RUU Haji Selesai Disusun, Lanjut Samakan Persepsi dengan Pemerintah Besok

  • Maskobus
  • Aug 24, 2025

Tim perumus dan tim sinkronisasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menuntaskan pembahasan terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah. Fokus utama pembahasan adalah redaksional pasal per pasal di Komisi VIII. Tahap selanjutnya, RUU tersebut akan dibahas bersama pemerintah dalam sebuah rapat kerja (raker), sebelum akhirnya meminta pandangan dari setiap fraksi yang ada di DPR. Proses ini merupakan tahapan krusial untuk memastikan bahwa RUU yang dihasilkan memiliki legitimasi kuat dan dapat diimplementasikan secara efektif.

Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyampaikan kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Minggu (24/8/2025), bahwa rapat kerja dengan pemerintah akan segera dilaksanakan. "Besok akan kita rakerkan, kita dengarkan pandangan pemerintah. Akan hadir pemerintah, tentu akan ada pandangan yang disampaikan," ujarnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan masukan dan perspektif terhadap RUU Haji dan Umrah. Keterlibatan pemerintah sejak awal diharapkan dapat meminimalisir potensi perbedaan pandangan di kemudian hari.

Lebih lanjut, Marwan Dasopang menjelaskan bahwa secara substansi, tidak ada perubahan yang terlalu signifikan dari Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang telah dibahas sebelumnya. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah mengenai nomenklatur Badan Penyelenggara (BP) Haji, yang diusulkan untuk ditingkatkan menjadi setingkat kementerian. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan koordinasi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Meskipun demikian, terdapat beberapa penyesuaian yang dilakukan, terutama terkait dengan pengaturan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD). Dalam RUU yang baru, pengaturan mengenai TPHD akan diserahkan kepada Menteri Haji dan Umrah. Hal ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait TPHD, serta untuk memastikan bahwa TPHD yang ditunjuk memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memadai.

RUU Haji Selesai Disusun, Lanjut Samakan Persepsi dengan Pemerintah Besok

"Yang menjadi konsen kita, mengurangi pemakaian kuota jemaah oleh pihak-pihak yang selama ini kontribusinya sudah kita anggap tidak perlu. Umpamanya besaran pendamping yang disebutkan, pendamping daerah, diberi wewenang kepada Menteri untuk mengatur," papar Marwan Dasopang. Pernyataan ini mengindikasikan adanya upaya untuk mengefisienkan penggunaan kuota haji, serta untuk memastikan bahwa kuota tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh mereka yang berhak dan membutuhkan.

Senada dengan Marwan Dasopang, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko, juga menyampaikan bahwa RUU Haji dan Umrah saat ini mengatur secara ketat mengenai kuota TPHD. Dalam beleid tersebut, kuota TPHD dibatasi hanya dua orang per daerah. Pembatasan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah TPHD yang berangkat ke Tanah Suci, sehingga dapat menghemat anggaran dan memaksimalkan kuota haji bagi jemaah reguler.

"TPHD daerah itu tetap ada 2 orang. Nanti kita supaya mengurangi jumlah, kan itu tetap mengambil dari kota haji, kota jemaah. Jadi kita kunci di Undang-undangnya 2 orang," kata Singgih Januratmoko. Ia menambahkan bahwa dua orang TPHD tersebut akan bertugas di bidang pelayanan umum dan kesehatan. Hal ini diharapkan dapat memastikan bahwa jemaah haji dari daerah mendapatkan pelayanan yang optimal selama berada di Tanah Suci.

"Satu di pelayanan umum, satu di kesehatan. Awalnya kan 3 ya, kita ada isu-isu dulu sering dipandang bahwa memang tidak kompeten dan tidak ada kata mengunci. Kita kunci sekarang cuma 2 orang," tambahnya. Penjelasan ini memberikan gambaran bahwa pembatasan kuota TPHD didasarkan pada evaluasi terhadap kinerja TPHD sebelumnya, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan ibadah haji.

RUU Haji dan Umrah ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang lebih kuat dan komprehensif dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Dengan adanya RUU ini, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat menjadi lebih transparan, akuntabel, dan profesional. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat melindungi hak-hak jemaah haji dan umrah, serta meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.

Penyusunan RUU Haji dan Umrah ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, DPR, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh agama. Keterlibatan berbagai pihak ini diharapkan dapat menghasilkan RUU yang aspiratif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses penyusunan RUU ini juga dilakukan secara terbuka dan transparan, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dan kontribusi terhadap RUU tersebut.

Salah satu isu penting yang diatur dalam RUU Haji dan Umrah adalah mengenai biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). RUU ini mengatur mengenai mekanisme penetapan BPIH, serta penggunaan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). RUU ini juga mengatur mengenai pengawasan terhadap penggunaan dana haji, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan korupsi.

Selain itu, RUU Haji dan Umrah juga mengatur mengenai penyelenggaraan ibadah umrah. RUU ini mengatur mengenai perizinan penyelenggara umrah, serta perlindungan terhadap jemaah umrah. RUU ini juga mengatur mengenai pengawasan terhadap penyelenggaraan umrah, sehingga dapat mencegah terjadinya penipuan dan praktik-praktik ilegal lainnya.

RUU Haji dan Umrah ini merupakan upaya pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Dengan adanya RUU ini, diharapkan ibadah haji dan umrah dapat menjadi lebih aman, nyaman, dan bermakna bagi jemaah. RUU ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia.

Setelah dilakukan rapat kerja dengan pemerintah, RUU Haji dan Umrah akan dibahas lebih lanjut di tingkat fraksi di DPR. Setiap fraksi akan memberikan pandangan dan masukan terhadap RUU tersebut. Setelah itu, RUU akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disetujui menjadi undang-undang.

Proses penyusunan RUU Haji dan Umrah ini merupakan proses yang panjang dan kompleks. Namun, dengan adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antara pemerintah, DPR, dan masyarakat, diharapkan RUU ini dapat segera diselesaikan dan diimplementasikan. RUU ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi jemaah haji dan umrah, serta bagi bangsa dan negara Indonesia.

Penting untuk dicatat bahwa RUU Haji dan Umrah ini juga mengatur mengenai sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administratif, sanksi pidana, atau sanksi perdata. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran, serta untuk melindungi hak-hak jemaah haji dan umrah.

Selain itu, RUU Haji dan Umrah juga mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan masukan dan saran kepada pemerintah dan DPR terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Masyarakat juga dapat berperan serta dalam mengawasi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta melaporkan jika menemukan adanya penyimpangan atau praktik-praktik ilegal.

RUU Haji dan Umrah ini merupakan wujud komitmen pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Dengan adanya RUU ini, diharapkan ibadah haji dan umrah dapat menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat bagi seluruh umat Islam di Indonesia.

Rapat kerja antara Komisi VIII DPR dan pemerintah yang akan dilaksanakan besok merupakan momentum penting untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi atas berbagai isu yang terkait dengan RUU Haji dan Umrah. Diharapkan, rapat kerja tersebut dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan kesepakatan yang terbaik bagi semua pihak.

Penyelesaian RUU Haji dan Umrah ini merupakan kabar baik bagi seluruh umat Islam di Indonesia. Dengan adanya undang-undang yang baru, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat menjadi lebih baik, lebih transparan, dan lebih akuntabel. Semoga RUU ini dapat segera disahkan dan diimplementasikan, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi jemaah haji dan umrah, serta bagi bangsa dan negara Indonesia.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :