Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyoroti peningkatan signifikan dalam represi dan penindasan aktivitas digital yang terjadi selama serangkaian aksi demonstrasi dalam sepekan terakhir di berbagai kota di Indonesia. Aksi-aksi ini, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, menyuarakan keresahan mendalam terhadap kondisi politik yang dianggap memburuk, ketidakadilan sosial yang merajalela, dan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar di Tanah Air.
SAFEnet, dalam pernyataan sikap resminya, menegaskan bahwa aksi demonstrasi yang telah berlangsung sejak 25 Agustus 2025 tidak hanya diwarnai oleh dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh para peserta aksi di lapangan, tetapi juga berdampak negatif dan meluas pada hak-hak digital pengguna internet di seluruh Indonesia. Organisasi ini mengamati dengan cermat berbagai praktik yang terjadi di ruang digital dan menemukan indikasi kuat adanya upaya pembatasan kebebasan berekspresi yang dilakukan oleh pemerintah dan platform media sosial.
"Situasi di lapangan juga menunjukkan adanya praktik-praktik yang diduga melanggar prinsip kebebasan berekspresi di ruang digital oleh pemerintah dan platform media sosial," tulis SAFEnet seperti dikutip dari safenet.or.id, Senin (1/9/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi kekhawatiran mendalam SAFEnet terhadap tren yang berkembang di mana hak-hak digital warga negara semakin terancam.
Sebagai organisasi masyarakat sipil dan non-pemerintah (NGO) yang memiliki komitmen kuat untuk memperjuangkan hak-hak digital, SAFEnet memandang situasi ini sebagai eskalasi serius dalam upaya pembatasan kebebasan berekspresi, yang mengarah pada otoritarianisme digital dan militerisasi ruang siber Indonesia. Istilah "otoritarianisme digital" merujuk pada penggunaan teknologi dan regulasi digital untuk mengendalikan dan menekan kebebasan berekspresi dan hak-hak sipil lainnya di ruang online. Sementara itu, "militerisasi ruang siber" menggambarkan peningkatan penggunaan kekuatan dan taktik militer dalam mengelola dan mengawasi aktivitas di dunia maya.
SAFEnet telah mengidentifikasi enam poin utama yang menyoroti pelanggaran serius terhadap hak-hak digital warga selama periode aksi demonstrasi. Pelanggaran-pelanggaran ini mencakup berbagai tindakan yang membatasi kebebasan berekspresi, menghalangi akses informasi, dan mengintimidasi para pengguna internet.
Enam Poin Sorotan SAFEnet:
-
Overmoderation Konten di Platform Media Sosial: SAFEnet mencatat adanya peningkatan signifikan dalam moderasi konten yang berlebihan (overmoderation) di berbagai platform media sosial populer seperti Instagram, YouTube, dan TikTok. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah akun pengguna telah ditangguhkan secara sepihak, dan banyak unggahan yang terkait dengan aksi demonstrasi, khususnya yang menyoroti tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, telah diturunkan dengan dalih "penghasutan dan kekerasan." SAFEnet mempertanyakan dasar dari moderasi konten ini, mengingat banyak dari konten yang dihapus sebenarnya merupakan ekspresi yang sah dari pendapat dan pandangan masyarakat.
-
Permintaan Penurunan Konten dari Pemerintah: Beberapa pengguna platform X (sebelumnya Twitter) juga menerima notifikasi permintaan penurunan konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Permintaan ini ditujukan untuk menghapus konten-konten yang dianggap melanggar undang-undang atau regulasi yang berlaku. SAFEnet menyoroti bahwa beberapa konten yang diminta untuk dihapus sebenarnya berisi informasi penting terkait aksi demonstrasi, termasuk dugaan video perintah penembakan dari Kapolri terhadap massa aksi. SAFEnet berpendapat bahwa permintaan penurunan konten semacam ini dapat dianggap sebagai upaya untuk menyensor informasi dan membungkam kritik terhadap pemerintah.
-
Pembatasan Akses Internet: SAFEnet menerima laporan tentang pembatasan akses internet di beberapa wilayah selama aksi demonstrasi. Pembatasan ini dilakukan dengan berbagai cara, termasuk pemblokiran situs web dan aplikasi media sosial, serta pelambatan kecepatan internet. Pembatasan akses internet ini mempersulit para peserta aksi dan masyarakat umum untuk mendapatkan informasi terkini tentang perkembangan aksi demonstrasi, serta untuk berkomunikasi dan mengorganisir diri. SAFEnet mengutuk tindakan pembatasan akses internet ini sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia untuk mengakses informasi dan berkomunikasi secara bebas.
-
Penggunaan Buzzer dan Akun Anonim: SAFEnet mengamati adanya peningkatan aktivitas buzzer dan akun anonim yang menyebarkan disinformasi dan propaganda di media sosial selama aksi demonstrasi. Buzzer dan akun anonim ini seringkali digunakan untuk menyerang para peserta aksi, menyebarkan ujaran kebencian, dan mengalihkan perhatian dari isu-isu yang sebenarnya. SAFEnet menekankan bahwa penggunaan buzzer dan akun anonim ini dapat merusak kualitas diskusi publik dan menciptakan polarisasi di masyarakat.
-
Intimidasi dan Dooxing terhadap Aktivis: SAFEnet menerima laporan tentang intimidasi dan doxing (pengungkapan informasi pribadi secara online) terhadap aktivis dan jurnalis yang terlibat dalam aksi demonstrasi. Intimidasi ini dilakukan dengan berbagai cara, termasuk ancaman kekerasan, pelecehan online, dan pengungkapan informasi pribadi seperti alamat rumah dan nomor telepon. SAFEnet mengutuk tindakan intimidasi dan doxing ini sebagai upaya untuk membungkam para aktivis dan jurnalis, serta untuk menciptakan rasa takut di kalangan masyarakat.
-
Kriminalisasi Aktivitas Online: SAFEnet mencatat adanya peningkatan kasus kriminalisasi terhadap aktivitas online yang terkait dengan aksi demonstrasi. Beberapa orang telah ditangkap dan dijerat dengan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengunggah konten yang dianggap menghina pemerintah atau menyebarkan berita bohong. SAFEnet berpendapat bahwa undang-undang ITE seringkali digunakan secara sewenang-wenang untuk membungkam kritik dan menekan kebebasan berekspresi.
Desakan SAFEnet:
Atas dasar keenam fakta dan peristiwa yang telah dikemukakan di atas, SAFEnet mendesak kepada pihak-pihak berikut untuk segera mengambil tindakan:
- Pemerintah Indonesia: SAFEnet mendesak pemerintah Indonesia untuk menghormati dan melindungi hak-hak digital warga negara, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, hak atas akses informasi, dan hak atas privasi. SAFEnet juga mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik pembatasan akses internet, intimidasi terhadap aktivis dan jurnalis, serta kriminalisasi aktivitas online. Selain itu, SAFEnet meminta pemerintah untuk merevisi undang-undang ITE agar tidak lagi digunakan untuk membungkam kritik dan menekan kebebasan berekspresi.
- Platform Media Sosial: SAFEnet mendesak platform media sosial untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam moderasi konten. SAFEnet juga meminta platform media sosial untuk memastikan bahwa moderasi konten dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif, serta untuk melindungi hak-hak pengguna untuk berekspresi secara bebas. Selain itu, SAFEnet meminta platform media sosial untuk bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk mengatasi masalah disinformasi dan ujaran kebencian di platform mereka.
- Aparat Penegak Hukum: SAFEnet mendesak aparat penegak hukum untuk menghormati hak asasi manusia dan bertindak secara profesional dalam menangani aksi demonstrasi. SAFEnet juga meminta aparat penegak hukum untuk menghindari penggunaan kekerasan yang berlebihan dan untuk melindungi para peserta aksi dari intimidasi dan kekerasan. Selain itu, SAFEnet meminta aparat penegak hukum untuk menginvestigasi secara menyeluruh laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat kepolisian selama aksi demonstrasi.
- Masyarakat Sipil: SAFEnet mengajak masyarakat sipil untuk terus memantau dan melaporkan pelanggaran hak-hak digital, serta untuk mendukung para aktivis dan jurnalis yang menjadi korban intimidasi dan kekerasan. SAFEnet juga mengajak masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya hak-hak digital dan untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi di ruang online.
Imbauan SAFEnet:
Demi memastikan keamanan dan keselamatan bersama selama aksi demonstrasi, SAFEnet juga mengimbau agar:
- Peserta Aksi: Peserta aksi demonstrasi untuk tetap damai dan tidak terprovokasi oleh tindakan kekerasan. SAFEnet juga mengimbau peserta aksi untuk menghormati hak-hak orang lain dan untuk tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain. Selain itu, SAFEnet mengimbau peserta aksi untuk mendokumentasikan setiap pelanggaran hak asasi manusia yang mereka saksikan dan untuk melaporkannya kepada organisasi masyarakat sipil atau lembaga bantuan hukum.
- Aparat Kepolisian: Aparat kepolisian untuk bertindak secara profesional dan menghormati hak asasi manusia dalam menangani aksi demonstrasi. SAFEnet juga mengimbau aparat kepolisian untuk menghindari penggunaan kekerasan yang berlebihan dan untuk melindungi para peserta aksi dari intimidasi dan kekerasan. Selain itu, SAFEnet mengimbau aparat kepolisian untuk memberikan akses kepada media dan pengamat independen untuk meliput aksi demonstrasi.
- Media: Media untuk meliput aksi demonstrasi secara akurat dan berimbang. SAFEnet juga mengimbau media untuk melindungi identitas para narasumber dan untuk menghindari penyebaran disinformasi dan ujaran kebencian. Selain itu, SAFEnet mengimbau media untuk memberikan ruang bagi berbagai perspektif dan untuk mempromosikan dialog yang konstruktif.
SAFEnet menekankan bahwa perlindungan hak-hak digital merupakan bagian integral dari perlindungan hak asasi manusia secara keseluruhan. Kebebasan berekspresi di ruang online adalah fondasi penting bagi demokrasi dan partisipasi publik. Pembatasan kebebasan berekspresi dan penindasan aktivitas digital dapat mengancam kebebasan sipil dan menghambat kemajuan sosial. Oleh karena itu, SAFEnet akan terus berupaya untuk memperjuangkan hak-hak digital dan untuk memastikan bahwa ruang siber tetap menjadi tempat yang aman dan inklusif bagi semua orang.