Gelombang desakan untuk menghentikan sementara program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin menguat setelah ribuan anak dilaporkan mengalami keracunan. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga 21 September 2025, sebanyak 6.452 kasus keracunan pada anak-anak telah tercatat terkait dengan program MBG. Lonjakan kasus ini memicu kekhawatiran mendalam dari berbagai pihak, termasuk pengamat pendidikan dan anggota parlemen.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengungkapkan keprihatinannya atas peningkatan kasus keracunan yang signifikan. "Saya tidak tahu kalau kejadian semacam ini apakah sudah ada indikator ini, KLB ya (Kejadian Luar Biasa). Peningkatannya itu sangat tajam sekali," ujarnya di Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, pada Senin (23/9/2025). Pernyataan ini mengindikasikan bahwa skala masalah keracunan ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian serius.
Angka 6.452 kasus ini merupakan peningkatan yang substansial dari data sebelumnya. Pada 12 September 2025, tercatat 5.360 kasus keracunan terkait MBG. Distribusi kasus keracunan ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan Jawa Barat mencatat angka tertinggi yaitu 2.012 kasus. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyusul dengan 1.047 kasus, diikuti oleh Jawa Tengah dengan 722 kasus, Bengkulu dengan 539 kasus, dan Sulawesi Tengah dengan sekitar 556 kasus. Sebaran geografis kasus keracunan ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak terbatas pada satu wilayah tertentu, melainkan merupakan isu nasional yang memerlukan penanganan komprehensif.
Merespons lonjakan kasus keracunan ini, JPPI merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG kepada DPR RI. JPPI berpendapat bahwa penghentian sementara program MBG adalah langkah yang tepat untuk memungkinkan semua pihak terkait melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem dan prosedur yang ada. Evaluasi ini diharapkan dapat mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan keracunan dan merumuskan solusi yang efektif untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menanggapi desakan untuk menghentikan program MBG dengan menyatakan bahwa pihaknya memiliki wewenang untuk mengawasi kinerja Badan Gizi Nasional (BGN) terkait dengan pelaksanaan program MBG. "Kalau masalah dihentikan atau tidak, ya ini kebijakannya Presiden nih. Kalau memang beliau merasa program ini tidak lagi dibutuhkan, mungkin akan dihentikan," kata Charles. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa keputusan akhir mengenai kelanjutan atau penghentian program MBG berada di tangan Presiden sebagai pemegang kebijakan tertinggi.
Charles menambahkan bahwa saat ini MBG merupakan program strategis nasional yang telah dialokasikan anggaran yang signifikan. Sebagai program strategis nasional, MBG memiliki tujuan penting dalam meningkatkan status gizi anak-anak di Indonesia. Namun, dengan adanya kasus keracunan yang meluas, efektivitas dan keamanan program ini menjadi sorotan utama.
Lebih lanjut, Charles menekankan pentingnya menghentikan kejadian keracunan serupa di masa mendatang. "Saya yakin kita semua juga punya prioritas yang sama, prioritas kita adalah bagaimana menghentikan hal serupa (keracunan) terjadi kembali," ujarnya. Charles juga menyoroti perlunya perubahan sistem untuk mencegah terulangnya kasus keracunan. "Bagaimana kita menyelamatkan anak-anak kita dari keracunan. Tapi kalau sistemnya tidak diubah, maka hampir bisa dipastikan keracunan akan terus berulang," tutupnya. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa solusi jangka panjang untuk masalah keracunan terkait MBG memerlukan perubahan sistemik dan komprehensif.
Kasus keracunan massal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang berbagai aspek program MBG, mulai dari standar keamanan pangan, proses pengadaan bahan makanan, hingga mekanisme pengawasan dan evaluasi. Beberapa pertanyaan kunci yang perlu dijawab adalah:
-
Apakah standar keamanan pangan yang diterapkan dalam program MBG sudah memadai? Standar keamanan pangan yang ketat sangat penting untuk mencegah kontaminasi makanan yang dapat menyebabkan keracunan. Perlu dievaluasi apakah standar yang ada sudah sesuai dengan standar internasional dan apakah implementasinya diawasi secara efektif.
-
Bagaimana proses pengadaan bahan makanan dalam program MBG? Proses pengadaan bahan makanan yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk memastikan kualitas dan keamanan bahan makanan yang digunakan. Perlu ditelusuri apakah proses pengadaan sudah melibatkan pemasok yang terpercaya dan memiliki sertifikasi keamanan pangan yang valid.
-
Apakah mekanisme pengawasan dan evaluasi program MBG sudah efektif? Mekanisme pengawasan dan evaluasi yang kuat sangat penting untuk mendeteksi masalah sejak dini dan mengambil tindakan korektif yang tepat. Perlu dievaluasi apakah mekanisme pengawasan sudah melibatkan partisipasi masyarakat dan apakah hasil evaluasi digunakan untuk memperbaiki program secara berkelanjutan.
-
Apakah ada pelatihan yang memadai bagi petugas yang terlibat dalam program MBG? Petugas yang terlibat dalam program MBG, seperti juru masak dan pengawas makanan, perlu mendapatkan pelatihan yang memadai tentang keamanan pangan dan sanitasi. Pelatihan ini akan membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya keracunan.
-
Apakah ada koordinasi yang baik antara berbagai pihak yang terlibat dalam program MBG? Program MBG melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat. Koordinasi yang baik antara semua pihak sangat penting untuk memastikan pelaksanaan program yang efektif dan efisien.
Untuk mengatasi masalah keracunan ini, beberapa langkah konkret yang dapat diambil adalah:
-
Pembentukan Tim Investigasi Independen: Pembentukan tim investigasi independen yang terdiri dari ahli gizi, ahli keamanan pangan, dan perwakilan masyarakat sipil dapat membantu mengungkap akar permasalahan yang menyebabkan keracunan dan memberikan rekomendasi yang objektif.
-
Peningkatan Pengawasan dan Evaluasi: Peningkatan pengawasan dan evaluasi program MBG secara berkala dapat membantu mendeteksi potensi masalah sejak dini dan mengambil tindakan korektif yang tepat.
-
Pemberdayaan Masyarakat: Pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan program MBG dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi program.
-
Revisi Standar Keamanan Pangan: Revisi standar keamanan pangan yang diterapkan dalam program MBG perlu dilakukan untuk memastikan bahwa standar tersebut sesuai dengan standar internasional dan relevan dengan kondisi lokal.
-
Peningkatan Kualitas Bahan Makanan: Peningkatan kualitas bahan makanan yang digunakan dalam program MBG dapat dilakukan dengan melibatkan pemasok yang terpercaya dan memiliki sertifikasi keamanan pangan yang valid.
-
Pelatihan Intensif bagi Petugas: Pelatihan intensif bagi petugas yang terlibat dalam program MBG tentang keamanan pangan dan sanitasi perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Kasus keracunan massal terkait program MBG ini merupakan pelajaran berharga bagi semua pihak. Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa program MBG dilaksanakan dengan aman dan efektif. Masyarakat juga perlu berpartisipasi aktif dalam pengawasan program ini untuk memastikan bahwa hak anak-anak untuk mendapatkan makanan bergizi dan aman terpenuhi. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan program MBG dapat mencapai tujuannya untuk meningkatkan status gizi anak-anak di Indonesia tanpa membahayakan kesehatan mereka. Kejadian ini juga menjadi pengingat bahwa program ambisius seperti MBG memerlukan perencanaan matang, pelaksanaan yang hati-hati, dan pengawasan yang ketat untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan. Keamanan dan kesehatan anak-anak harus selalu menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan dan program yang dijalankan.