Nilai tukar rupiah mencatatkan kinerja terburuk di antara mata uang Asia lainnya pada perdagangan hari ini, Selasa (9/8/2025). Sementara itu, yen Jepang justru tampil sebagai mata uang dengan penguatan tertinggi di kawasan. Kondisi ini terjadi di tengah pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang dipicu oleh ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed).
Pada pukul 09.50 WIB, rupiah mengalami depresiasi sebesar 0,89% dan berada di posisi Rp16.445 per dolar AS. Pelemahan ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan penurunan terbesar di Asia. Selain rupiah, peso Filipina juga melemah sebesar 0,17% menjadi PHP56,741 per dolar AS, dan dong Vietnam terkoreksi 0,09% ke posisi VND 26409 per dolar AS.
Di sisi lain, yen Jepang memimpin penguatan mata uang Asia dengan kenaikan sebesar 0,14% ke level JPY 147,28 per dolar AS. Ringgit Malaysia juga mencatatkan penguatan sebesar 0,12% di level MYR 4,21 per dolar AS, diikuti oleh yuan China yang terapresiasi 0,09% ke level CNY7,122 per dolar AS.
Pergerakan mata uang Asia ini dipengaruhi oleh pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang terus berlanjut selama dua hari terakhir. Pada perdagangan hari ini, DXY terpantau melemah sebesar 0,10% ke level 97,35. Pelemahan ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kondisi tenaga kerja AS yang mulai mendingin, sehingga memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Pasar saat ini tengah menanti rilis revisi data ketenagakerjaan AS untuk periode April 2024-Maret 2025, yang diperkirakan akan menunjukkan penyesuaian turun hingga 800.000 pekerjaan. Sinyal ini semakin memperkuat keyakinan bahwa The Fed mungkin tertinggal dalam mandat maksimisasi lapangan kerja. Selain itu, perhatian investor juga tertuju pada dua laporan inflasi penting yang akan dirilis pekan ini, yaitu Producer Price Index (PPI) untuk Agustus yang akan dirilis pada hari Rabu dan Consumer Price Index (CPI) pada hari Kamis. Data ini akan menjadi kunci untuk menentukan arah kebijakan The Fed ke depan.
Saat ini, pasar memperkirakan ada peluang sebesar 89% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan berikutnya. Bahkan, sebagian pelaku pasar mulai mengantisipasi kemungkinan pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 basis poin.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelemahan Rupiah
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari faktor eksternal, pelemahan DXY yang seharusnya memberikan sentimen positif bagi mata uang negara berkembang, tidak mampu menahan tekanan terhadap rupiah. Hal ini mengindikasikan adanya faktor internal yang lebih kuat yang membebani mata uang Garuda.
Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi pelemahan rupiah adalah sentimen negatif terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Meskipun secara makro ekonomi Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan yang solid, terdapat kekhawatiran terkait defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang berpotensi melebar. Defisit transaksi berjalan menunjukkan bahwa impor Indonesia lebih besar daripada ekspor, sehingga menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat dan menekan nilai tukar rupiah.
Selain itu, faktor risiko global juga turut mempengaruhi pergerakan rupiah. Ketidakpastian ekonomi global, seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta perlambatan ekonomi global, dapat memicu capital outflow dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Capital outflow adalah arus modal keluar dari suatu negara, yang dapat menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang negara tersebut.
Dampak Pelemahan Rupiah
Pelemahan rupiah dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Dampak positifnya adalah peningkatan daya saing ekspor Indonesia, karena barang-barang Indonesia menjadi lebih murah bagi pembeli asing. Namun, dampak negatifnya lebih besar, terutama terhadap inflasi. Pelemahan rupiah dapat menyebabkan imported inflation, yaitu kenaikan harga barang-barang impor yang pada akhirnya akan mendorong inflasi secara keseluruhan.
Selain itu, pelemahan rupiah juga dapat meningkatkan beban utang luar negeri Indonesia, terutama utang yang denominasi dalam dolar AS. Ketika rupiah melemah, nilai utang dalam rupiah akan meningkat, sehingga membebani anggaran negara.
Intervensi Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Intervensi dapat dilakukan dengan membeli rupiah atau menjual dolar AS di pasar valas.
Selain intervensi, BI juga dapat menggunakan instrumen kebijakan moneter lainnya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, seperti menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan dapat menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan menstabilkan nilai tukar.
Prospek Rupiah ke Depan
Prospek rupiah ke depan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global dan domestik. Jika ekonomi global membaik dan ekonomi Indonesia tetap stabil, maka rupiah berpotensi untuk menguat. Namun, jika terjadi gejolak ekonomi global atau masalah ekonomi domestik, maka rupiah berpotensi untuk melemah.
Pemerintah dan BI perlu terus berkoordinasi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan nilai tukar rupiah. Pemerintah perlu fokus pada peningkatan ekspor dan pengendalian impor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. BI perlu terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Analisis Teknikal Rupiah
Dari analisis teknikal, rupiah saat ini berada dalam tren pelemahan terhadap dolar AS. Indikator teknikal seperti Moving Average Convergence Divergence (MACD) dan Relative Strength Index (RSI) menunjukkan sinyal bearish, yang mengindikasikan bahwa rupiah masih berpotensi untuk melemah.
Level support terdekat untuk rupiah berada di sekitar Rp16.500 per dolar AS. Jika level ini ditembus, maka rupiah berpotensi untuk melemah lebih lanjut ke level Rp16.600 per dolar AS. Sementara itu, level resistance terdekat untuk rupiah berada di sekitar Rp16.400 per dolar AS. Jika level ini ditembus, maka rupiah berpotensi untuk menguat ke level Rp16.300 per dolar AS.
Namun, perlu diingat bahwa analisis teknikal hanya merupakan salah satu alat bantu dalam mengambil keputusan investasi. Investor juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor fundamental dan sentimen pasar dalam mengambil keputusan investasi.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini menunjukkan bahwa mata uang Garuda masih rentan terhadap tekanan eksternal dan internal. Pemerintah dan BI perlu terus berupaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan nilai tukar rupiah agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Investor juga perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi dan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Disclaimer: Artikel ini hanya bersifat informatif dan bukan merupakan saran investasi. Setiap keputusan investasi harus didasarkan pada riset dan analisis yang mendalam.