Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Ustaz Khalid Zeed Abdullah Basalamah, seorang tokoh agama yang juga dikenal sebagai pemilik atau direktur PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), terkait dengan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Pemanggilan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang relevan guna mengungkap secara tuntas praktik-praktik koruptif yang mungkin terjadi dalam proses penyelenggaraan ibadah haji.
Namun, pada pemanggilan yang dijadwalkan pada Selasa, 2 September 2025, Ustaz Khalid Basalamah tidak hadir. Ketidakhadirannya ini tentu menimbulkan pertanyaan dan spekulasi di kalangan publik, serta menambah beban kerja bagi tim penyidik KPK yang harus menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi ketidakhadiran Ustaz Khalid Basalamah dalam panggilan tersebut. Ia menyatakan bahwa penyidik akan segera menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Ustaz Khalid Basalamah. Meskipun demikian, Budi Prasetyo belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai kapan pemanggilan ulang tersebut akan dilakukan.
Sebelumnya, KPK telah meminta keterangan dari Ustaz Khalid Basalamah pada tahap penyelidikan kasus ini. Saat itu, KPK menjelaskan bahwa Ustaz Khalid Basalamah dimintai keterangan terkait dengan posisinya sebagai salah satu pemilik agen travel yang bergerak di bidang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Keterangan dari Ustaz Khalid Basalamah diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai mekanisme pengelolaan kuota haji di tingkat agen travel, serta potensi adanya penyimpangan atau praktik koruptif yang mungkin terjadi.
Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 ini telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Meskipun demikian, KPK belum menetapkan seorang pun sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, sebagai langkah antisipasi dan untuk memudahkan proses penyidikan, KPK telah melakukan pencegahan terhadap tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.
Ketiga orang yang dicegah ke luar negeri tersebut adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz, dan seorang pengusaha yang dikenal sebagai pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan ini dilakukan karena KPK menilai keberadaan ketiga orang tersebut di Indonesia sangat dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan perkara dugaan korupsi kuota haji.
Pangkal masalah dari kasus ini adalah dugaan pengalihan sebagian kuota haji reguler ke kuota haji khusus. Pada tahun 2024, Pemerintah Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu kursi setelah Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan pemerintah Arab Saudi. Tambahan kuota ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi daftar tunggu jemaah haji reguler yang semakin panjang.
Namun, dalam pelaksanaannya, kuota tambahan tersebut justru dibagi rata, atau 50:50, antara haji reguler dan haji khusus. Padahal, berdasarkan Undang-Undang, kuota haji khusus seharusnya hanya sebesar 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Pengalihan sebagian kuota haji reguler ke kuota haji khusus ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
KPK menduga bahwa pengalihan kuota haji tambahan ke haji khusus ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. KPK juga mengungkap bahwa ada ratusan travel agen yang terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan dengan Kementerian Agama. Keterlibatan ratusan travel agen ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengelolaan kuota haji.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, KPK menduga bahwa kerugian negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp 1 triliun. KPK juga menemukan indikasi bahwa pembagian kuota tambahan yang tidak sesuai aturan tersebut menyebabkan ribuan jemaah haji reguler harus menunggu lebih lama untuk dapat menunaikan ibadah haji. Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat yang telah lama menantikan kesempatan untuk beribadah ke Tanah Suci.
Selain itu, KPK juga sedang mengusut dugaan aliran dana dari travel agen yang mendapatkan jatah kuota haji khusus tambahan kepada sejumlah pejabat di Kementerian Agama. Aliran dana ini diduga sebagai bentuk suap atau gratifikasi yang bertujuan untuk memuluskan proses pengurusan kuota haji.
Dalam upaya untuk mengumpulkan bukti dan mengamankan aset yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi, KPK telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti, di antaranya uang tunai sebesar USD 1,6 juta, empat unit mobil, dan lima bidang tanah. Penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya KPK untuk memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan. Penegakan hukum yang tegas dan transparan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa mendatang.
Selain itu, kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap sistem pengelolaan kuota haji. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses pengelolaan kuota haji dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan praktik korupsi yang dapat merugikan masyarakat dan negara.
Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap kinerja travel agen yang bergerak di bidang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Travel agen harus diawasi secara ketat agar tidak melakukan praktik-praktik yang merugikan jemaah haji, seperti penggelapan dana, penipuan, atau memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.
KPK sebagai lembaga yang diberi mandat untuk memberantas korupsi harus terus meningkatkan kinerja dan profesionalismenya. KPK harus bekerja secara independen, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya. Dukungan dari masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan agar KPK dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini juga menjadi pengingat bagi para pejabat negara dan penyelenggara negara untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Jabatan publik adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Jangan sampai jabatan publik disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, apalagi untuk melakukan tindakan korupsi.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat harus berani melaporkan setiap dugaan tindak pidana korupsi yang diketahuinya kepada pihak yang berwenang. Masyarakat juga harus aktif mengawasi kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga negara agar tidak terjadi praktik korupsi.
Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, KPK, masyarakat, dan seluruh elemen bangsa, diharapkan Indonesia dapat terbebas dari korupsi dan menjadi negara yang maju, adil, dan sejahtera.