Kasus pencabulan anak di bawah umur kembali mencoreng Kabupaten Bogor. Kali ini, dua orang kakek di wilayah Ciampea, WS (65) dan MR (68), diduga melakukan tindakan asusila terhadap dua bocah perempuan yang masih berusia 8 dan 9 tahun. Peristiwa ini sontak membuat geram masyarakat dan memicu keprihatinan mendalam akan perlindungan anak.
Kejadian memilukan ini terungkap setelah kedua korban memberanikan diri menceritakan pengalaman pahit mereka kepada orang tua masing-masing. Merasa terpukul dan marah, orang tua korban segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Polres Bogor, yang menerima laporan tersebut, bergerak cepat melakukan penyelidikan intensif.
"Jajaran Polres Bogor berhasil mengamankan dua orang pria lanjut usia yang diduga melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur," ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam keterangan resminya pada Minggu, 21 September 2025. Penangkapan kedua pelaku dilakukan setelah polisi mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.
Menurut keterangan Kombes Hendra Rochmawan, aksi bejat kedua pelaku terjadi pada bulan Juli 2025. Saat itu, kedua korban sedang bermain di sebuah kebun di sekitar tempat tinggal mereka. Tanpa disangka, kedua kakek tersebut mendekati kedua bocah malang itu dan melancarkan aksi tipu daya mereka.
Dengan iming-iming uang sebesar Rp 5 ribu, WS dan MR membujuk kedua korban untuk masuk ke dalam sebuah saung, bangunan semi permanen yang terletak di kebun tersebut. Di dalam saung itulah, kedua pelaku diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap kedua korban.
"Para korban dipaksa melakukan tindakan cabul," tegas Kombes Hendra Rochmawan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kedua pelaku tidak hanya melakukan tindakan asusila, tetapi juga menggunakan paksaan terhadap kedua korban yang masih sangat kecil dan tidak berdaya.
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa predator anak dapat berada di sekitar kita, bahkan orang yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan. Modus operandi pelaku pun beragam, mulai dari bujuk rayu hingga paksaan, sehingga anak-anak menjadi rentan terhadap tindak kejahatan seksual.
Setelah menerima laporan dari orang tua korban, Polres Bogor segera melakukan visum terhadap kedua korban untuk mengumpulkan bukti medis. Selain itu, polisi juga melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk orang tua korban, keluarga, dan warga sekitar yang mungkin mengetahui kejadian tersebut.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi, polisi berhasil mengidentifikasi kedua pelaku dan melakukan penangkapan. WS dan MR tidak dapat mengelak lagi setelah polisi menunjukkan bukti-bukti yang memberatkan mereka. Keduanya mengakui perbuatan bejat mereka dan kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.
"Berdasarkan hasil penyelidikan, aparat kemudian melakukan upaya paksa dan mengamankan kedua pelaku," jelas Kombes Hendra Rochmawan. Penangkapan kedua pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual lainnya dan memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga.
Atas perbuatan kejinya, WS dan MR dijerat dengan Pasal 82 juncto Pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dan memberikan ancaman hukuman yang berat bagi pelakunya.
"Ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun serta denda paling banyak Rp 5 miliar," tegas Kombes Hendra Rochmawan. Hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan menjadi peringatan bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap kejahatan seksual terhadap anak.
Kasus pencabulan yang menimpa dua bocah di Ciampea ini menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga perlindungan anak, dan organisasi masyarakat sipil. Semua pihak sepakat bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama dan harus dilakukan secara komprehensif.
Pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi tentang perlindungan anak kepada masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang rawan terhadap kejahatan seksual. Selain itu, pemerintah daerah juga harus memperkuat koordinasi dengan pihak kepolisian, lembaga perlindungan anak, dan organisasi masyarakat sipil untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan seksual terhadap anak.
Lembaga perlindungan anak juga memiliki peran penting dalam memberikan pendampingan dan rehabilitasi kepada korban kekerasan seksual. Pendampingan ini meliputi aspek psikologis, sosial, dan hukum, sehingga korban dapat pulih dari trauma dan kembali menjalani kehidupan normal.
Organisasi masyarakat sipil juga dapat berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang perlindungan anak dan melakukan advokasi terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. Selain itu, organisasi masyarakat sipil juga dapat memberikan bantuan hukum kepada korban dan keluarga serta memantau proses hukum agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kasus pencabulan di Ciampea ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap perlindungan anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.
Orang tua memiliki peran utama dalam melindungi anak-anak mereka dari kejahatan seksual. Orang tua harus memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anak-anak mereka, serta membangun komunikasi yang terbuka dan jujur.
Orang tua juga harus mengajarkan anak-anak mereka tentang batasan-batasan fisik dan seksual, serta cara melindungi diri dari orang asing atau orang yang mencurigakan. Selain itu, orang tua juga harus waspada terhadap perubahan perilaku anak-anak mereka dan segera mencari bantuan jika mencurigai adanya sesuatu yang tidak beres.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Masyarakat harus peduli terhadap lingkungan sekitar dan melaporkan kepada pihak berwajib jika melihat atau mendengar adanya tindakan yang mencurigakan terhadap anak-anak.
Selain itu, masyarakat juga harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, serta memberikan dukungan kepada keluarga yang menjadi korban kekerasan seksual. Dengan kerja sama dan kepedulian semua pihak, diharapkan kejahatan seksual terhadap anak dapat dicegah dan ditanggulangi secara efektif.
Kasus pencabulan di Ciampea ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua bahwa kejahatan seksual terhadap anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dan peduli terhadap perlindungan anak.
Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, serta memberikan perlindungan yang optimal agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Keberhasilan pengungkapan kasus ini juga menjadi apresiasi tersendiri bagi Polres Bogor atas kesigapan dan profesionalisme dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak. Diharapkan, kinerja kepolisian dapat terus ditingkatkan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat, khususnya anak-anak.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual dan memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga.
Selain itu, penting juga untuk memberikan perhatian khusus terhadap pemulihan psikologis korban. Trauma akibat kekerasan seksual dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosional korban. Oleh karena itu, pendampingan psikologis yang intensif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk membantu korban pulih dari trauma dan kembali menjalani kehidupan normal.
Kasus pencabulan di Ciampea ini menjadi alarm bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap perlindungan anak. Mari kita bersama-sama membangun masyarakat yang ramah anak dan memberikan perlindungan yang optimal bagi generasi penerus bangsa.
Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, diharapkan kejahatan seksual terhadap anak dapat dicegah dan ditanggulangi secara efektif, sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berakhlak mulia.