Paredao de som, sebuah fenomena yang menggema di Brasil, memiliki kemiripan yang mencolok dengan sound horeg yang populer di Indonesia. Keduanya sama-sama mengandalkan sistem suara raksasa untuk menghadirkan hiburan bagi masyarakat, khususnya melalui alunan musik yang memekakkan telinga. Tradisi ini, yang melibatkan speaker-speaker berukuran besar dan volume suara yang ekstrem, telah menjadi bagian dari budaya populer di kedua negara tersebut, meskipun juga menuai kontroversi karena dampak negatifnya terhadap kesehatan pendengaran.
Melansir dari berbagai sumber, termasuk Volume Morto, asal usul Paredao de som dapat ditelusuri kembali ke sound system yang lahir di Jamaika pada tahun 1940-an. Pada masa itu, sound system menjadi alternatif hiburan yang lebih terjangkau bagi masyarakat kelas bawah, menggantikan klub-klub eksklusif yang menyajikan musik live oleh band-band ternama. Para DJ pada masa itu memodifikasi truk atau van mereka dengan generator listrik, turntable, dan pengeras suara berukuran besar. Mereka kemudian menggelar pesta jalanan di daerah-daerah pinggiran Kingston, Jamaika, di mana orang-orang berkumpul untuk berjoget dan menikmati musik dengan volume yang sangat keras, bahkan hingga berpotensi merusak pendengaran.
Antropolog Carlos Benedito Rodrigues berpendapat bahwa tradisi Paredao di Brasil memiliki kemiripan yang signifikan dengan sound system Jamaika. Di Brasil, orang-orang juga sering memasang speaker raksasa di mobil mereka dan menyetel musik dengan volume yang sangat tinggi. Awalnya, para pemuda Brasil menggunakan sound system keras hanya untuk mobil mereka sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai memutar musik dengan volume tinggi agar teman-teman mereka juga dapat menikmati alunan musik tersebut. Hal ini kemudian memicu tren modifikasi mobil dengan sound system yang semakin bising, di mana anak-anak muda berlomba-lomba untuk menciptakan sistem suara yang paling kuat dan menggelegar.
Perkembangan Paredao de som terus berlanjut hingga akhirnya menjadi hiburan jalanan yang populer di kalangan masyarakat Brasil. Tak lagi hanya menggunakan mobil biasa, mereka kini memasang sound system berukuran besar di mobil-mobil trailer, menciptakan pemandangan yang mengagumkan sekaligus mengkhawatirkan. Di platform YouTube, dapat ditemukan berbagai video yang menampilkan seorang perempuan berambut panjang yang berdiri atau duduk di dekat sound system raksasa. Efek suara bass yang sangat keras bahkan dapat membuat rambut perempuan tersebut terbang-terbang, menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan suara yang dihasilkan oleh sistem tersebut.
Lantas, mengapa Paredao de som begitu digemari oleh masyarakat Brasil sebagai hiburan? Felipe Maia, seorang pakar etnomusikologi yang meneliti fenomena Paredao, menjelaskan bahwa Paredao bukan sekadar pertunjukan biasa, melainkan memiliki makna kebanggaan dan interaksi sosial yang mendalam. Selain itu, dibutuhkan pula keahlian khusus dalam menyusun sound system yang tepat sehingga menghasilkan musik yang memuaskan bagi para pendengarnya. Hal ini membuat para pekerja sound system merasa bangga dan dihargai seiring dengan perkembangan Paredao de som di Brasil.
Namun, seperti halnya sound horeg yang kontroversial, Paredao de som juga menuai protes dari sebagian masyarakat Brasil yang merasa terganggu dengan suara yang terlalu keras dan melampaui ambang batas keamanan bagi indra pendengaran. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan toleransi kebisingan yang dapat diterima manusia berkisar antara 75-85 desibel, sementara Paredao de som dapat mencapai angka 120-130 desibel. Tingkat kebisingan ini tentu saja dapat menyebabkan kerusakan pendengaran permanen jika terpapar dalam jangka waktu yang lama.
Selain di Jawa Timur dan Brasil, fenomena serupa juga ditemukan di India. Di sana, masyarakat juga menggunakan sound system besar dan memutar musik dengan volume keras sebagai hiburan. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi mengandalkan suara keras sebagai sumber hiburan memiliki daya tarik lintas budaya, meskipun dampak negatifnya terhadap kesehatan pendengaran tetap menjadi perhatian utama.
Fenomena sound horeg dan Paredao de som memunculkan berbagai pertanyaan dan pandangan yang berbeda. Di satu sisi, tradisi ini dianggap sebagai bentuk ekspresi budaya dan hiburan yang merakyat. Di sisi lain, banyak pihak yang mengkhawatirkan dampak negatifnya terhadap kesehatan pendengaran dan ketertiban umum. Perlu adanya upaya yang seimbang antara melestarikan tradisi dan melindungi kesehatan masyarakat.
Pemerintah dan pihak berwenang perlu menetapkan regulasi yang jelas mengenai ambang batas kebisingan yang diperbolehkan dalam acara-acara publik. Selain itu, edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan pendengaran juga perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat lebih sadar akan risiko yang ditimbulkan oleh suara yang terlalu keras.
Diperlukan dialog yang konstruktif antara para pelaku tradisi, pemerintah, dan masyarakat untuk mencari solusi yang terbaik. Tujuannya adalah agar tradisi sound horeg dan Paredao de som tetap dapat dinikmati sebagai bagian dari kekayaan budaya, namun tanpa mengorbankan kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa hiburan yang sehat adalah hiburan yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Menjaga kesehatan pendengaran adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita dapat menikmati musik dan hiburan lainnya tanpa harus mengorbankan kesehatan kita.
Selain itu, perlu juga dipikirkan alternatif hiburan lain yang lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan polusi suara. Pengembangan seni pertunjukan lokal, kegiatan olahraga, atau kegiatan sosial lainnya dapat menjadi pilihan yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pada akhirnya, pilihan ada di tangan kita masing-masing. Apakah kita ingin terus menikmati hiburan yang memekakkan telinga dan berpotensi merusak pendengaran, atau beralih ke alternatif hiburan yang lebih sehat dan berkelanjutan? Mari kita bijak dalam memilih hiburan, demi kesehatan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Fenomena sound horeg dan Paredao de som adalah cerminan dari dinamika sosial dan budaya yang terus berkembang. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang dan makna sosial yang mendalam bagi sebagian masyarakat. Namun, kita juga tidak boleh mengabaikan dampak negatifnya terhadap kesehatan dan lingkungan.
Dengan dialog yang terbuka, regulasi yang jelas, dan edukasi yang efektif, kita dapat mencari solusi yang terbaik untuk melestarikan tradisi ini sambil melindungi kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Mari kita ciptakan lingkungan yang harmonis, di mana tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan.
Peran media juga sangat penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai fenomena sound horeg dan Paredao de som. Media dapat menyajikan informasi yang akurat dan berimbang, sehingga masyarakat dapat membuat keputusan yang tepat mengenai pilihan hiburan mereka.
Selain itu, media juga dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan pandangan mereka mengenai tradisi ini. Dengan demikian, dialog yang konstruktif dapat terus berlanjut, dan solusi yang terbaik dapat ditemukan.
Pada akhirnya, tujuan kita adalah untuk menciptakan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan berbudaya. Tradisi sound horeg dan Paredao de som dapat menjadi bagian dari kekayaan budaya kita, asalkan dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab.
Mari kita jadikan Indonesia dan Brasil sebagai contoh negara yang mampu melestarikan tradisi lokal sambil menjaga kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Dengan semangat gotong royong dan kerjasama, kita dapat mencapai tujuan tersebut.
Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi para pembaca. Mari kita terus berdiskusi dan mencari solusi yang terbaik untuk masa depan yang lebih baik.