Polda Metro Jaya mengungkap fakta mencengangkan terkait aksi demonstrasi yang berujung ricuh di sekitar gedung DPR RI pada 25-31 Agustus 2025. Investigasi mendalam menunjukkan bahwa ratusan orang, termasuk anak-anak di bawah umur, mahasiswa, dan warga sipil, diduga kuat terhasut oleh ajakan yang disebarkan melalui media sosial. Ironisnya, ajakan tersebut berujung pada tindakan anarkis dan perusakan fasilitas publik, jauh dari esensi penyampaian aspirasi yang seharusnya damai dan konstruktif.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Selasa (2 September 2025), mengungkapkan data yang sangat memprihatinkan. "Pada tanggal 25 Agustus, kami menemukan fakta bahwa ada 202 anak di bawah umur, 26 mahasiswa, dan 109 warga sipil yang datang ke lokasi demonstrasi karena terhasut oleh ajakan dari akun media sosial TikTok milik para tersangka. Ini adalah fakta yang sangat serius," tegas Kombes Pol Ade Ary.
Temuan ini mengindikasikan adanya upaya terstruktur dan sistematis dalam memobilisasi massa, khususnya kalangan remaja dan pemuda, untuk terlibat dalam aksi yang berpotensi melanggar hukum. Penggunaan platform media sosial seperti TikTok sebagai sarana penyebaran propaganda menjadi perhatian khusus, mengingat jangkauan dan pengaruhnya yang sangat besar terhadap generasi muda.
Lebih lanjut, Kombes Pol Ade Ary menjelaskan bahwa pihak kepolisian telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Keenam tersangka tersebut adalah Delpedro Marhaen, Muzafar Salim, Syahdan Husein, Khariq Anhar, RAP, dan FL. Mereka diduga kuat berperan sebagai provokator dan penghasut yang bertanggung jawab atas mobilisasi massa dan eskalasi aksi demonstrasi menjadi tindakan anarkis.
"Penyelidikan terhadap kasus ini telah kami lakukan secara intensif sejak tanggal 25 Agustus. Kami melakukan analisis mendalam terhadap akun-akun media sosial yang terindikasi menyebarkan hasutan dan ajakan kepada para pelajar untuk melakukan aksi anarkis," ungkap Kombes Pol Ade Ary.
Analisis tersebut mengungkap bahwa para tersangka aktif menyebarkan flyers digital yang berisi kata-kata provokatif seperti "kita lawan bareng" dengan menyertakan tagar #jangantakut. Selain itu, mereka juga menggunakan caption yang merendahkan aparat kepolisian, seperti "polisi butut, jangan takut," yang jelas bertujuan untuk membangkitkan emosi dan amarah massa.
Kombes Pol Ade Ary menambahkan, "Satgas Gakum Aksi Anarkis PMJ kemudian melakukan monitoring intensif terhadap akun-akun yang memiliki aktivitas ajakan kepada pelajar. Puncaknya, pada tanggal 28 Agustus, kembali terjadi aksi anarkis yang melibatkan ratusan pelajar dan warga sipil."
Penyelidikan terus berlanjut hingga kerusuhan kembali pecah pada tanggal 28 Agustus 2025. Dalam operasi pengamanan tersebut, Satgas Gakkum berhasil mengamankan setidaknya 794 perusuh, yang sebagian besar didominasi oleh pelajar. Ironisnya, para pelajar ini seharusnya berada di sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
"Rekan-rekan bisa membayangkan dampak dari ajakan dan hasutan dari akun-akun yang digunakan oleh para tersangka. Pada pukul 8.30 pagi, kami sudah mengamankan sejumlah pelajar di berbagai wilayah seperti Bekasi Kabupaten, Bekasi Kota, Depok, dan Jakarta. Anak-anak pelajar ini berasal dari berbagai daerah, seperti Indramayu, Cirebon, Purwakarta, Cianjur, Serang, dan Depok. Mereka datang ke Jakarta karena mengikuti ajakan di media sosial," jelas Kombes Pol Ade Ary dengan nada prihatin.
Temuan ini menggarisbawahi betapa rentannya generasi muda terhadap pengaruh negatif media sosial. Kemudahan akses informasi dan komunikasi, jika tidak diimbangi dengan literasi digital dan pemahaman yang kritis, dapat menjadi bumerang yang membahayakan diri sendiri dan masyarakat luas.
Kombes Pol Ade Ary menekankan bahwa aksi yang dilakukan oleh para perusuh bukanlah unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat yang sah. Hal ini diperkuat dengan temuan barang bukti yang menunjukkan adanya indikasi persiapan tindakan kekerasan. "Sekali lagi, ini bukan aksi menyampaikan pendapat. Kami menemukan fakta bahwa ada anak yang kedapatan membawa anak panah," tegasnya.
Selain anak panah, petugas juga menemukan sejumlah botol yang diduga akan digunakan untuk menyerang aparat kepolisian. "Ada yang kedapatan membawa botol. Saat diinterogasi, mereka mengaku botol tersebut akan digunakan untuk melempar petugas," ungkap Kombes Pol Ade Ary.
Temuan ini semakin memperjelas bahwa aksi demonstrasi tersebut telah disusupi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang bertujuan untuk menciptakan kekacauan dan kerusuhan. Pihak kepolisian akan terus melakukan pendalaman dan pengembangan kasus ini untuk mengungkap jaringan yang lebih luas dan menangkap aktor intelektual yang bertanggung jawab atas terjadinya aksi anarkis tersebut.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama para orang tua, guru, dan tokoh masyarakat, untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap generasi muda. Literasi digital, pendidikan karakter, dan pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara perlu ditanamkan sejak dini agar generasi muda tidak mudah terprovokasi dan terjerumus ke dalam tindakan yang melanggar hukum.
Penting untuk diingat bahwa demonstrasi merupakan hak warga negara dalam berdemokrasi. Namun, hak tersebut harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan saling menghormati. Aksi demonstrasi yang konstruktif adalah yang dilakukan secara damai, tanpa kekerasan, dan dengan tujuan untuk menyampaikan aspirasi secara santun dan beradab.
Aksi penjarahan dan perusakan fasilitas publik, seperti yang terjadi dalam demonstrasi di sekitar gedung DPR RI, bukanlah bagian dari demokrasi. Tindakan tersebut justru merugikan masyarakat luas dan mencoreng citra demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, semua pihak harus bersatu padu untuk mencegah terjadinya kembali aksi-aksi serupa di masa mendatang.
Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat, khususnya para orang tua dan guru, untuk lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas anak-anak dan siswa di media sosial. Jika menemukan indikasi adanya ajakan atau propaganda yang mencurigakan, segera laporkan kepada pihak berwajib agar dapat segera ditindaklanjuti.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk tidak mudah percaya dan terprovokasi oleh informasi yang beredar di media sosial. Saring sebelum sharing, verifikasi setiap informasi yang diterima, dan jangan mudah menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
Dengan kerjasama dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, diharapkan aksi-aksi anarkis dan kerusuhan dapat dicegah dan diatasi. Mari kita jaga bersama kedamaian dan ketertiban di lingkungan kita, demi terwujudnya Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.
Pemerintah dan aparat penegak hukum akan terus berupaya untuk menciptakan iklim demokrasi yang sehat dan kondusif, di mana setiap warga negara dapat menyampaikan aspirasinya secara bebas dan bertanggung jawab. Namun, kebebasan tersebut harus diimbangi dengan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
Kasus demonstrasi anarkis di sekitar gedung DPR RI ini menjadi momentum bagi kita semua untuk merenungkan kembali makna demokrasi dan tanggung jawab sebagai warga negara. Mari kita jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran berharga untuk membangun Indonesia yang lebih baik, adil, dan makmur.
Ke depan, pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang literasi digital kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Hal ini bertujuan untuk membekali mereka dengan kemampuan untuk berpikir kritis, memilah informasi yang benar dan salah, serta menghindari jebakan hoax dan propaganda yang menyesatkan.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat kerjasama dengan platform media sosial untuk mencegah penyebaran konten-konten yang mengandung ujaran kebencian, provokasi, dan hasutan. Platform media sosial memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keamanan dan ketertiban di dunia maya, serta melindungi penggunanya dari pengaruh negatif.
Pendidikan karakter juga perlu ditingkatkan dalam kurikulum pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk generasi muda yang memiliki nilai-nilai moral yang luhur, seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan cinta tanah air. Dengan memiliki karakter yang kuat, generasi muda akan mampu menolak segala bentuk ajakan dan hasutan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Akhirnya, mari kita semua berkomitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dengan semangat gotong royong dan kebersamaan, kita akan mampu mengatasi segala tantangan dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.