Polemik Royalti Lagu, Puan Desak Revisi UU Hak Cipta

  • Maskobus
  • Aug 26, 2025

Ketua DPR RI, Puan Maharani, kembali menyuarakan urgensi revisi Undang-Undang Hak Cipta di tengah polemik berkepanjangan mengenai royalti lagu yang melibatkan berbagai pihak dalam industri musik Indonesia. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap ketidakjelasan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh para pencipta lagu, musisi, dan pelaku industri kreatif lainnya terkait dengan hak-hak mereka atas karya cipta. Puan Maharani menegaskan bahwa revisi UU Hak Cipta merupakan langkah krusial untuk menciptakan ekosistem musik yang sehat, adil, dan berkelanjutan di Indonesia.

Menurut Puan, Undang-Undang Hak Cipta yang ada saat ini dinilai belum mampu mengakomodasi perkembangan industri musik yang pesat, terutama di era digital. Sistem royalti yang berlaku saat ini seringkali dianggap tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi para pemilik hak cipta. Hal ini mengakibatkan kerugian finansial bagi para pencipta lagu dan musisi, serta menghambat kreativitas dan inovasi dalam industri musik.

"Penyelesaian Undang-Undang Hak Cipta yang baru sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak yang lebih baik bagi para pelaku industri musik. Kami berharap proses pembahasan bisa segera rampung," kata Puan dalam keterangan tertulisnya. Puan menekankan bahwa DPR RI berkomitmen untuk mempercepat pembahasan RUU Hak Cipta agar segera disahkan menjadi undang-undang yang dapat memberikan solusi komprehensif terhadap permasalahan royalti lagu.

Puan Maharani juga menyoroti pentingnya sistem royalti yang adil dan transparan sebagai bagian dari perlindungan hak kekayaan intelektual yang tidak bisa diabaikan. Ia menegaskan bahwa royalti lagu merupakan bentuk penghargaan terhadap karya cipta yang harus dilindungi oleh negara. "Royalti lagu adalah bentuk penghargaan terhadap karya. Negara harus hadir memastikan bahwa hak para pencipta, musisi, dan pelaku industri kreatif lainnya terlindungi dengan baik," tegas Puan.

Polemik Royalti Lagu, Puan Desak Revisi UU Hak Cipta

Dalam pandangan Puan, revisi UU Hak Cipta harus mencakup beberapa aspek penting, antara lain:

  1. Kejelasan Definisi dan Ruang Lingkup Hak Cipta: Undang-undang harus memberikan definisi yang jelas dan komprehensif mengenai hak cipta, termasuk jenis-jenis karya cipta yang dilindungi, jangka waktu perlindungan, dan batasan-batasan hak cipta. Hal ini penting untuk menghindari interpretasi yang berbeda-beda dan potensi sengketa di kemudian hari.

  2. Penguatan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK): LMK memiliki peran penting dalam mengelola dan mendistribusikan royalti kepada para pemilik hak cipta. Oleh karena itu, UU Hak Cipta harus memperkuat LMK dengan memberikan kewenangan yang jelas, mengatur mekanisme pengawasan yang efektif, dan memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti.

  3. Peningkatan Efektivitas Penegakan Hukum: Pelanggaran hak cipta masih menjadi masalah serius dalam industri musik Indonesia. UU Hak Cipta harus meningkatkan efektivitas penegakan hukum dengan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar hak cipta, serta memperkuat koordinasi antara aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait.

  4. Adaptasi terhadap Era Digital: Industri musik telah mengalami transformasi digital yang signifikan. UU Hak Cipta harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital dengan mengatur hak cipta dalam lingkungan digital, termasuk hak cipta atas karya cipta yang diunggah, diunduh, atau dibagikan secara online.

  5. Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menghargai hak cipta masih rendah. UU Hak Cipta harus mendorong peningkatan kesadaran masyarakat melalui program-program edukasi dan sosialisasi yang efektif.

Puan Maharani juga menekankan pentingnya pelibatan semua pihak terkait dalam proses revisi UU Hak Cipta. Ia berharap agar pemerintah, DPR RI, LMK, asosiasi musisi, pencipta lagu, dan pelaku industri kreatif lainnya dapat bekerja sama secara konstruktif untuk menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan bermanfaat bagi semua pihak.

"Tujuan utama kita adalah menciptakan ekosistem musik yang sehat. Itu hanya bisa tercapai jika ada kejelasan aturan, sistem distribusi yang akuntabel, serta pelibatan semua pihak terkait," tutur Puan. Ia berharap agar revisi UU Hak Cipta dapat menjadi momentum untuk membangun industri musik Indonesia yang lebih maju, kreatif, dan berdaya saing.

Sebelumnya, DPR RI telah menggelar rapat konsultasi untuk menyelesaikan polemik royalti lagu. Rapat konsultasi yang berlangsung di Komisi X DPR RI tersebut melibatkan berbagai pihak, antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lembaga manajemen kolektif (LMK), serta perwakilan dari Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).

Dalam rapat konsultasi tersebut, pemerintah, DPR RI, dan LMKN sepakat untuk mengakhiri polemik royalti lagu. Seluruh pemangku kepentingan berkomitmen untuk merumuskan naskah revisi Undang-Undang tentang Hak Cipta serta melakukan audit guna memastikan transparansi dalam penarikan royalti. DPR RI juga mengimbau masyarakat untuk tidak perlu khawatir memutar atau menyanyikan lagu, karena hak-hak mereka sebagai konsumen juga akan dilindungi.

Polemik royalti lagu di Indonesia telah berlangsung cukup lama dan melibatkan berbagai aspek, mulai dari tarif royalti yang dianggap terlalu tinggi, sistem pengumpulan dan distribusi royalti yang tidak transparan, hingga dualisme kepengurusan LMK yang menyebabkan kebingungan di kalangan pengguna musik.

Beberapa waktu lalu, polemik ini kembali mencuat setelah adanya penarikan royalti dari berbagai tempat usaha yang memutar musik, seperti kafe, restoran, dan hotel. Hal ini menimbulkan protes dari para pengusaha yang merasa keberatan dengan tarif royalti yang dianggap tidak wajar dan sistem penagihan yang tidak jelas.

Di sisi lain, para pencipta lagu dan musisi juga mengeluhkan rendahnya pendapatan royalti yang mereka terima, meskipun lagu-lagu mereka sering diputar di berbagai media dan platform. Mereka merasa hak-hak mereka sebagai pemilik hak cipta tidak dihargai dan dilindungi dengan baik.

Oleh karena itu, revisi UU Hak Cipta diharapkan dapat menjadi solusi yang komprehensif untuk menyelesaikan polemik royalti lagu dan menciptakan ekosistem musik yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan adanya undang-undang yang jelas, transparan, dan akuntabel, diharapkan para pencipta lagu dan musisi dapat memperoleh hak-hak mereka secara penuh, para pengguna musik dapat membayar royalti dengan wajar, dan industri musik Indonesia dapat terus berkembang dan berinovasi.

Selain itu, revisi UU Hak Cipta juga diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor industri kreatif, khususnya industri musik. Dengan adanya kepastian hukum dan perlindungan hak cipta yang memadai, para investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di industri musik Indonesia, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Puan Maharani berharap agar proses revisi UU Hak Cipta dapat berjalan lancar dan menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan bermanfaat bagi semua pihak. Ia mengajak semua pihak terkait untuk memberikan kontribusi positif dalam proses revisi ini, sehingga dapat menghasilkan undang-undang yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan seluruh pemangku kepentingan di industri musik Indonesia.

Dengan adanya revisi UU Hak Cipta, diharapkan industri musik Indonesia dapat semakin maju, kreatif, dan berdaya saing di tingkat global. Para pencipta lagu dan musisi dapat terus berkarya dan menghasilkan karya-karya yang berkualitas, para pengguna musik dapat menikmati musik dengan nyaman dan legal, dan industri musik Indonesia dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi dan sosial budaya bangsa.

đź’¬ Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :