RUU Haji dan Umrah Akan Atur Kategori Haji Mandiri

  • Maskobus
  • Aug 22, 2025

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tengah digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Salah satu poin krusial yang menjadi fokus pembahasan adalah pengaturan mengenai kategori haji mandiri. Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap kebijakan baru dari Pemerintah Arab Saudi yang membuka opsi bagi jamaah untuk melaksanakan ibadah haji secara independen, tanpa melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, menegaskan bahwa pengaturan haji mandiri dalam RUU ini sangat penting. Tujuannya adalah untuk memberikan landasan hukum yang jelas, melindungi hak-hak jamaah, dan memastikan bahwa pelaksanaan haji mandiri tetap terdata dengan baik oleh pemerintah Indonesia. "Iya, ada haji mandiri," ujar Abdul Wachid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (22/8).

Menurut Abdul Wachid, meskipun jamaah haji memilih untuk berangkat secara mandiri, negara tetap memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan pelayanan. Oleh karena itu, RUU Haji dan Umrah akan mengatur mekanisme pendaftaran, pengawasan, dan pembinaan bagi jamaah haji mandiri. "Kita kan wajib melindungi. Nah, oleh karena itu dengan Arab Saudi membuka seperti itu. Membuat haji dan umrah mandiri, itu kita harus bikin portal. Ya, bikin portalnya. Karena kalau enggak ada bikin portal, bahaya," jelasnya.

Abdul Wachid menekankan bahwa tanpa adanya regulasi yang jelas, pelaksanaan haji mandiri berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Misalnya, jamaah bisa berangkat tanpa terdata, sehingga sulit untuk memberikan bantuan jika terjadi masalah kesehatan, kecelakaan, atau bahkan meninggal dunia. "Jadi akan orang berangkat tanpa kita ketahui. Taunya di sana ada masalah. Taunya di sana sakit. Taunya yang akan meninggal. Siapa yang mau tanggung jawab?" tanyanya retoris.

RUU Haji dan Umrah Akan Atur Kategori Haji Mandiri

Selain mengatur mekanisme pendaftaran dan pengawasan, RUU Haji dan Umrah juga akan membahas mengenai kuota haji mandiri. Abdul Wachid menjelaskan bahwa kuota ini perlu dibatasi untuk melindungi keberlangsungan PIHK dan KBIH. Jika kuota haji mandiri tidak dibatasi, maka akan banyak jamaah yang memilih untuk berangkat sendiri, sehingga mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan jasa PIHK dan KBIH. "Ya, termasuk kuotanya (kita atur), siapa yang berangkat, itu harus jelas. Kalau nggak begitu, PIHK mati. Travel-travel mati lho. Ngapain ikut travel mahal-mahal, haji furoda. Mandiri aja," ucap Abdul Wachid.

Pembatasan kuota haji mandiri ini juga bertujuan untuk menjaga kualitas pelayanan haji secara keseluruhan. PIHK dan KBIH memiliki pengalaman dan sumber daya yang memadai untuk memberikan bimbingan, pelayanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi yang layak bagi jamaah haji. Jika terlalu banyak jamaah yang berangkat secara mandiri, maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas pelayanan haji.

RUU Haji dan Umrah saat ini sedang dalam tahap pembahasan di Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI bersama dengan pemerintah. Panja tengah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tersebut. Pemerintah dan DPR menargetkan RUU ini dapat disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada tanggal 26 Agustus, atau empat hari setelah pembahasan DIM dimulai. Untuk mengejar target tersebut, Panja akan mengadakan rapat intensif, termasuk pada akhir pekan.

Implikasi Haji Mandiri: Peluang dan Tantangan

Kebijakan haji mandiri yang diatur dalam RUU Haji dan Umrah ini memiliki implikasi yang signifikan bagi berbagai pihak, baik jamaah haji, PIHK, KBIH, maupun pemerintah.

Bagi Jamaah Haji:

  • Peluang: Haji mandiri memberikan fleksibilitas dan kebebasan bagi jamaah untuk mengatur perjalanan ibadah haji mereka sendiri. Jamaah dapat memilih sendiri maskapai penerbangan, akomodasi, dan layanan lainnya sesuai dengan anggaran dan preferensi mereka.
  • Tantangan: Haji mandiri membutuhkan persiapan yang matang dan pengetahuan yang mendalam tentang prosedur haji, transportasi, akomodasi, dan kesehatan. Jamaah juga harus bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan kenyamanan mereka selama di Tanah Suci.

Bagi PIHK dan KBIH:

  • Peluang: PIHK dan KBIH dapat beradaptasi dengan tren haji mandiri dengan menawarkan layanan yang lebih fleksibel dan personal. Mereka dapat menyediakan paket-paket haji yang lebih terjangkau atau menawarkan layanan konsultasi dan pendampingan bagi jamaah haji mandiri.
  • Tantangan: PIHK dan KBIH harus bersaing dengan jamaah haji mandiri yang dapat mengatur perjalanan mereka sendiri dengan biaya yang lebih rendah. Mereka juga harus meningkatkan kualitas pelayanan dan inovasi untuk menarik minat masyarakat.

Bagi Pemerintah:

  • Peluang: Pemerintah dapat memanfaatkan haji mandiri untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan ibadah haji. Pemerintah dapat fokus pada penyediaan infrastruktur, pengawasan, dan perlindungan bagi seluruh jamaah haji, termasuk jamaah haji mandiri.
  • Tantangan: Pemerintah harus memastikan bahwa jamaah haji mandiri terdata dengan baik dan mendapatkan perlindungan yang memadai. Pemerintah juga harus mencegah praktik penipuan dan eksploitasi yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan haji mandiri.

Aspek-Aspek yang Perlu Diatur dalam RUU Haji dan Umrah terkait Haji Mandiri:

  1. Definisi dan Kriteria Haji Mandiri: RUU perlu mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan haji mandiri dan kriteria jamaah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan haji mandiri.
  2. Mekanisme Pendaftaran dan Verifikasi: RUU harus mengatur mekanisme pendaftaran dan verifikasi jamaah haji mandiri untuk memastikan bahwa mereka memiliki dokumen perjalanan yang sah, visa haji, dan kemampuan finansial yang cukup.
  3. Standar Pelayanan Minimal: RUU perlu menetapkan standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh jamaah haji mandiri, seperti memiliki asuransi kesehatan, memahami manasik haji, dan memiliki kemampuan berbahasa Arab atau Inggris.
  4. Sistem Informasi dan Komunikasi: RUU harus mewajibkan pemerintah untuk membangun sistem informasi dan komunikasi yang terintegrasi untuk memudahkan jamaah haji mandiri mendapatkan informasi tentang prosedur haji, transportasi, akomodasi, dan layanan kesehatan.
  5. Pengawasan dan Pembinaan: RUU perlu mengatur mekanisme pengawasan dan pembinaan bagi jamaah haji mandiri untuk memastikan bahwa mereka melaksanakan ibadah haji sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  6. Sanksi: RUU harus mengatur sanksi bagi jamaah haji mandiri yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain.
  7. Kuota Haji Mandiri: RUU perlu mengatur kuota haji mandiri secara proporsional dan transparan, dengan mempertimbangkan kepentingan jamaah haji reguler, PIHK, dan KBIH.
  8. Perlindungan Konsumen: RUU harus memberikan perlindungan konsumen bagi jamaah haji mandiri yang menggunakan jasa pihak ketiga, seperti agen perjalanan atau penyedia akomodasi.
  9. Kerjasama Internasional: RUU perlu mendorong kerjasama internasional antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi dalam penyelenggaraan haji mandiri.
  10. Pendidikan dan Sosialisasi: RUU harus mewajibkan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dan sosialisasi tentang haji mandiri kepada masyarakat luas.

Dengan pengaturan yang komprehensif dan terintegrasi dalam RUU Haji dan Umrah, diharapkan pelaksanaan haji mandiri dapat berjalan lancar, aman, dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh jamaah haji Indonesia.

Kesimpulan

RUU Haji dan Umrah yang tengah dibahas di DPR RI menjadi momentum penting untuk menata kembali penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Pengaturan mengenai haji mandiri merupakan salah satu isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian serius. Dengan regulasi yang tepat, haji mandiri dapat menjadi alternatif yang menarik bagi jamaah haji yang ingin memiliki fleksibilitas dan kebebasan dalam mengatur perjalanan ibadah mereka. Namun, pemerintah juga perlu memastikan bahwa jamaah haji mandiri mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang memadai, serta tidak merugikan PIHK dan KBIH. Diharapkan RUU ini dapat segera disahkan dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :