak, perlindungan hukum yang lebih baik, dan kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini akan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia.