Tren ‘Slow Aging’ Viral di Korsel, Warga Umur 30-40 Tahun Menolak Terlihat Tua

  • Maskobus
  • Aug 26, 2025

Gelombang perubahan melanda Korea Selatan, bukan dalam bentuk musik K-Pop yang mendunia, melainkan sebuah pergeseran budaya yang berfokus pada kesehatan dan vitalitas. Generasi muda dan paruh baya, khususnya mereka yang berusia 30 hingga 40 tahun, semakin gencar mengadopsi gaya hidup yang berorientasi pada ‘slow aging’ atau memperlambat penuaan. Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan refleksi dari kesadaran yang meningkat akan pentingnya menjaga kesehatan jangka panjang dan kualitas hidup.

Di tengah hiruk pikuk kota Seoul yang serba cepat, Kim Ji-Young, seorang wanita berusia 40 tahun, menemukan oase ketenangan dan energi melalui rutinitas lari paginya. Sejak Januari 2025, ia dengan disiplin bangun pukul 5 pagi untuk menyusuri jalanan kota yang masih sepi. "Lari pagi adalah rutinitas yang sangat baik bagi saya. Aktivitas ini memberi saya energi sepanjang hari, dan menyadari kenapa tidak memulainya lebih awal," ujarnya, seperti yang dikutip dari Korea Times. Kim, yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba lari 10 kilometer pada Oktober 2025, merasakan manfaat luar biasa dari aktivitas fisiknya. "Ini bukan hanya tentang menurunkan berat badan, tetap gaya hidup yang saya inginkan. Rasa bangga yang luar biasa, secara mental, psikologis, dan fisik. Saya sangat merekomendasikannya," tambahnya dengan antusias.

Kisah Kim hanyalah salah satu contoh dari semakin banyaknya warga Korea Selatan yang menyadari pentingnya olahraga dan aktivitas fisik dalam menjaga kesehatan dan vitalitas. Lari, khususnya, menjadi semakin populer, tidak hanya sebagai cara untuk menjaga kebugaran fisik, tetapi juga sebagai sarana untuk melepaskan stres dan meningkatkan kesehatan mental.

Pergeseran budaya ini tidak hanya terbatas pada kaum wanita. Park Jin-wook, seorang desainer di sebuah perusahaan teknologi lokal, mengakui pentingnya merawat kulit, sesuatu yang dulunya ia anggap remeh. Ia kini secara rutin menggunakan face mist dan perawatan masker LED. "Dulu saya menganggap perawatan kulit itu dangkal dan bahkan agak memalukan, terutama bagi seorang pria. Sekarang, itulah cara saya menghilangkan stres," ungkap Park. Baginya, ritual perawatan kulit selama 5 hingga 10 menit setiap pagi dan malam menjadi momen damai yang langka, sebuah bentuk meditasi yang membantunya menghadapi tekanan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.

LED, atau Light Emitting Diode, adalah perangkat semikonduktor yang memancarkan cahaya ketika arus listrik melewatinya. Dalam dunia perawatan kulit, terapi LED semakin populer karena kemampuannya untuk merangsang produksi kolagen, mengurangi peradangan, dan memperbaiki tekstur kulit.

Tren 'Slow Aging' Viral di Korsel, Warga Umur 30-40 Tahun Menolak Terlihat Tua

Kim dan Park adalah representasi dari fenomena ‘slow aging’ yang sedang melanda Korea Selatan. Tren ini bukan sekadar tentang mengejar penampilan awet muda, melainkan tentang mengadopsi gaya hidup yang sehat dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup di segala usia. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari olahraga teratur dan pola makan sehat hingga perawatan kulit yang cermat dan pengelolaan stres yang efektif.

Dampak dari tren ‘slow aging’ ini juga terlihat jelas di media sosial. Dalam dua tahun terakhir, kata kunci yang terkait dengan lari mengalami peningkatan signifikan, mencapai 4,5 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tertarik dan terlibat dalam aktivitas lari, baik sebagai pemula maupun pelari berpengalaman.

Menariknya, tren ini juga memecah stereotip gender. Kegiatan lari semakin populer di kalangan wanita, sementara perawatan kulit semakin digandrungi oleh pria. Dua tahun lalu, pria mendominasi 62 persen pelanggan di toko perlengkapan lari. Namun, tahun ini, persentase wanita meningkat menjadi 44 persen, menunjukkan bahwa kesenjangan gender dalam dunia lari semakin menyempit. Hal serupa juga terjadi dalam industri perawatan kulit, di mana jumlah pelanggan pria mengalami peningkatan yang signifikan. Terlihat adanya lonjakan pengeluaran sebesar 73,7 persen untuk produk dan layanan perawatan kulit.

"Perawatan kulit dan lari memiliki kesamaan, ini tentang komitmen jangka panjang. Anda tidak langsung melihat hasilnya. Tapi itu pasti mengubah Anda menjadi lebih baik," kata Kim, merangkum esensi dari tren ‘slow aging’.

Fenomena ‘slow aging’ di Korea Selatan bukan hanya sekadar tren sesaat, melainkan sebuah pergeseran budaya yang mencerminkan kesadaran yang meningkat akan pentingnya kesehatan dan kualitas hidup. Generasi muda dan paruh baya semakin menyadari bahwa investasi dalam kesehatan adalah investasi terbaik untuk masa depan. Mereka tidak hanya ingin terlihat awet muda, tetapi juga ingin merasa sehat, energik, dan bahagia di setiap tahap kehidupan.

Beberapa faktor yang mendorong tren ‘slow aging’ di Korea Selatan meliputi:

  • Meningkatnya kesadaran akan kesehatan: Masyarakat Korea Selatan semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan melalui pola makan sehat, olahraga teratur, dan perawatan diri.
  • Tekanan sosial untuk tampil awet muda: Budaya Korea Selatan sangat menghargai penampilan, dan ada tekanan sosial yang kuat untuk tampil awet muda. Hal ini mendorong orang untuk mencari cara untuk memperlambat proses penuaan.
  • Kemajuan teknologi dan inovasi dalam industri kecantikan: Industri kecantikan Korea Selatan terus berinovasi dengan produk dan layanan baru yang menjanjikan untuk membantu orang terlihat dan merasa lebih muda.
  • Pengaruh media sosial: Media sosial memainkan peran penting dalam mempromosikan tren ‘slow aging’. Influencer dan selebriti sering membagikan tips dan trik mereka untuk menjaga kesehatan dan penampilan awet muda, yang menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka.

Tren ‘slow aging’ di Korea Selatan memiliki dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk:

  • Industri kesehatan dan kecantikan: Tren ini mendorong pertumbuhan industri kesehatan dan kecantikan, dengan meningkatnya permintaan untuk produk dan layanan yang membantu orang menjaga kesehatan dan penampilan awet muda.
  • Pola makan dan gaya hidup: Semakin banyak orang yang mengadopsi pola makan sehat dan gaya hidup aktif sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperlambat proses penuaan.
  • Kesejahteraan mental: Tren ini juga berdampak positif pada kesejahteraan mental, karena orang merasa lebih percaya diri dan bahagia ketika mereka merasa sehat dan terlihat baik.

Namun, ada juga beberapa kritik terhadap tren ‘slow aging’. Beberapa orang berpendapat bahwa tren ini dapat menciptakan tekanan yang tidak realistis pada orang untuk terlihat awet muda, yang dapat menyebabkan rasa tidak aman dan rendah diri. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa beberapa produk dan layanan yang dipromosikan sebagai ‘anti-penuaan’ mungkin tidak efektif atau bahkan berbahaya.

Terlepas dari kritik tersebut, tren ‘slow aging’ di Korea Selatan menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan kualitas hidup. Ini adalah tren positif yang dapat membantu orang hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia.

Sebagai kesimpulan, fenomena ‘slow aging’ di Korea Selatan adalah sebuah gerakan budaya yang komprehensif, melampaui sekadar perawatan kulit dan olahraga. Ini adalah tentang mengadopsi filosofi hidup yang holistik, di mana kesehatan fisik, mental, dan emosional saling terkait dan sama-sama penting. Masyarakat Korea Selatan, khususnya generasi 30-an dan 40-an, telah mengambil inisiatif untuk mengendalikan proses penuaan mereka, bukan dengan menolaknya, melainkan dengan merangkul gaya hidup sehat dan berkelanjutan. Tren ini tidak hanya mengubah lanskap industri kesehatan dan kecantikan, tetapi juga membentuk kembali persepsi masyarakat tentang usia, kesehatan, dan kualitas hidup. Dengan terus berkembangnya tren ini, Korea Selatan menjadi contoh inspiratif bagi negara lain yang ingin mempromosikan budaya kesehatan dan vitalitas di kalangan warganya.

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

Related Post :