Sidang PK Silfester Matutina Digelar Hari Ini di PN Jakarta Selatan

  • Maskobus
  • Aug 27, 2025

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Rabu, 27 Agustus 2025, menggelar sidang peninjauan kembali (PK) atas perkara fitnah yang melibatkan terpidana Silfester Matutina. Sidang dijadwalkan dimulai pada pukul 13.00 WIB.

"Benar, hari ini dijadwalkan sidang lanjutan pemeriksaan permohonan PK Silfester Matutina, diagendakan pukul 13.00," ungkap Humas PN Jakarta Selatan, Rio Barten, saat dikonfirmasi oleh awak media.

Hingga menjelang siang hari, pihak pengadilan belum menerima informasi terbaru mengenai kondisi kesehatan Silfester Matutina maupun alasan yang mendasari kemungkinan ketidakhadirannya dalam persidangan. "Persidangan akan tetap dilaksanakan, kelanjutan penanganannya akan ditentukan dalam persidangan tersebut," tegas Rio.

Sidang PK ini sebelumnya sempat mengalami penundaan. Pada Rabu, 20 Agustus 2025, Silfester Matutina tidak dapat hadir dalam persidangan dengan alasan sakit. Ketua Majelis Hakim, I Ketut Darpawan, memutuskan untuk menunda sidang selama satu pekan setelah menerima permohonan dari kuasa hukum Silfester Matutina. Pada saat itu, Silfester Matutina melampirkan surat keterangan sakit dari Rumah Sakit Puri Cinere yang menyatakan bahwa ia menderita chest pain dan membutuhkan waktu istirahat selama lima hari.

Sidang PK ini diajukan untuk meninjau kembali perkara fitnah yang dilontarkan oleh Silfester Matutina terhadap mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, dalam sebuah orasi yang disampaikannya pada tahun 2019 silam. Dalam kasus tersebut, Silfester Matutina divonis hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan. Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 287 K/Pid/2019 tertanggal 16 September 2019 menyatakan bahwa Silfester Matutina terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 311 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 310 Ayat 1 KUHP. Vonis tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Andi Abu Ayyub Saleh dengan hakim anggota Eddy Army dan Gazalba Saleh.

Sidang PK Silfester Matutina Digelar Hari Ini di PN Jakarta Selatan

Meskipun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), eksekusi terhadap putusan tersebut belum pernah dilaksanakan. Bahkan, Silfester Matutina sempat ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, sebagai Komisaris Independen PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food) pada tanggal 18 Maret 2025. Penunjukan ini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat, mengingat status hukum Silfester Matutina yang masih terpidana kasus fitnah.

Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, mengakui bahwa pihaknya pernah menerbitkan surat perintah pelaksanaan eksekusi terhadap Silfester Matutina. Namun, pelaksanaan eksekusi tersebut urung dilakukan karena adanya pandemi COVID-19. "Sudah, tapi pada saat itu kemudian tidak bisa dilakukan karena sempat hilang dan keburu COVID," jelas Anang yang kini menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, pada tanggal 14 Agustus 2025.

Menurut Anang Supriatna, masa pandemi COVID-19 menyebabkan banyak tahanan yang dibebaskan, sehingga eksekusi terhadap Silfester Matutina tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Baru pada tanggal 5 Agustus 2025, Silfester Matutina mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kasus fitnah yang menjerat Silfester Matutina ini bermula dari orasi yang disampaikannya pada tahun 2019. Dalam orasinya, Silfester Matutina menuding Jusuf Kalla terlibat dalam berbagai tindakan yang merugikan negara. Tuduhan-tuduhan tersebut dinilai tidak berdasar dan mencemarkan nama baik Jusuf Kalla. Atas dasar itulah, Jusuf Kalla kemudian melaporkan Silfester Matutina ke pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana fitnah.

Proses hukum terhadap Silfester Matutina berjalan cukup panjang. Setelah melalui serangkaian persidangan di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, akhirnya Silfester Matutina dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana fitnah dan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Namun, Silfester Matutina tidak menyerah begitu saja. Ia kemudian mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) dengan harapan dapat membatalkan putusan kasasi Mahkamah Agung yang telah menjatuhkan vonis kepadanya. Dalam permohonan PK-nya, Silfester Matutina mengajukan sejumlah novum atau bukti baru yang menurutnya dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana fitnah.

Sidang PK yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini merupakan kesempatan terakhir bagi Silfester Matutina untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jika permohonan PK-nya ditolak, maka ia harus menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan tokoh publik dan mantan pejabat negara. Banyak pihak yang menantikan hasil dari sidang PK ini, karena akan menentukan nasib Silfester Matutina dan memberikan pelajaran bagi masyarakat tentang pentingnya menjaga ucapan dan tidak menyebarkan fitnah.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti permasalahan terkait penegakan hukum di Indonesia. Fakta bahwa eksekusi terhadap Silfester Matutina belum dilaksanakan meskipun putusan telah inkrah menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem penegakan hukum di Indonesia.

Publik berharap agar sidang PK ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan putusan yang adil dan berkeadilan. Putusan tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dan memberikan kontribusi positif bagi penegakan hukum di Indonesia.

Sidang PK Silfester Matutina ini juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk merenungkan kembali tentang pentingnya menjaga etika dalam berkomunikasi dan bermedia sosial. Di era digital ini, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat dan luas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi dan tidak mudah percaya pada berita yang belum terverifikasi kebenarannya.

Fitnah dan hoaks dapat merusak reputasi seseorang, memecah belah masyarakat, dan mengganggu stabilitas negara. Oleh karena itu, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mencegah penyebaran fitnah dan hoaks dengan cara tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya dan selalu melakukan verifikasi sebelum mempercayai sebuah informasi.

Kasus Silfester Matutina ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga lisan dan tulisan agar tidak menyakiti orang lain dan tidak melanggar hukum. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar lebih bijak dalam menggunakan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Sidang PK Silfester Matutina akan terus menjadi sorotan publik hingga putusan akhir dijatuhkan. Publik berharap agar putusan tersebut dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan memberikan kontribusi positif bagi penegakan hukum di Indonesia.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :