RUU Haji dan Umrah: Gubernur Tak Lagi Tentukan Kuota Haji Kabupaten-Kota

  • Maskobus
  • Aug 22, 2025

Komisi VIII DPR RI telah menyepakati penghapusan kewenangan gubernur dalam pembagian kuota haji di tingkat kabupaten/kota, sebuah perubahan signifikan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Keputusan ini diambil dalam serangkaian rapat pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Haji dan Umrah yang digelar secara intensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan pakar di bidang haji dan umrah.

Penghapusan kewenangan gubernur ini merupakan salah satu poin krusial dalam RUU yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Selama ini, mekanisme pembagian kuota haji di tingkat daerah seringkali menjadi sorotan karena dinilai kurang transparan dan rentan terhadap praktik-praktik yang tidak sehat. Dengan sentralisasi kewenangan pembagian kuota di tingkat pusat, diharapkan prosesnya akan lebih adil, merata, dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat di masing-masing daerah.

Latar belakang penghapusan kewenangan gubernur ini berakar pada sejumlah permasalahan yang selama ini menghantui penyelenggaraan ibadah haji. Pertama, seringkali terjadi ketidaksesuaian antara kuota yang ditetapkan oleh gubernur dengan jumlah peminat haji di masing-masing kabupaten/kota. Hal ini dapat menyebabkan antrean panjang di beberapa daerah, sementara di daerah lain kuota haji tidak terpenuhi. Kedua, proses pembagian kuota di tingkat daerah seringkali tidak transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Ketiga, adanya indikasi praktik-praktik nepotisme dan favoritisme dalam pembagian kuota, di mana orang-orang tertentu mendapatkan prioritas tanpa melalui prosedur yang jelas.

Dengan adanya RUU ini, pembagian kuota haji akan dilakukan langsung oleh Kementerian Agama berdasarkan data dan informasi yang akurat mengenai jumlah peminat haji di masing-masing kabupaten/kota. Data ini akan diperoleh melalui sistem pendaftaran haji yang terintegrasi secara nasional, sehingga meminimalisir potensi manipulasi dan penyalahgunaan data. Selain itu, proses pembagian kuota juga akan dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan pengawasan dari berbagai pihak.

RUU Haji dan Umrah: Gubernur Tak Lagi Tentukan Kuota Haji Kabupaten-Kota

Namun demikian, penghapusan kewenangan gubernur dalam pembagian kuota haji bukan berarti menghilangkan peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji. Pemerintah daerah tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan dan pembinaan kepada calon jamaah haji, serta memastikan kelancaran proses pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji dari daerah masing-masing. Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai ibadah haji kepada masyarakat, serta membantu calon jamaah haji dalam mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan spiritual.

Selain penghapusan kewenangan gubernur, RUU Haji dan Umrah juga mengatur sejumlah aspek penting lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Di antaranya adalah pengaturan mengenai biaya haji, pendaftaran haji, pembinaan jamaah haji, pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. RUU ini juga mengatur mengenai peran dan tanggung jawab berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, termasuk pemerintah, penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK), dan organisasi masyarakat sipil.

Salah satu poin penting dalam RUU ini adalah pengaturan mengenai biaya haji. RUU ini mengamanatkan agar biaya haji ditetapkan secara transparan dan akuntabel, dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat dan kualitas pelayanan yang diberikan. RUU ini juga mengatur mengenai penggunaan dana haji secara efektif dan efisien, serta pengawasan terhadap pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Dalam hal pendaftaran haji, RUU ini mengatur mengenai sistem pendaftaran haji yang terintegrasi secara nasional, sehingga memudahkan masyarakat untuk mendaftar haji dan memantau perkembangan antrean haji. RUU ini juga mengatur mengenai persyaratan pendaftaran haji, serta mekanisme pembatalan dan pengalihan nomor porsi haji.

Pembinaan jamaah haji juga menjadi perhatian penting dalam RUU ini. RUU ini mengamanatkan agar pemerintah dan PIHK memberikan pembinaan yang komprehensif kepada calon jamaah haji, meliputi aspek manasik haji, kesehatan, keamanan, dan pelayanan. Pembinaan ini bertujuan untuk mempersiapkan calon jamaah haji secara fisik, mental, dan spiritual, sehingga dapat melaksanakan ibadah haji dengan lancar dan khusyuk.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah juga diperketat dalam RUU ini. RUU ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap PIHK, termasuk pengawasan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, biaya yang dikenakan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. RUU ini juga mengatur mengenai mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa antara jamaah haji dengan PIHK.

Sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku juga diperberat dalam RUU ini. RUU ini mengatur mengenai sanksi administratif, seperti pencabutan izin PIHK, serta sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana di bidang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan melindungi hak-hak jamaah haji.

RUU Haji dan Umrah ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat dan komprehensif dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Dengan adanya RUU ini, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilakukan secara lebih efisien, transparan, akuntabel, dan berkualitas, sehingga dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan bagi jamaah haji dan umrah.

Namun demikian, implementasi RUU ini tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan dan partisipasi dari seluruh pihak terkait. Pemerintah, PIHK, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum harus bersama-sama berperan aktif dalam mewujudkan tujuan dari RUU ini. Pemerintah harus memastikan bahwa peraturan pelaksana dari RUU ini dibuat secara cermat dan komprehensif, serta disosialisasikan secara luas kepada masyarakat. PIHK harus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji dan umrah, serta mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku. Organisasi masyarakat sipil harus berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta memberikan masukan dan saran kepada pemerintah. Masyarakat secara umum harus memahami hak dan kewajibannya sebagai jamaah haji dan umrah, serta berpartisipasi aktif dalam proses pengawasan dan evaluasi.

Dengan kerja sama dan sinergi dari seluruh pihak terkait, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia dapat terus ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat Islam di Indonesia. RUU Haji dan Umrah ini merupakan langkah maju dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang lebih baik, lebih adil, dan lebih transparan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :