Tampang Briptu Rizka Sintiyani, Tersangka Pembunuhan Sang Suami, Brigadir Esco

  • Maskobus
  • Sep 21, 2025

Kasus kematian Brigadir Esco Faska Rely, seorang anggota Intel Polsek Sekotong, Polres Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memasuki babak baru. Istrinya sendiri, Briptu Rizka Sintiyani, yang juga merupakan anggota Polri, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut. Penetapan tersangka ini dikonfirmasi oleh Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Mohammad Kholid, setelah penyidik melakukan serangkaian gelar perkara yang mendalam.

"Ya, hasil gelar perkara penyidik menetapkan istri Brigadir Esco berinisial R menjadi tersangka," jelas Kombes Kholid pada hari Jumat, 19 September 2025.

Meskipun telah menetapkan Briptu Rizka sebagai tersangka, pihak kepolisian masih belum bersedia mengungkap motif di balik tindakan keji tersebut, serta kronologi detail yang mengarah pada kematian Brigadir Esco. Hal ini menimbulkan spekulasi dan pertanyaan di kalangan masyarakat, serta memicu desakan dari pihak keluarga korban agar kasus ini diusut tuntas dan transparan.

Brigadir Esco dilaporkan hilang sejak tanggal 13 Agustus 2025, setelah berpamitan kepada istrinya untuk berangkat kerja. Namun, ia tak kunjung kembali ke rumah, membuat keluarga dan rekan-rekannya khawatir. Pencarian intensif pun dilakukan, bahkan hingga melibatkan bantuan paranormal atau "dukun", namun hasilnya nihil.

Tampang Briptu Rizka Sintiyani, Tersangka Pembunuhan Sang Suami, Brigadir Esco

Jenazah Brigadir Esco akhirnya ditemukan pada hari Minggu, 24 Agustus 2025, di sebuah kebun yang berjarak hanya 10 meter dari belakang rumahnya, di Dusun Nyiur Lembang, Desa Jembatan Gantung, Kecamatan Lembar. Penemuan jenazah ini sontak membuat keluarga dan kerabat terpukul, sekaligus memunculkan kecurigaan akan adanya tindak pidana di balik kematiannya.

Mertua Brigadir Esco, Saihun, mengungkapkan bahwa selama proses pencarian, Briptu Rizka tampak sangat terpukul dan bahkan mengalami sakit akibat kehilangan suaminya. "Hilang itu, istrinya cari, saya juga cari, semuanya cari. Saya juga cari pakai dukun biar pulang ke rumah," ujarnya. Saihun menambahkan, "Rizka masih syok, sakit dari awal sebelum ketemu mayat itu sudah sakit kan suaminya hilang."

Namun, di balik kesedihan dan kepanikan yang ditunjukkan Briptu Rizka, tersembunyi sebuah misteri besar yang kini perlahan mulai terkuak. Penetapan dirinya sebagai tersangka pembunuhan sang suami, Brigadir Esco, menimbulkan tanda tanya besar mengenai apa yang sebenarnya terjadi di antara pasangan suami istri tersebut.

Kuasa hukum keluarga Brigadir Esco, Lalu Anton Hariawan, mendesak agar penyidik Ditreskrimum Polda NTB segera membuka motif di balik pembunuhan ini. "Kita minta motifnya dibuka. Jadi kami melihat pihak kepolisian masih agak tertutup. Yang pasti hanya penetapan tersangka saja yang disampaikan ke saya dan tim," katanya.

Kasus ini menjadi sorotan publik, tidak hanya karena melibatkan anggota kepolisian sebagai pelaku dan korban, tetapi juga karena kompleksitas hubungan antara keduanya. Muncul berbagai spekulasi mengenai motif pembunuhan, mulai dari masalah rumah tangga, perselingkuhan, hingga masalah pekerjaan yang melibatkan Brigadir Esco sebagai anggota Intel Polsek Sekotong.

Pihak kepolisian sendiri masih enggan memberikan keterangan detail mengenai motif dan kronologi pembunuhan, dengan alasan masih dalam proses penyidikan. Namun, beberapa informasi yang beredar menyebutkan bahwa penyidik telah menemukan sejumlah bukti yang mengarah pada keterlibatan Briptu Rizka dalam kematian Brigadir Esco.

Salah satu bukti yang diduga kuat adalah adanya rekaman CCTV yang menunjukkan aktivitas mencurigakan di sekitar rumah korban pada malam sebelum Brigadir Esco dilaporkan hilang. Selain itu, penyidik juga menemukan adanya perbedaan keterangan antara Briptu Rizka dengan saksi-saksi lain terkait keberadaan Brigadir Esco sebelum ditemukan tewas.

Namun, semua informasi ini masih bersifat spekulatif dan belum dikonfirmasi secara resmi oleh pihak kepolisian. Masyarakat pun diminta untuk bersabar dan tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum jelas kebenarannya, serta menyerahkan sepenuhnya proses penyidikan kepada pihak yang berwenang.

Kasus pembunuhan Brigadir Esco oleh istrinya sendiri, Briptu Rizka, menjadi sebuah tragedi yang memilukan dan mencoreng nama baik institusi kepolisian. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anggota Polri, serta masyarakat luas, mengenai pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

Pihak kepolisian diharapkan dapat segera mengungkap motif dan kronologi pembunuhan ini secara transparan, serta memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku, sesuai dengan hukum yang berlaku. Keadilan harus ditegakkan, tidak hanya untuk Brigadir Esco sebagai korban, tetapi juga untuk keluarga yang ditinggalkan dan seluruh masyarakat yang menantikan kebenaran.

Selain itu, kasus ini juga menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan evaluasi internal dan meningkatkan pengawasan terhadap anggotanya, terutama yang memiliki masalah pribadi atau keluarga. Pembinaan mental dan spiritual juga perlu ditingkatkan, agar para anggota Polri dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bertanggung jawab, serta terhindar dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika.

Kasus Briptu Rizka ini menambah daftar panjang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan anggota kepolisian. Hal ini menunjukkan bahwa masalah KDRT tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat sipil, tetapi juga dapat terjadi di lingkungan Polri. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih serius dan komprehensif untuk mencegah dan menangani kasus KDRT di lingkungan Polri, serta memberikan perlindungan yang memadai bagi para korban.

Penting juga untuk diingat bahwa setiap individu, termasuk anggota Polri, memiliki hak yang sama di depan hukum. Briptu Rizka sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Esco juga memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan hukum dan perlakuan yang adil selama proses penyidikan dan persidangan.

Namun, di sisi lain, Briptu Rizka juga harus bertanggung jawab atas perbuatannya jika terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap suaminya sendiri. Hukuman yang setimpal harus diberikan, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan keji yang telah dilakukannya, serta sebagai efek jera bagi pelaku lainnya.

Kasus pembunuhan Brigadir Esco oleh Briptu Rizka ini menjadi pengingat bagi kita semua mengenai betapa rapuhnya hubungan manusia, dan betapa pentingnya menjaga komunikasi dan saling pengertian dalam setiap hubungan, terutama dalam hubungan rumah tangga. Masalah sekecil apapun, jika tidak diselesaikan dengan baik, dapat memicu konflik yang lebih besar dan berujung pada tragedi yang memilukan.

Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, dan semoga keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya. Mari kita berdoa agar arwah Brigadir Esco diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi cobaan ini.

Pihak kepolisian masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini, dan diharapkan dalam waktu dekat motif dan kronologi pembunuhan akan segera terungkap secara jelas dan transparan. Masyarakat pun diminta untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum jelas kebenarannya, serta menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak yang berwenang.

Kasus ini menjadi ujian bagi profesionalisme dan integritas Polri, serta menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Polri harus mampu menunjukkan bahwa hukum berlaku sama untuk semua orang, tanpa pandang bulu, termasuk bagi anggotanya sendiri yang melakukan pelanggaran hukum.

Keadilan harus ditegakkan, kebenaran harus diungkap, dan pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap Polri dapat kembali pulih, dan citra Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dapat tetap terjaga.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :