Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan respons terkait dugaan kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada udang beku asal Indonesia yang diproduksi oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods). Isu ini mencuat setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat mendeteksi adanya indikasi paparan radioaktif pada kontainer udang beku impor dari Indonesia. Kontaminasi ini memicu kekhawatiran akan dampak kesehatan dan potensi kerugian ekonomi bagi industri perikanan Indonesia.
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap bahan baku udang yang berasal dari tambak di Lampung dan Pandeglang, yang menjadi pemasok utama PT BMS. Pemeriksaan dilakukan bersama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk memastikan keamanan bahan baku. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada kandungan radioaktif pada udang yang berasal dari tambak.
"Dua-duanya (tambak) kita cek bersama Bapeten. Hasilnya radioaktif itu 0, enggak ada. Nah lalu di dalam pabrik BMS itu, di cerobong, didapetinnya, dan itu berarti dari udara luar. Jadi artinya bahan bakunya enggak ada masalah, tapi begitu masuk itu udara luar (terpapar)," jelas Trenggono kepada media.
Temuan ini mengindikasikan bahwa kontaminasi terjadi bukan pada bahan baku udang, melainkan pada proses pengolahan di pabrik. Bapeten menemukan adanya paparan radioaktif di cerobong pabrik pengolahan udang beku BMS. Menteri Trenggono menduga bahwa sumber paparan radioaktif tersebut berasal dari udara luar, mengingat lokasi pabrik yang berada dalam satu kawasan dengan industri peleburan besi.
"Kita harus waspadai ini. Karena pabrik pengolahan udang ini berada di kawasan industri yang sama dengan industri peleburan besi. Dugaan saya, paparan radioaktif ini berasal dari aktivitas peleburan tersebut," ungkap Trenggono.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, Menteri KP mendorong adanya pemisahan kawasan industri makanan dari industri lain yang berpotensi menghasilkan limbah radioaktif. Pemisahan ini bertujuan untuk menjamin keamanan pangan dan melindungi konsumen dari risiko paparan bahan berbahaya.
"Tujuannya agar memastikan produk industri makanan aman dari kontaminasi apa pun, utamanya radioaktif. Ini penting untuk menjaga kepercayaan konsumen dan keberlanjutan industri makanan kita," tegasnya.
Trenggono mengakui bahwa penanganan paparan radioaktif yang mencemari melalui udara merupakan tantangan besar. Apalagi, isu ini berpotensi berdampak luas pada ekspor produk makanan Indonesia secara keseluruhan.
"Kita harus tangani lah. Tapi pasti, kalau ada situasi seperti ini nanti akan berimplikasi kepada bukan hanya udang, tapi kan industri makanan secara umum ya," ujarnya.
Menteri KP menyebut kondisi dugaan terkontaminasinya udang beku asal Indonesia ini sebagai force majeure atau keadaan kahar. Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat terkait kasus ini untuk mencari solusi terbaik dan meminimalkan dampak negatif bagi industri perikanan Indonesia.
Cesium-137 (Cs-137) sendiri merupakan radioisotop hasil reaksi nuklir buatan manusia yang dapat tersebar di tanah, udara, hingga makanan. Paparan Cs-137 dalam jumlah tinggi dapat meningkatkan risiko kanker dan masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa produk makanan yang dikonsumsi aman dari kontaminasi radioaktif.
Sementara itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita merespons isu ini dengan membentuk tim khusus untuk menangani dugaan kontaminasi radioaktif pada udang beku. Tim ini akan bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa pembentukan tim ini merupakan arahan langsung dari Menteri Perindustrian sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menanggapi isu ini.
"Sudah ada arahan dari Pak Menteri untuk membentuk tim itu dan bekerja sama dengan kementerian lembaga lain," kata Febri.
Tim khusus ini akan bertugas untuk melakukan investigasi mendalam terhadap kasus dugaan kontaminasi radioaktif, mengidentifikasi sumber kontaminasi, dan merumuskan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Selain itu, tim ini juga akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk PT BMS Foods, untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut telah menerapkan standar keamanan pangan yang ketat.
"Kami akan bekerja secara transparan dan profesional untuk mengungkap fakta sebenarnya dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi industri perikanan kita," tegas Febri.
Kementerian Perindustrian juga berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap industri makanan dan minuman, termasuk industri pengolahan udang, untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi standar kesehatan yang berlaku. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas pengawasan, penerapan teknologi pengujian yang lebih canggih, dan peningkatan kesadaran pelaku industri tentang pentingnya keamanan pangan.
Selain itu, Kementerian Perindustrian juga akan mendorong pengembangan kawasan industri yang terintegrasi dan berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Kawasan industri yang terintegrasi akan memungkinkan pengelolaan limbah dan emisi yang lebih efektif, sehingga mengurangi risiko pencemaran lingkungan dan paparan bahan berbahaya bagi masyarakat.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso juga turut memberikan tanggapan terkait isu ini. Mendag mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk melakukan evaluasi terhadap temuan FDA Amerika Serikat.
"Kami sudah rapat koordinasi dengan KKP dan Bapeten. KKP dan Bapeten sedang melakukan inspeksi mengenai Cesium-137," kata Budi Santoso.
Inspeksi tersebut bertujuan untuk membuktikan atau membantah temuan FDA Amerika Serikat ihwal kandungan Cesium-137 dalam udang beku yang diekspor Indonesia, tepatnya oleh PT Bahari Makmur Sejati (beroperasi dengan nama BMS Foods).
Apabila inspeksi tersebut menunjukkan hasil yang sebaliknya, yakni ketiadaan kandungan Cesium-137 dalam undang beku, Budi mengatakan Kementerian Perdagangan akan melakukan negosiasi lanjutan dengan Amerika Serikat.
"Jika hasil inspeksi menunjukkan bahwa udang beku kita aman dan tidak mengandung Cesium-137, kami akan melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat untuk mencabut larangan impor terhadap produk kita," tegas Mendag.
Kementerian Perdagangan juga akan berupaya untuk mencari pasar alternatif bagi produk perikanan Indonesia, sebagai langkah antisipasi jika terjadi penurunan permintaan dari pasar Amerika Serikat. Diversifikasi pasar ini penting untuk menjaga keberlangsungan industri perikanan Indonesia dan melindungi mata pencaharian para nelayan dan pelaku usaha di sektor ini.
Kasus dugaan kontaminasi radioaktif pada udang beku asal Indonesia ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Pemerintah berkomitmen untuk melakukan investigasi mendalam, mengambil langkah-langkah pencegahan, dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melindungi industri perikanan Indonesia dan memastikan keamanan pangan bagi konsumen. Pemerintah juga mengajak seluruh pelaku industri perikanan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keamanan pangan dan menerapkan standar yang ketat dalam proses produksi dan pengolahan produk perikanan. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, diharapkan industri perikanan Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian negara.
Sebagai informasi tambahan, PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) merupakan salah satu perusahaan pengolahan udang terbesar di Indonesia. Perusahaan ini memiliki fasilitas produksi yang modern dan berkapasitas besar, serta telah mengekspor produknya ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Perusahaan ini juga memiliki sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) dan GMP (Good Manufacturing Practices) yang menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan.