Raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei, kembali membuat gebrakan di dunia kecerdasan buatan (AI) dengan mengumumkan sistem komputasi terbaru yang ditenagai oleh chip Ascend buatannya sendiri. Langkah ini semakin memperketat persaingan di pasar AI global, dan membuat Nvidia, pemimpin pasar saat ini, semakin waspada. Huawei berencana meluncurkan Atlas 950 SuperCluster, sistem komputasi super canggih ini, paling cepat tahun depan.
Nvidia mengakui persaingan yang semakin sengit ini. "Persaingan telah tiba dan semakin menguat. Pelanggan akan memilih teknologi terbaik untuk menjalankan aplikasi komersial dan model open source terpopuler di dunia," demikian pernyataan resmi Nvidia seperti yang dikutip dari CNBC. Pernyataan ini mencerminkan kesadaran Nvidia akan potensi ancaman yang ditimbulkan oleh Huawei, terutama mengingat ambisi Tiongkok untuk menjadi pemimpin global dalam teknologi AI.
Langkah Huawei ini juga merupakan respons terhadap upaya Amerika Serikat untuk membatasi akses Tiongkok terhadap semikonduktor tercanggih yang dibutuhkan untuk pelatihan model AI. Sanksi dan pembatasan ekspor yang diterapkan oleh AS memaksa perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk mencari solusi alternatif, termasuk dengan mengembangkan chip buatan dalam negeri dan mengakumulasi chip yang kurang efisien dalam jumlah besar untuk mencapai kemampuan komputasi yang setara. Strategi ini menunjukkan tekad Tiongkok untuk mencapai kemandirian teknologi dan mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.
Huawei mengumumkan rencana ambisius untuk meluncurkan tiga versi baru chip Ascend hingga akhir tahun 2028. Chip-chip ini akan menjadi fondasi dari infrastruktur komputasi AI Huawei. Supernode yang menjadi inti dari sistem ini, dibangun di atas chip Ascend, menggunakan desain sistem yang inovatif untuk mengatasi batasan teknis yang disebabkan oleh sanksi AS. Dengan kata lain, Huawei berupaya untuk mengakali pembatasan yang diberlakukan dengan mengembangkan solusi internal yang optimal.
Huawei mengklaim bahwa supernode barunya akan menjadi yang terkuat di dunia dalam hal daya komputasi. Eric Xu, Wakil Chairman Huawei, bahkan mengklaim bahwa supernode Atlas 950 akan menghasilkan daya komputasi 6,7 kali lebih banyak daripada sistem NVL144 Nvidia, yang juga direncanakan untuk dirilis tahun depan. Klaim ini tentu saja sangat ambisius dan jika terbukti benar, akan menempatkan Huawei sebagai pemain utama dalam infrastruktur komputasi AI.
Pengamat dari The Asia Group, George Chen, menilai bahwa pengumuman Huawei tentang terobosan komputasinya sangat tepat waktu, mengingat meningkatnya penekanan baru-baru ini oleh pemerintah Tiongkok pada kemandirian teknologi chip. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang mendorong inovasi lokal dan mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Namun, Chen juga memperingatkan bahwa Huawei mungkin melebih-lebihkan kemampuan teknisnya, meskipun ia menekankan bahwa ambisi perusahaan Tiongkok untuk menjadi pemimpin AI dunia tidak dapat diremehkan.
Perusahaan riset SemiAnalysis menemukan bahwa sistem CloudMatrix yang dikembangkan sendiri oleh Huawei mampu berkinerja lebih baik daripada Nvidia, meskipun setiap chip Ascend hanya memberikan sekitar sepertiga kinerja prosesor Nvidia. Keunggulan Huawei terletak pada jumlah chip yang digunakan, yaitu lima kali lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa Huawei berhasil mengoptimalkan arsitektur sistemnya untuk memaksimalkan kinerja meskipun menggunakan chip yang secara individual kurang kuat. Strategi ini juga mencerminkan kemampuan Huawei dalam mengintegrasikan dan mengelola sumber daya komputasi dalam skala besar.
Di sisi lain, Tiongkok mengumumkan akan memperluas penyelidikan terhadap Nvidia atas dugaan praktik monopoli. Tekanan terhadap produsen chip AS tersebut semakin meningkat, dan sahamnya turun lebih dari 2% setelah Financial Times melaporkan bahwa Tiongkok memerintahkan raksasa teknologi lokal untuk menghentikan pengujian dan pemesanan chip Nvidia RTX Pro 6000D. Penyelidikan ini menambah tekanan pada Nvidia dan memperumit posisinya di pasar Tiongkok yang sangat penting.
CEO Nvidia, Jensen Huang, mengungkapkan kekecewaannya atas berita larangan tersebut. Sebelumnya, ia menyebut Huawei sebagai pesaing yang tangguh. Pernyataan Huang ini menggarisbawahi meningkatnya persaingan antara Nvidia dan Huawei, serta potensi dampak dari kebijakan pemerintah Tiongkok terhadap bisnis Nvidia.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa persaingan di pasar AI semakin memanas, dan Huawei muncul sebagai penantang serius bagi dominasi Nvidia. Kemampuan Huawei untuk mengembangkan chip dan sistem komputasi AI sendiri, meskipun menghadapi sanksi dan pembatasan ekspor, merupakan bukti inovasi dan ketahanan perusahaan. Ambisi Tiongkok untuk mencapai kemandirian teknologi dan menjadi pemimpin global dalam AI juga semakin mendorong persaingan ini.
Implikasi dari perkembangan ini sangat luas. Persaingan yang lebih ketat akan mendorong inovasi dan pengembangan teknologi AI yang lebih cepat. Konsumen dan bisnis akan mendapatkan manfaat dari pilihan yang lebih banyak dan harga yang lebih kompetitif. Namun, persaingan ini juga dapat memicu ketegangan geopolitik dan persaingan teknologi antara AS dan Tiongkok.
Masa depan pasar AI akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan seperti Huawei dan Nvidia untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan lanskap teknologi dan politik. Kemenangan dalam persaingan ini akan menentukan siapa yang akan memimpin revolusi AI dan membentuk masa depan dunia. Huawei, dengan ambisi dan inovasinya, jelas merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan.