Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyampaikan keprihatinan mendalam mengenai pertumbuhan eksponensial jumlah Internet Service Provider (ISP) di Indonesia yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan internet secara merata. APJII mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas dengan memberlakukan moratorium izin baru bagi penyelenggaraan jasa internet. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah degradasi lebih lanjut dalam kualitas layanan dan memastikan keberlanjutan industri secara keseluruhan.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, secara gamblang menyatakan bahwa jumlah ISP yang beroperasi saat ini sudah mencapai titik jenuh, bahkan cenderung berlebihan. Kondisi ini menciptakan persaingan yang tidak sehat dan berpotensi merugikan konsumen dalam jangka panjang. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh APJII, terdapat lebih dari 1.300 ISP yang aktif beroperasi di seluruh Indonesia. Ironisnya, antrean permohonan izin baru masih mengular, dengan lebih dari 500 aplikasi yang sedang diproses oleh pemerintah.
Jika semua permohonan izin tersebut disetujui, Arif memperkirakan jumlah ISP di Indonesia akan melonjak drastis, menembus angka 2.000 pada tahun mendatang. Pertumbuhan yang masif ini, menurutnya, tidak serta merta menjamin pemerataan akses internet berkualitas di seluruh pelosok negeri. Sebaliknya, banyak penyedia internet cenderung berfokus pada wilayah perkotaan yang padat penduduk dan memiliki potensi bisnis yang lebih tinggi, sementara daerah-daerah terpencil dan kurang menguntungkan justru terabaikan.
"Pertanyaannya, apakah 2.000 provider benar-benar menjadi solusi untuk pemerataan dan kualitas? Saya kurang yakin," tegas Arif dalam acara "Digital Transformation Summit 2025" yang diselenggarakan di Jakarta pada hari Selasa, 26 Agustus 2025. Ia menambahkan bahwa pasar internet di Indonesia saat ini cenderung stagnan, dengan pertumbuhan pengguna yang melambat. Akibatnya, persaingan antar-ISP semakin ketat, namun sayangnya tidak berfokus pada peningkatan kualitas layanan, melainkan lebih pada perebutan pangsa pasar yang sudah jenuh.
Arif menggambarkan situasi ini sebagai "kanibalisme" antar-ISP. Pertumbuhan jumlah penyelenggara yang tidak seimbang dengan potensi pengguna hanya akan memicu persaingan harga yang tidak sehat dan mengorbankan kualitas layanan. Ia khawatir bahwa jika kondisi ini terus berlanjut tanpa intervensi yang tepat, akan terjadi "seleksi alam" yang brutal, di mana ISP-ISP kecil dan kurang kompetitif akan gulung tikar. "Kalau ini tidak dihentikan, saya berani jamin ke depan hanya akan terjadi ‘bunuh-bunuhan’ antar provider. Tinggal menunggu waktu saja terjadi seleksi alam, dan itu bukan sesuatu yang kita inginkan," ungkapnya dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Arif menekankan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam menertibkan industri telekomunikasi yang semakin kompleks ini. Ia mendesak pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pemberian izin baru, tetapi juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi yang ada. Menurutnya, beberapa regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sudah tidak relevan dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini.
Oleh karena itu, APJII mengusulkan agar pemerintah memberlakukan moratorium sementara terhadap penerbitan izin ISP baru. Moratorium ini akan memberikan waktu bagi pemerintah untuk merapikan regulasi yang sudah usang, menyusun kebijakan yang lebih komprehensif, dan memastikan bahwa pertumbuhan industri telekomunikasi sejalan dengan kepentingan masyarakat. "Kalau bisa, moratorium berlaku nasional. Tapi paling tidak, sejelek-jeleknya di Jawa atau Bali dulu. Di Jawa saja sudah lebih dari seribu provider. Jadi perlu langkah tegas agar industri lebih sehat dan berkelanjutan," ujarnya.
Arif menjelaskan bahwa moratorium ini bukan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi, melainkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Ia berharap bahwa moratorium ini dapat menjadi fase awal untuk menciptakan tata kelola industri telekomunikasi yang lebih teratur, adil, dan mampu mendorong pemerataan akses internet dengan kualitas yang lebih baik di seluruh Indonesia. Dengan tata kelola yang baik, diharapkan investasi di sektor telekomunikasi dapat lebih terarah dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.
APJII meyakini bahwa dengan moratorium izin baru dan penataan regulasi yang tepat, industri telekomunikasi Indonesia dapat tumbuh secara lebih sehat dan berkelanjutan. Hal ini akan mendorong peningkatan kualitas layanan internet, pemerataan akses di seluruh wilayah, dan pada akhirnya meningkatkan daya saing bangsa di era digital. Pemerintah diharapkan dapat segera merespons usulan APJII dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mewujudkan visi tersebut.
Selain moratorium izin baru dan penataan regulasi, APJII juga mengusulkan beberapa langkah lain untuk meningkatkan kualitas internet di Indonesia. Salah satunya adalah dengan mendorong investasi di infrastruktur jaringan, terutama di daerah-daerah terpencil dan kurang terlayani. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang bersedia membangun infrastruktur di wilayah-wilayah tersebut.
APJII juga mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia di sektor telekomunikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, sertifikasi, dan program-program pengembangan lainnya. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas, diharapkan kualitas layanan internet dapat ditingkatkan secara signifikan.
Terakhir, APJII menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat dalam membangun ekosistem internet yang sehat dan berkelanjutan. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara yang maju di bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Secara keseluruhan, APJII berharap bahwa pemerintah dapat mengambil tindakan yang tegas dan terukur untuk mengatasi masalah pertumbuhan ISP yang tidak seimbang dengan kualitas internet di Indonesia. Moratorium izin baru, penataan regulasi, investasi di infrastruktur, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, dan kolaborasi antara semua pihak terkait adalah kunci untuk mewujudkan visi internet berkualitas dan merata di seluruh Indonesia. Masa depan konektivitas Indonesia bergantung pada tindakan yang diambil hari ini.