Sidang Etik Brimob Pelindas Ojek Daring Affan Kurniawan, Kompolnas Minta Dua Polisi Dipecat

  • Maskobus
  • Sep 03, 2025

Kasus tragis tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring (ojol) yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Korps Brimob, memasuki babak baru. Komisaris Kosmas Kaju Gae (Kompol K) dan Bripka Rohmat (Bripka R), dua anggota Brimob yang diduga terlibat langsung dalam insiden tersebut, mulai menjalani sidang kode etik profesi Polri. Sidang ini digelar di Gedung Trans National Crime Center (TNCC) Polri, Jakarta, dan menarik perhatian luas dari publik serta media.

Norbertus Arya Dwiangga Martiar melaporkan dari Jakarta, bahwa selain menghadapi sanksi etik kategori berat, Kompol K dan Bripka R juga akan diproses secara pidana. Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M Choirul Anam, menegaskan komitmen kelembagaan kepolisian untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan seadil-adilnya.

Menurut rencana, sidang etik Kompol K dilaksanakan pada Rabu, 3 September 2025, sementara sidang etik Bripka R dijadwalkan sehari setelahnya, Kamis, 4 September 2025. Namun, Anam tidak menutup kemungkinan sidang keduanya akan dipercepat dan dilaksanakan dalam satu hari. Keyakinan ini didasari oleh ketersediaan bukti-bukti digital yang kuat, sehingga proses persidangan diharapkan tidak memakan waktu lama.

"Saya kira sidang ini seharusnya tidak terlalu lama karena rekam jejak digitalnya ada. Jadi, kita tidak pakai debat panjang karena rekam jejak digitalnya ada. Selain itu, juga komitmen kelembagaan kepolisian juga ada untuk menuntaskan ini dengan seterang-terangnya," ujar Anam kepada awak media.

Puluhan jurnalis tampak hadir di lobi Gedung TNCC Polri sejak pukul 09.00 WIB untuk meliput jalannya persidangan. Masyarakat pun menaruh harapan besar agar keadilan ditegakkan dalam kasus ini.

Sidang Etik Brimob Pelindas Ojek Daring Affan Kurniawan, Kompolnas Minta Dua Polisi Dipecat

Selain Kompol K dan Bripka R, terdapat lima anggota Brimob lainnya yang diduga terlibat dalam insiden tersebut, yaitu Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David. Kelimanya diduga melanggar etik kategori sedang dan akan menjalani sidang etik setelah sidang Kompol K dan Bripka R selesai.

Kompolnas secara tegas mendorong agar Kompol K dan Bripka R dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari kepolisian. Anam menekankan pentingnya menahan diri dalam berbagai situasi, terutama saat menghadapi unjuk rasa.

"Ini penting bagi kita semua, dalam berbagai konteks memang harus menahan diri. Menahan diri ketika menghadapi situasi bahwa unjuk rasa dan sebagainya, pendekatan menahan diri itu jadinya penting," kata Anam. Ia juga berharap agar masyarakat menyampaikan pendapat di muka umum secara damai, tanpa melakukan perusakan. Anam berjanji akan menyaksikan jalannya persidangan dari awal hingga akhir.

Sebelumnya, Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divpropam Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Agus Wijayanto, menyatakan telah menyelesaikan pemeriksaan kode etik terhadap para terduga pelanggar dan saksi. Salah satu saksi yang dimintai keterangan adalah Zulkifli, orang tua almarhum Affan Kurniawan.

Selain memeriksa saksi, tim akreditor Divpropam Polri juga menganalisis data berupa foto dan video yang beredar di media sosial, serta visum et repertum korban dan dokumen-dokumen terkait lainnya. Hasil analisis ini menjadi dasar penting dalam menentukan sanksi yang akan dijatuhkan kepada para pelanggar.

Para terduga pelanggar dengan kategori pelanggaran berat terancam sanksi PTDH, sedangkan terduga pelanggar kode etik kategori sedang terancam sanksi penempatan khusus, mutasi atau demosi, hingga penundaan pangkat atau pendidikan.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga turut memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P Siagian, menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.

"Yang pasti ada pelanggaran HAM. Nanti kita buktikan pelanggaran HAM-nya seperti apa. Kita belum bisa menyimpulkan. Rekaman CCTV-nya itu masih sepotong sehingga kita butuh CCTV yang lebih utuh dan potongan video yang lebih lengkap," ujar Saurlin.

Komnas HAM masih mendalami unsur kesengajaan atau kelalaian dalam insiden tersebut. Hingga saat ini, Komnas HAM telah memeriksa ketujuh terduga pelanggar dan sedang menganalisis hasil keterangan yang diperoleh.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme dan standar operasional prosedur (SOP) yang diterapkan oleh anggota kepolisian dalam mengendalikan massa. Masyarakat berharap agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Kematian Affan Kurniawan menambah daftar panjang kasus kekerasan yang melibatkan aparat penegak hukum di Indonesia. Hal ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelatihan, pengawasan, dan penegakan disiplin internal.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya penggunaan teknologi dalam pengawasan dan penegakan hukum. Rekaman video amatir dan CCTV menjadi bukti penting dalam mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. Polri perlu meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi untuk mendukung tugas-tugas kepolisian.

Ke depan, diharapkan Polri dapat lebih profesional, humanis, dan responsif dalam melayani masyarakat. Pendekatan represif dan kekerasan harus dihindari, dan dialog serta mediasi harus menjadi prioritas dalam menyelesaikan konflik.

Kasus Affan Kurniawan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat. Keadilan harus ditegakkan, dan hak asasi manusia harus dihormati. Polri harus menjadi lembaga yang profesional, modern, dan terpercaya, yang mampu melindungi dan mengayomi seluruh warga negara.

Sidang etik terhadap Kompol K dan Bripka R merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum. Masyarakat akan terus memantau perkembangan kasus ini dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya.

Selain proses hukum, perlu juga dilakukan upaya-upaya untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada keluarga korban. Pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu memberikan perhatian khusus kepada keluarga Affan Kurniawan agar mereka dapat melewati masa-masa sulit ini.

Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya keselamatan berlalu lintas. Pengemudi kendaraan taktis harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai, serta mematuhi semua peraturan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat dicegah jika semua pihak memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi.

Polri harus terus berbenah diri dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, Polri dapat menjadi lembaga yang dicintai dan dihormati oleh seluruh warga negara.

Kasus Affan Kurniawan adalah tragedi yang tidak boleh terulang kembali. Polri harus belajar dari pengalaman ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Keadilan untuk Affan Kurniawan adalah keadilan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Mari kita kawal kasus ini bersama-sama dan pastikan bahwa keadilan ditegakkan seadil-adilnya.

Sidang etik ini menjadi ujian bagi Polri dalam menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Hasil dari sidang ini akan menjadi cerminan dari profesionalisme dan integritas Polri di mata masyarakat.

Semoga keadilan dapat ditegakkan dalam kasus ini, dan keluarga Affan Kurniawan dapat menemukan kedamaian dan ketenangan.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :