Jakarta – Laporan terbaru dari UNICEF menyoroti permasalahan serius terkait obesitas pada anak-anak di seluruh dunia, di mana setidaknya satu dari sepuluh anak mengalami kondisi ini. Lebih memprihatinkan lagi, penyebab obesitas pada anak tidak hanya terbatas pada kurangnya edukasi dan literasi gizi di lingkungan keluarga. Faktor lain yang berperan penting adalah strategi bisnis yang agresif dalam memasarkan makanan ultra proses (UPF), yang kini semakin mudah diakses dan seringkali lebih murah dibandingkan buah-buahan dan sayuran segar.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengonfirmasi bahwa kasus obesitas memang mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, situasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan yang terjadi secara global, yaitu fenomena yang dikenal sebagai ‘double burden disease’. Istilah ini mengacu pada kondisi di mana seorang anak menghadapi dua masalah kesehatan sekaligus: kekurangan gizi (malnutrisi) dan obesitas.
"Indonesia saat ini menghadapi double burden. Di satu sisi, kita masih berjuang melawan kekurangan gizi yang menyebabkan stunting. Di sisi lain, satu dari sepuluh anak mengalami obesitas, bahkan di kota-kota besar angka obesitasnya jauh lebih tinggi," ujar Wamenkes Dante saat ditemui di acara ASEAN Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/9/2025).
Mengutip hasil survei di DKI Jakarta, Wamenkes Dante mengungkapkan bahwa sekitar 30 persen anak sekolah teridentifikasi mengalami obesitas. "Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat untuk memahami bahwa gemuk tidak selalu berarti sehat. Kita harus mulai membiasakan diri dengan pola makan yang ideal dan sehat agar terhindar dari obesitas," tegasnya.
Wamenkes Dante juga menekankan pentingnya memberikan pendidikan tentang pola makan sehat kepada anak-anak sejak dini untuk mencegah obesitas. Edukasi ini harus mencakup informasi tentang pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang, membatasi asupan makanan olahan dan minuman manis, serta aktif bergerak dan berolahraga secara teratur.
Menanggapi isu sulitnya akses terhadap buah-buahan dan sayuran karena harganya yang mahal dibandingkan makanan tidak sehat, Wamenkes Dante mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyusun regulasi terkait pajak, khususnya yang menyasar makanan manis.
"Kami sedang menyusun regulasi sugar tax untuk makanan. Regulasi ini akan memberlakukan pajak pada produk makanan yang mengandung kadar gula tertentu. Namun, prosesnya masih terus berjalan," jelasnya.
Wacana penerapan sugar tax atau pajak gula di Indonesia bukanlah hal baru. Beberapa negara di dunia telah menerapkan kebijakan ini dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun, penerapan sugar tax juga menimbulkan berbagai pro dan kontra.
Pihak yang mendukung penerapan sugar tax berpendapat bahwa kebijakan ini dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat, terutama dalam mengurangi angka obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya yang terkait dengan konsumsi gula berlebihan. Selain itu, pendapatan dari pajak gula dapat dialokasikan untuk program-program kesehatan masyarakat, seperti promosi gaya hidup sehat dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan.
Di sisi lain, pihak yang menentang penerapan sugar tax berargumen bahwa kebijakan ini dapat memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah, karena harga makanan dan minuman manis akan menjadi lebih mahal. Selain itu, penerapan sugar tax juga dapat berdampak negatif pada industri makanan dan minuman, yang dapat menyebabkan penurunan produksi dan hilangnya lapangan kerja.
Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan secara matang berbagai aspek sebelum memutuskan untuk menerapkan sugar tax. Kebijakan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga efektif dalam mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat, tanpa memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah dan merugikan industri makanan dan minuman.
Selain penerapan sugar tax, pemerintah juga perlu melakukan upaya lain untuk mengatasi masalah obesitas pada anak, seperti meningkatkan edukasi dan literasi gizi di masyarakat, mempromosikan gaya hidup sehat, dan meningkatkan akses terhadap makanan bergizi seimbang.
Edukasi dan literasi gizi perlu ditingkatkan melalui berbagai saluran, seperti sekolah, media massa, dan program-program kesehatan masyarakat. Masyarakat perlu diberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami tentang pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang, membatasi asupan makanan olahan dan minuman manis, serta aktif bergerak dan berolahraga secara teratur.
Promosi gaya hidup sehat juga perlu dilakukan secara gencar melalui berbagai kegiatan, seperti kampanye kesehatan, pelatihan olahraga, dan penyediaan fasilitas olahraga yang terjangkau. Masyarakat perlu didorong untuk mengadopsi gaya hidup sehat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Peningkatan akses terhadap makanan bergizi seimbang juga merupakan hal yang penting. Pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti petani, produsen makanan, dan pedagang, untuk memastikan bahwa makanan bergizi seimbang tersedia dengan harga yang terjangkau di seluruh wilayah Indonesia.
Masalah obesitas pada anak merupakan masalah kompleks yang membutuhkan penanganan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Pemerintah, keluarga, sekolah, masyarakat, dan industri makanan dan minuman perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat dan mencegah obesitas pada anak.
Dengan upaya yang terpadu dan berkelanjutan, diharapkan angka obesitas pada anak di Indonesia dapat diturunkan dan generasi muda Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan produktif.
Penting untuk diingat bahwa obesitas pada anak bukan hanya masalah kesehatan individu, tetapi juga masalah kesehatan masyarakat yang memiliki dampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penanganan obesitas pada anak harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.
Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap obesitas pada anak di Indonesia, termasuk faktor genetik, lingkungan, sosial, dan budaya. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan program-program pencegahan dan penanganan obesitas yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap iklan makanan dan minuman yang ditujukan kepada anak-anak, terutama iklan makanan olahan dan minuman manis yang tidak sehat. Iklan-iklan ini seringkali menyesatkan dan mendorong anak-anak untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong industri makanan dan minuman untuk memproduksi makanan dan minuman yang lebih sehat, dengan mengurangi kadar gula, garam, dan lemak jenuh, serta meningkatkan kandungan serat, vitamin, dan mineral.
Dengan tindakan yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan masalah obesitas pada anak di Indonesia dapat diatasi dan generasi muda Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan produktif.